nusabali

Bayi 14 Bulan Derita Tumor dan Epilepsi

  • www.nusabali.com-bayi-14-bulan-derita-tumor-dan-epilepsi

Derita pilu dialami Ni Kadek Melantika, bayi perempuan berusia 14 bulan asal Banjar Pesangkan Anyar, Desa Duda Timur, Kecamatan Selat, Karangasem.

Tolak Makan Nasi dan Minum Susu, Berat Badan Cuma 7 Kg


AMLAPURA, NusaBali
Selain terserang penyakit tumor di pembuluh darahnya, bayi malang ini juga menderita epilepsi (penyakit ayan).  Bayi Kadek Melantika merupakan anak bungsu dari dua bersaudara pasangan I Nengah Muliana (almarhum) dan Ni Nyoman Murniati, 35. Bayi malang ini kini sandang status yatim karena sang ayah, Nengah Muliana, sudah meninggal secara mendadak pada 5 November 2016 lalu, ketika bayi Kadek Melantika baru berumur 12 hari.

Ditemui NusaBali di kediamannya kawasan, Banjar Pesangkan Anyar, Desa Duda Timur, Kamis (25/1), ibunda si bayi yakni Nyoman Murniati mengisahkan, anak bungsunya yang menderita tumor dan epilepsi ini dilahirkan melalui operasi caesar, 24 Oktober 2016 lalu. Saat lahir dengan masa kehamilan 9 bulan, beratnya 3 kilogram. Kini, di usianya 1 tahun 2 bulan, berat badan Kadek Melantika hanya mencapai 7 kilogram, jauh di bawah normal.

Awalnya, kata Murniati, tidak ada masalah dengan bayinya ini. Bayi perempuan ini normal-normal saja. Namun, ketika usianya beranjak 2 bulan, mulai muncul benjolan biru sebesar batu salak di ketiak kiri. Hanya saja, selama ini benjolan tersebut tidak pernah dirasakan sakit. Namun, benjolan biru itu terus membesar hingga seukuran bola tenis.

Meski demikian, secara fisik bayi Kadek Melantika terlihat sehat dan bugar. Bayi malang berusia 14 bulan ini cukup lincah bermain-main sambil merayap dengan kakaknya, I Wayan Mahendra, 8. Jika ingin bermain, bayi yang belum bisa jalan ini biasanya menjulurkan tangan ke kakaknya.

Menurut Murniati, benjolan biru di ketiak yang muncul sejak bayinya berusia 2 bulan tersebut sempat diperiksakan ke Pol Anak RS Sanglah, Denpasar. Pemeriksaan dilakukan rutin dua minggu sekali. “Dari hasil pemeriksaan, anak saya ini disebut menderita tumor di pembuluh darah. Istilah medisnya, hemangioma,” kenang Murniati.

Suatu ketika, 24 Desember 2017 lalu, bayi Kadek Melantika mengalami panas tinggi 38 derajat celsius dan kejang-kejang. Saat itu, dokter memutuskan bayi malang ini menjalani rawat inap selama 5 hari di RS Sanggah. “Saat itu terungkap anak saya ini menderita epilepsi,” papar Murniati.

Murniati mengisahkan, jika penyakit epilepsinya kumat, bayi malang ini biasanya kejang-kejang. Epilepsi tersebut kambuh dua kali dalam seminggu. Belakangan, penyakit ayah tersebut tak pernah kambuh lagi, setelah si bayi rutin dikasi minum obat dari dokter.

"Saya kini berkonsentrasi mengurus kesehatan anak saya ini, agar tumornya bisa diangkat,” tandas Murniati. Hanya saja, kata Murniati, muncul masalag karena anak balitanya yang menderita tumor dan epilepsi ini menolak makan dan minum susu. “Jika dipaksakan minum susu, langsung menceret," ungkap Murniati.

Asupan makan untuk bayi penderita tumor ini, kata Murniati, hanya bubur dan ASI (air susu ibu). "Secara fisik anak saya terlihat sehat, hanya saja trombositnya masih rendah, cuma 46. Karena itu, petugas medis belum berani melakukan tindakan operasi atas tumornya," jelas Murniarti.

Murniati kini harus mengurus kedua anaknya yang masih kecil-kecil, termasuk si bungsu penderita tumor, tanpa didampingi suami. Ini dilakukan setelah sang suami, Nengah Muliana, meninggal mendadak pada 5 November 2016, yang diawali badan lemas saat kerja di sebuah bengkel di kawasan Denpasar. Sang suami kemudian meninggal dalam perjalanan perjalanan menuju rumah sakit.

Ketika masih tinggal di Denpasar mendamping sang suami, Murniati bantu cari tambahan nafkan dengan jualan canang. Setahun pasca kematian suaminya, Murniati berama dua anaknya yang masih kecil putuskan pulang untuk tinggal menetap di kampung halamannya di Banjar Pesangkan Anyar, Desa Duda Timur, Kecamatan Selat, Karangasem, sejak 4 Desember 2017 lalu.

“Sejak pulang kampung, saya tidak lagi bekerja menjual canang. Biaya, kebutuhan makan sehari-hari dan biaya berobat anak saya yang menderita tumor ini disokong keluarganya,” cerita Murniati. *k16

Komentar