Tanam Sereh Wangi yang Tahan Abu Vulkanik Seluas 5 Hektare
Sereh Wangi merupakan tanaman langka yang daunnya digunakan untuk bahan minyak atsiri. Bibit Sereh Wangi berjumlah 40.000 batang didatangkan warga Temukus dari Medan, lalu ditanam di lereng sisi tenggara Gunung Agung sejak Oktober 2017
Warga Banjar Temukus, Desa Besakih Bikin Terobosan di Tengah Status Awas Gunung Agung
AMLAPURA, NusaBali
Di tengah status Awas Gunung Agung, sejumlah warga Banjuar Temukus, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III getol kembangkan budidaya tanaman langka Sereh Wangi. Dikoordinasikan langsung oleh Bendesa Pakraman Temukus, I Nengah Sindia, 39, anggota Kelompok Tani Sigarata menanam Sereh Wangi seluas 5 hektare, di lereng tenggara Gunung Agung. Sereh Wangi cova dikembangkan di sana, karena tanaman bernilai ekonomis untuk bahan minyak atsiri ini bisa tumbuh subur di lahan kering dalam guyuran abu vulkanik.
Kelompok Tani Sigarata beranggotakan 14 orang yang dipimpin langsung Bendesa Nengah Sindia, menanam Sereh Wangi sejak 10 Oktober 2017 lalu, memanfaatkan tanah miring yang merupakan lahan Pelaba Pura Tunggul Besi. Mereka, antara lain, I Nengah Sindia, Jro Mangku Sari, I Komang Suita, Ni Ketut Sukanti, I Komang Jiwa, Jro Mangku Geden, I Nengah Sutini, I Komang Gede, Jro Mangku Ada, Jro Mangku Komang, Ni Samah, dan I Made Gunaksa.
Sejauh ini, belum banyak warga Banjar Temukus, Desa Besakih yang berminat gabung dalam kelompok tani untuk kembangkan Sereh Wangi, karena mereka masih mengungsi akibat status Awas Gunung Agung. Menurut Nengah Sindia, Sereh Wangi merupakan tanaman langka yang baru pertama kali dibudidayakan di Bali. Bibitnya didatangkan dari Medan, Sumatra Utara.
“Sereh Wangi ini anti panas abu vulkanik, hingga bisa tumbuh di lereng Gunung Agung. Tanaman ini berguna untuk bahan obat-obatan, termasuk miyak atsiri," jelas Nengah Sindia saat dihubungi NusaBali di kediamannya kawasan Banjar Temukus, Desa Besakih, Jumat (26/1). “Ini satu-satunya tanaman yang anti panas abu vulkanik. Sedangkan jenis tanaman lainnya di Banjar Temukus semuanya telah layu dan berguguran daunnya,” imbuhnya.
Inspirasi untuk membudidayakan tanaman Sereh Wangi, kata Nengah Sindia, muncul dari arahan seorang pengusaha asal Medan, Kacuk, yang kini menjadi bapak angkat kelompok tani setempat dalam budidaya tanaman langka tersebut. Awalnya, salah seorang warga Banjar Temukus, Desa Besakih bertemu Kacuk di Desa/Kecamatan Tegallalang, Gianyar. Kacuk kemudian diajak berkunjung ke banjar Temukus, Desa Besakih, 16 Agustus 2017.
Nah, di Banjar Temukus, Kacuk menyaksikan aktivitas warga bertani di lereng Gunung Agung. Kala itu, para petani setempat dominan bertanam Padang Kasna dan bunga Gumitir. Kacuk melihat lahan yang berlokasi dalam radius 6 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung ini cocok untuk dikembangkan budidaya Sereh Wangi. Apalagi, topografi tanahnya miring dan rawan longsor, sehingga tanaman Sereh Wangi bisa sebagai penahan erosi.
Maka, ketika datang untuk kedua kainya ke Banjar Temukus, 17 Oktober 2017, Kacuk langsung membawa bibit Sereh Wangi sebanyak 40.000 batang, yang didatangkan dari Medan. Bibit Sereh Wangi itu kemudian ditanam di lahan miring seluas 5 hektare di Pelaba Pura Tunggul Besi, dengan memberdayakan 14 petani anggota Kelompok Tani Sigarata yang dikoordinasikan Bendesa Nengah Sindia.
Teknik tanamnya sederhana, di mana terlebih dulu tanah digemburkan, kemudian dibuat lubang sedalam 25 cm. Nah, batang Sereh Wangi ditanam di lubang tersebut dalam posisi miring ke arah matahari terbit. Jarak tanam satu tanaman ke tanaman lainnya sekitar 1 meter.
"Kami tidak mengeluarkan modal awal untuk pembelian bibit. Sebab, bibitnya langsung dibawakan Bapak Kacut dari Medan,” jelas Nengah Sindia. Tugas petani setempat hanya menyediakan lahan dan menanam. Nanti, hasil panen akan dibeli langsung oleg Kacuk selaku bapak angkat.
Dalam usia 6 bulan pasca tanam, Sereh Wangi sudah mulai bisa panen perdana. Jadi, panen perdana diperkirakan akan dilakukan Maret 2018 mendatang. Panen akan berlangsung terus setiap 3 bulan sekali. “Nantinya, yang dipanen hanyalah bagian daunnya, setiap tiga bulan sekali, untuk bahan baku minyak atsiri,” papar Nengah Sindia.
Setelah panen, daun Sereh Wangi nantinya akan disuling menjadi minyak atsiri. Ketika panen nanti, Kacuk selaku bapak angkat akan membawakan mesin penyulingan ke Banjar Temukus, Desa Besakir. “Minyak atsiri biasanya dijual Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per liter, tergantung kualitasnya."
Minyak atsiri yang berbahan baku daun Sereh Wangi, punya banyak manfaat. Di antaranya, berfungsi sebagai antiseptik alami, menghilangkan bau badan dengan meminum setetes minyak secara teratur, mengencangkan pori kulit dengan cara dioleskan, bisa untuk merawat kulit, melemaskan otot, pengharum alami, memperlancar detoksifikasi atau untuk membuang racun dalam tubuh dengan mencampur minyak atsiri dengan madu dan air hangat, memperbaiki pencernaan, meredakan rasa nyeri, hingga bisa untuk membersihkan barang dapur karena mengandung anti jamur, dan mengusir serangga dengan mengoleskan minyak di badan.
Nengah Sindia optimistis tanaman Sereh Wangi yang baru pertama kali dibudidayakan di Bali ini memiliki prospek yang menjanjikan. Apalagi, cara menanam dan memeliharanya cukup mudah dan bisa tumbuh di lahan kering. Selama ini, kata dia, tanaman Sereh Wangi banyak dibudidayakan di Aceh, Sumatra Utara, Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Timur. “Saya belum pernah dengar ada tanaman Sereh Wangi di Bali,” katanya. *k16
Komentar