nusabali

Berkat Suksesnya Ciptakan Alat Deteksi Birahi Sapi

  • www.nusabali.com-berkat-suksesnya-ciptakan-alat-deteksi-birahi-sapi

Sebelum lolos seleksi ke kompetisi penelitian internasional bertajuk Intel-International Science and Engineering Fair (Intel-ISEF) di Pittburgh, AS, Dewa Gede Wicaksana Prabaswara dan Yuan Dwi Kurniawan sempat sukses sabet medali emas dalam Olimpide Peneliti Siswa Indonesia (OPSI) 2017

Dua Siswa SMAN Bali Mandara Wakili Indonesia ke Ajang Intel-ISEF di AS

SINGARAJA, NusaBali
Dua siswa SMAN Bali Mandara, I Dewa Gede Wicaksana Prabaswara, 18, dan Yuan Dwi Kurniawan, 17, terpilih mewakili Indonesia ke kompetisi penelitian tingkat internasional bertajuk Intel-International Science and Engineering Fair (Intel-ISEF) di Pittburgh, Amerika Serikat, 13-18 Mei 2018 depan. Ini berkat suksesnya menciptakan alat ‘Pendeteksi Birahi Sapi’ (Apeksi), yang sempat membuahkan medali emas dalam Olimpide Peneliti Siswa Indonesia (OPSI) 2017.

Dewa Gede Wicaksana Prabaswara dan Yuan Dwi Kurniawan dipercaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mewakili Indonesia ke ajang Intel-ISEF 2018 di Amerika Serikat nanti, bersama dua tim lainnya dari Jogakarta, yakni SMAN 1 Jogjakarta dan SMAN 8 Jogjakarta. Baik duet Dewa Wicaksana-Yuan Dwi maupun dua tim dari Jogjakarta ini sebelumnya sama-sama sabet medali emas dalam OPSI 2017 digelar Kemnedikbud, 9-14 Oktober 2017 lalu.

Dari 9 tim yang meraih emas untuk tiga kategori penelitian di OPSI 2017, Dewa Wicaksana-Yuan Dwi mendapatkan kesempatan untuk diseleksi oleh Kemndikbud ke ajang internasional Intel-ISEF 2018. Ternyata, dua siswa SMAN Bali Mandara penemu alat pendeteksi birahi sapi ini dinyatakan lolos seleksi bersama tim SMAN 1 Jogjakarta dan SMAN 8 Jogjakarta.

“Pada Desember 2017 lalu, kami kembali diseleksi bersama sembilan peraih emas OPSI, di Jakarta. Setelah presentasi, pemeran, dan penilaian karya tulis, kami dinyatakan lolos ke ajang internasional Intel-ISEF 2017 di Amerika Serikat,” ungkap Dewa Wicaksana saat ditemui NusaBali di SMAN Bali Mandara kawasan Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Rabu (24/1).

Setelah dinyatakan lolos ke kompetisi internasional di Amerika Serita, Dewa Wicaksana-Yuan Dwi dengan didampingi guru pembinanya, I Kadek Yuliartama, berencana lakukan penyempurnaan alat pendeteksi birahi sapi yang diciptakannya. Termasuk perbaikan program dan pemasangan sensor pada sapi, sehingga nantinya tidak lagi mengalami kendala atau error saat percobaan.

Selain itu, kata Dewa Wicaksana, pihaknya juga akan menginovasi bentuk alat Apeksi agar lebih efisien. “Semula, alat Apeksi masih berbentuk busser. Nantinya, akan disempurnakan hingga menyerupai kalung, sehingga lebih efieisn saat digunakan mendeteksi birahi sapi,” jelas siswa Kelas XI MIPA 2 SMAN Bali Mandara ini.

Dengan sisa waktu 4 bulan persiapan menuju ajang Intel-ISEF 2018, Dewa Wicaksana-Yuan Dwi optimistis dapat memepersembahkan yang terbaik untuk Indonesia, Bali, dan SMAN Bali Mandara. Yuan Dwi sendiri mengaku sedang melakukan persiapan alih bahasa proposal penelitian mereka, untuk dipresentasikan di hadapan juri internasional dan pengunjung pameran. “Kami juga persiapan mental dan ke-terampilan berbahasa untuk menarik empati para juri,” tandas siswa Kelas XI MIPA 1 SMAN Bali Mandara.

Sementara, Guru Pembina mereka, I Kadek Yuliartama, juga mengaku optimistis dengan seluruh proses yang dijalani Dewa Wicaksana-Yuan Dwi untuk menciptakan alat pendeteksi bihari sapi yang bermanfaat bagi masyarakat luas. SMAN Bali Mandara yang sudah berpengalaman mengikuti ajang Intel-ISEF pun terus melakukan evakuasi hasil penelitian, belajar dari pengalaman sebelumnya.

“Kalau belajar dari tahun sebelumnya dalam ajang Intel-ISEF ini, memang yang lebih ditekankan adalah aplikasi dan respons dari masyarakat sebagai pemanfaat. Selain itu, juga koordinasi dengan instansi terkait untuk aspek legalitasnya,” tandas Kadek Yuliartama di SMAN Bali Mandara, Rabu lalu.

Sedangkan Kepala Sekolah (Kasek) SMAN Bali Mandara, Drs I Nyoman Darta  MPd, menyatakan kembali berbangga dengan keberhasilan dua siswanya tembus ke ajang penelitian internasional. Bahkan, Nyoman Darta selaku ujung tombak kemajuan sekolah menerapkan satu sistem yang mengharuskan setiap siswa melakukan penelitian yang disebut dengan program ‘Research Based School’.

Dalam program ‘Research Based School’ ini, setiap siswa diwajibkan melakukan penelitian sebagai syarat ikut ujian akhir. Tak heran jika setiap tahunnya, SMAN Bali Mandara memiliki banyak hasil penelitian yang siap untuk diadu di berbagai level kompetisi.

“Memang kita wajibkan anak-anak untuk melakukan minimal satu penelitian. Nah, penelitian yang dinilai bagus oleh Dewan Riset akan dipilih dan dibina untuk diikutkan lomba,” tegas Nyoman Darta kepada NusaBali.

Dengan begitu, ketika ada ajang lomba penelitian, sekolah tinggal memilih hasil penelitian siswa mana yang sesuai dengan tema dan kriteria yang dilombakan. Selaku Kasek, Nyoman Darta mengaku selalu bersemangat mengikutsertakan anak didiknya dalam berbagai lomba buat memberikan pelajaran langsung untuk selalu optimis dan berproses.

Siswa yang ada di SMAN Bali Mandara dengan sistem berasrama, menurut Darta, memiliki banyak waktu luang dan bisa fokus untuk mengejar impian mereka. Apalagi, selama ini pendampingan ekstra guru-guru pengajar mereka yang dijuluki kamus hidup, juga dapat datangi kapan saja.

Bahkan, di setiap lomba, pihak SMAN Bali Mandara---yang dibangun untuk siswa miskin ini---tidak pernah menargetkan juara kepada anak didiknya. Tapi, bagaimana mereka menjalani proses dari awal hingga akhir secara maksimal. “Harapannya, anak-anak kami nanti bisa tampil maksimal dengan iklas dengan proses yang panjang dan saat lomba dapat mengambil simpati dan empaty dari juri. Kalau itu sudah terpenuhi, maka nilainya akan beda,” tandas mantan Kasek SMAN 1 Singaraja yang sempat beberapa kali menjadi Kepala Sekolah Teladan Nasional ini.

Sementara itu, alat pendeteksi birahi sapi (Apeksi) ciptaan Dewa Gede Wicaksana Prabaswara dan Yuan Dwi Kurniawan sebelumnya sabet medali emas ketegori sains dan teknologi dalam ajang OPSI 2017. Sebelum sabet medali emas, peralatan ini telah melewati tahap seleksi awal, bersaing dengan 1.207 naskah penelitian dari 2.092 siswa dan 1.792 sekolah di seluruh Indonesia.

Dari ribuan naskah penelitian tersebut, Kemendikbud hanya memilih 90 naskah terbaik di tiga kategori. Masing-masing, 38 karya bidang sains dan teknologi, 22 karya di bidang matematika dan rekayasa, serta 30 karya di bidang sosial dan humaniora.

Menurut Dewa Wicaksana, ide pembuatan alat pendeteksi birahi sapi ini muncul dari dirinya, yang memiliki pengalaman pribadi tahun 2014. Sang ayah, Dewa Gede Putra Wijaya, yang bekerja sebagai peternak sapi di kampung halamannya di Banjar Taman Darma, Desa Peringsari, Kecamatan Selat, Karangasem, seringkali mengalami kerugian akibat mengawinkan sapinya tidak tepat masa birahi.

“Sekali mengawinkan sapi bisa habis Rp 100.000 hingga Rp 150.000. Namun, jika gagal bunting, bisa mengawinkan sapi sampai 3 kali,” kenang Dewa Wicaksana kepada NusaBali. Hal ini jelas merugikan petani, baik dari segi waktu, tenaga, maupun biaya.

Beranjak dari situ, Dewa Wicaksana berinisiatif untuk menciptakan alat pendeteksi masa birahi sapi dengan indikator selain pengamatan fisik oleh para peternak, juga dapat memprediksi masa birahi sapi secara dini dan akurat. Jadilan Dewa Wicaksana berduet dengan Yuan Dwi untuk melakukan penelitian.

Sebelum menuntaskan alat pendeteksi birahi sapi buatannya, kedua siswa SMAN Bali Mandara ini sempat berulangkali terkendala. Proses pemrograman alat dan sistem sempat gagal beberapa kali, terutama saat penggabungan program dari semua sensor dan modul SMS. Namun, dengan upaya dan tekad bulatnya, mereka akhirnya dapat menyelesaikan alat pendeteksi birahi sapi tersebut. *k23

Komentar