China Berhasil Kloning Monyet
Ilmuwan China berhasil mengkloning monyet makaka dengan menggunakan teknik yang sama dipakai dalam kloning domba Dolly beberapa dekade lalu.
BEIJING, NusaBali
Terobosan ini merupakan kloning pertama monyet yang benar-benar menjalankan teknik penuh. Dikutip vivanews dari BBC, Kamis (25/1), dua monyet hasil kloning itu, Zhong Zhong dan Hua Hua dilahirkan beberapa pekan lalu di laboratorium peneliti China. Monyet Zhong Zhong telah berumur delapan pekan sedangkan monyet Hua Hua berumur tujuh pekan.
Peneliti menuturkan, kedua monyet itu kini tumbuh dengan normal, dan hasil ini menjanjikan lahirnya monyet lainnya hasil kloning dalam beberapa bulan ke depan. Untuk mengkloning kedua monyet itu, tim ilmuwan menghapus inti dari sel telur monyet betina dan menggantinya dengan DNA dari sel janin. Selanjutnya mengimplan sel telur yang telah direkayasa itu ke monyet betina untuk dilahirkan.
Prosesnya terbilang tidak mudah, sebab ilmuwan harus mengambil 127 sel telur dan 79 embrio untuk bisa mendapatkan hasil yang terbaik. Butuh upaya percobaan sampai 79 kali untuk bisa sukses kloning. Dua monyet itu awalnya dikloning dari jenis sel yang berbeda tapi gagal hidup.
"Kami mencoba beberapa metode yang berbeda, tapi hanya satu yang berhasil. Ada banyak kegagalan sebelum kami menemukan cara untuk sukses mengkloning monyet," jelas ilmuwan Chinese Academy of Sciences Institute of Neuroscience, Qiang Sun.
Dalam menjalankan teknik kloningnya, ilmuwan China menaati pedoman internasional ketat untuk riset hewan yang dirilis US National Institute of Health.
Dengan keberhasilan kloning ini, ilmuwan mengatakan bisa dipakai untuk model mempelajari penyakit genetik, termasuk kanker, metabolisme dan kelainan kekebalan.
"Ada banyak pertanyaan tentang biologi primata yang bisa dipelajari dengan mendapatkan model tambahan ini," jelas Sun.
Keberhasilan kloning monyet ini tak disambut mulus. Peneliti dari Francis Crick Institute London, Robin Lovell-Badge, menilai teknik kloning monyet tersebut masih sangat 'tak efisien' dan 'prosedurnya berbahaya'. Robin dengan tegas mengingatkan keberhasilan kloning monyet ini tak lantas membuka jalan bagi kloning pada manusia.
Sedangkan peneliti dari Universitas Kent Inggris, Darren Griffon menyoroti soal meningkatnya problem etika dengan keberhasilan kloning tersebut. Dia mengakui memang kloning bisa dimanfaatkan untuk memahami penyakit manusia, namun perlu pertimbangan cermat berbasis etika untuk mengawal percobaan ilmiah itu. *
Peneliti menuturkan, kedua monyet itu kini tumbuh dengan normal, dan hasil ini menjanjikan lahirnya monyet lainnya hasil kloning dalam beberapa bulan ke depan. Untuk mengkloning kedua monyet itu, tim ilmuwan menghapus inti dari sel telur monyet betina dan menggantinya dengan DNA dari sel janin. Selanjutnya mengimplan sel telur yang telah direkayasa itu ke monyet betina untuk dilahirkan.
Prosesnya terbilang tidak mudah, sebab ilmuwan harus mengambil 127 sel telur dan 79 embrio untuk bisa mendapatkan hasil yang terbaik. Butuh upaya percobaan sampai 79 kali untuk bisa sukses kloning. Dua monyet itu awalnya dikloning dari jenis sel yang berbeda tapi gagal hidup.
"Kami mencoba beberapa metode yang berbeda, tapi hanya satu yang berhasil. Ada banyak kegagalan sebelum kami menemukan cara untuk sukses mengkloning monyet," jelas ilmuwan Chinese Academy of Sciences Institute of Neuroscience, Qiang Sun.
Dalam menjalankan teknik kloningnya, ilmuwan China menaati pedoman internasional ketat untuk riset hewan yang dirilis US National Institute of Health.
Dengan keberhasilan kloning ini, ilmuwan mengatakan bisa dipakai untuk model mempelajari penyakit genetik, termasuk kanker, metabolisme dan kelainan kekebalan.
"Ada banyak pertanyaan tentang biologi primata yang bisa dipelajari dengan mendapatkan model tambahan ini," jelas Sun.
Keberhasilan kloning monyet ini tak disambut mulus. Peneliti dari Francis Crick Institute London, Robin Lovell-Badge, menilai teknik kloning monyet tersebut masih sangat 'tak efisien' dan 'prosedurnya berbahaya'. Robin dengan tegas mengingatkan keberhasilan kloning monyet ini tak lantas membuka jalan bagi kloning pada manusia.
Sedangkan peneliti dari Universitas Kent Inggris, Darren Griffon menyoroti soal meningkatnya problem etika dengan keberhasilan kloning tersebut. Dia mengakui memang kloning bisa dimanfaatkan untuk memahami penyakit manusia, namun perlu pertimbangan cermat berbasis etika untuk mengawal percobaan ilmiah itu. *
1
Komentar