Korban Banjir di Singaraja Bertambah
Dewa Ketut Wisnu Saputra, si penolong korban tewas Sumiarti dan anaknya Yudistira, akhirnya tidak dapat bertahan setelah empat jam jalani perawatan di RSUD Buleleng.
SINGARAJA, NusaBali
Korban tragedi robohnya senderan di Lingkungan Kalibaru, Kelurahan Banjar Jawa, Kecamatan/Kabupaten Buleleng pada Jumat (26/1) malam sekitar pukul 21.15 Wita, bertambah. Dewa Ketut Wisnu Saputra, 28, warga setempat akhirnya menghembuskan napas terakhir setelah empat jam ditangani tim medis RSUD Buleleng. Wisnu akhirnya menyusul dua tetangganya, Luh Putu Sumiarti, 39, dan Kadek Yudistira, 11, yang sempat ditolongnya saat kejadian, menghadap Yang Maha Kuasa.
Korban Wisnu dinyatakan meninggal dunia oleh tim medis RSUD Buleleng pada Sabtu (27/1) sekitar pukul 01.30 Wita. Sebelumnya korban Wisnu dibawa pertama kali ke RSUD Buleleng oleh warga, selain dua korban yang ditemukan dalam keadaan tewas, Sumiarti dan anaknya Yudistira.
Wisnu yang selama ini bekerja sebagai pegawai toko modern berjaringan meninggalkan satu istri, Kadek Santiani, 28, dan dua orang anak Dewa Gede Siva Saputra, 5, dan Dewa Made Perdian Saputra, 3. Menurut Santiani, sebelum kejadian, dia dan keluarga kecilnya yang masih tinggal bersama mertua dan ipar sudah menutup pintu untuk pergi tidur. Namun sekitar pukul 20.00 Wita, hujan mengguyur deras yang membuat korban Wisnu membuka pintu memantau air yang mengalir di luar rumah.
Tidak berselang lama, Sumiarti yang membonceng anak angkatnya, Yudistira, melintas di depan rumah Wisnu. Ibu tiga anak itu sebelumnya baru saja menghantarkan suaminya, Ketut Suweden, 42, ke rumah kos-kosan mereka setelah menutup lapak sandal dan sepatunya di Pasar Anyar Buleleng. Saat itu Sumiarti yang kesehariannya sebagai pedagang canang mengaku akan menjemput anak ketiganya, Kadek Ica, yang masih berada di rumah neneknya, di Jalan Gajah Mada Gang V, Kelurahan Banjar Jawa.
“Sudah sempat masuk kamar, terus karena hujan deras, keluar karena banjir. Pas saat itu ibu Sumiarti dan anaknya lewat depan rumah katanya mau jemput anak ketiganya di rumah ibunya di Jalan Gajah Mada, terus suami saya dimintai tolong untuk membawakan motornya naik karena air sudah besar,” tutur Santiani sata ditemui di rumah duka, Sabtu (27/1) pagi.
Namun saat memasuki tanjakan di gang sempit itu tepat di depan senderan lahan kosong, sepeda motor Supra X nopol DK 6459 VD tiba-tiba mati karena mesinnya kemasukan air.
Korban Wisnu yang sudah melihat tembok setinggi 4 meter dan panjang 5 meter sedikit miring sempat menyuruh Sumiarti dan Yudistira menjauh. Namun belum sempat berkelit, senderan itu sudah menghantam ketiganya dan sepeda motor milik Sumiarti. Sumiarti dan Yudistira disebut terkubur penuh material senderan, sedangkan Wisnu yang baru saja berupaya melarikan diri juga tidak dapat menghindari maut. Bagian pinggang hingga kakinya tertimpa senderan.
Kejadian tragis itu pertama kali diketahui oleh kakak korban Wisnu, Dewa Gede Partana. Saat itu Partana baru saja pulang dari Lingkungan Tegal Wawar, Kelurahan Banjar Jawa. Saat akan melintas di jalan tepat di belakang Kodim 1609/Buleleng, dia melihat tembok senderan lahan kosong itu ambruk. Di tengah situasi hujan yang masih sangat deras Partana mendengar sayup-sayup suara minta tolong.
“Kakak saya yang pertama kali menemukan. Saat pulang dia mendengar suara minta tolong, setelah didekati adik bungsu kami yang tertimpa runtuhan tembok itu. Kemudian barulah panggil keluarga dan minta bantuan tetangga untuk mengevakuasi,” kata Dewa Komang Widiada, kakak korban Wisnu, yang ditemui di rumah duka.
Karena posisinya paling luar dan hanya tertimbun setengah badan, proses evakuasi berlangsung cepat. Setelah berhasil diangkat, Wisnu langsung dilarikan ke RSUD Buleleng untuk mendapat pertolongan. Wisnu yang saat itu dalam kondisi sadar langsung memberitahukan bahwa di dalam reruntuhan itu masih ada Sumiarti dan Yudistira.
Warga setempat pun kembali melanjutkan evakuasi dibantu Babinsa dan Bhabinkamtibmas setempat. Hingga sekitar pukul 22.15 Wita korban Sumiarti berhasil dievakuasi sudah dalam kondisi tidak bernyawa. Selang tiga puluh menit kemudian anak Sumiarti, Yudistira yang masih duduk di bangku kelas V di SDN 5 Banjar Jawa, berhasil dievakuasi dengan jarak kurang dari dua meter dan juga dalam kondisi tidak bernyawa.
Pihak keluarga Wisnu mengaku belum percaya telah ditinggalkan untuk selamanya. Bahkan anak pertama Wisnu, Dewa Siva yang masih berusia lima tahun disebut masih trauma dan terus menangis setelah melihat ayahnya tertimpa tembok. Sebelum kejadian pihak keluarga mengaku tidak merasakan firasat buruk. Hanya saja saat itu Wisnu tumben minta disuapi oleh ayahnya Dewa Nyoman Widiada, 67, sekitar satu jam sebelum kejadian.
“Tetapi dia hanya minta dua suapan saja, setelah itu selesai,” kenang kakaknya, Dewa Nyoman Wisnu Wardana. Keluarga korban Wisnu mengaku saat ini masih mendiskusikan hari baik untuk upacara kremasi Wisnu. Untuk sementara jenazahnya masih dititipkan di RSUD Buleleng.
Sementara itu, duka mendalam juga dirasakan oleh keluarga korban Sumiarti dan Yudistira. Terutama suaminya, Ketut Suweden yang berasal dari Banjar Dinas Kauh Teben, Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Buleleng. Suweden masih sangat shock dengan kejadian yang menimpa istri dan anaknya. Bahkan hingga kedua jenazah orang yang dicintainya dibawa pulang ke rumah duka Desa Jagaraga, dia hanya berdiam di dalam rumah.
Kakak sepupu Sumiarti, Ketut Sastrawan, menjelaskan kedua korban akan dimakamkan langsung tanpa upacara di Setra Desa Pakraman Jagaraga, pada Saniscara Paing Menail, Sabtu (27/1). Kedua jenazah akan berjalan beriringan ke setra pada pukul 18.00 Wita. “Sementara dikubur biasa dulu, karena desa adat di sini masih maberata, ada perbaikan pura,” kata dia. Kematian Sumiarti dan anak angkatnya Yudistira meninggalkan seorang suami dan satu anak perempuan.
Bencana tragis itu pun mengundang simpati Bupati dan Wabup Buleleng Putu Agus Suradnyana-dr Nyoman Sutjidra yang langsung ke rumah duka untuk memberikan santunan Rp 10 juta ke masing-masing keluarga, membantu biaya upacara penguburan. Bupati Agus Suradnyana saat ditemui di rumah duka korban Wisnu, menyampaikan bela sungkawa. Dia juga mengatakan bencana banjir dan longsor yang mengepung Buleleng tiga hari terakhir merupakan PR untuk semua lapisan bersama mencarikan jalan keluar.
“Setelah saya keliling ternyata penyebabnya masih soal sampah dan gorong-gorong saluran air yang diperkecil oleh proyek pembangunan rumah dan lainnya, sehingga saat air besar tidak kuat menampung dan pasti meluap. Mudah-mudahan dengan bencana ini masyarakat lebih sadar lagi terhadap lingkungan,” tegas Bupati Agus.
Banjir bandang yang terjadi pada Jumat (26/1) malam telah mengakibatkan sejumlah kerusakan bangunan, temasuk kehilangan harta benda. Namun sejauh ini belum ada data pasti tentang jumlah kerusakan termasuk kerugian akibat bencana tersebut. Informasi dihimpun, kerusakan bangunan rumah cukup banyak terjadi, termasuk warga kehilangan ternak peliharaan. Warga juga ada yang kehilangan sepeda motor dan perabotan rumah tangga yang diperkirakan hanyut saat banjir menerjang.
Pantauan di sejumlah tempat, Sabtu pagi, warga yang terdampak banjir bandang mulai membersihkan lumpur yang masuk hingga ke kamar tidur. Ketinggian lumpur di beberapa titik mencapai setinggi mata kaki orang dewasa. Sejumlah perabotan rumah tangga yang sempat diselamatkan juga dibersihkan. Namun peralatan elektronik yang sempat terendam tidak bisa dipakai lagi karena rusak. “Semalam (Jumat malam) air setinggi pinggang, jadi semua ruangan kemasukan air. Saya sampai mengungsi ke tetangga,” kata Ketut Budiasa yang ditemui di Kelurahan Banyuasri.
Sementara warga di aliran Tukad (Sungai) Banyumala, Kelurahan Banyuasri tepatnya di Jalan Lingga, masih dihantui rasa cemas. Mereka khawatir akan muncul banjir susulan mengingat intensitas hujan masih tinggi terutama di wilayah Buleleng bagian atas. Karena rumah mereka di bantaran Tukad Banyumala sudah hanyut sebagian, termasuk sejumlah perabotan rumah tangganya. “Kalau ada lagi banjir, ini pasti hanyut,” ujar Made Suardika, pemilik usaha bengkel di dekat bantaran Tukad Banyumala.
Bangunan bengkel dan beberapa bangunan tempat tinggal di bantaran Tukad Banyumala, sebagian sudah hanyut saat banjir bandang terjadi. Posisi bangunan milik warga sejatinya berjarak sekitar 3 meter dari Tukad Banyumala. Namun banjir bandang telah mengikis bantaran termasuk kawat bronjong yang terpasang di bantaran Tukad Banyumala. “Saya ada 4 unit sepeda motor yang hanyut, seluruh peralatan bengkel dan onderdil sama sekali tidak tersisa. Seluruhnya hanyut, kalau dihitung semua nilainya sampai Rp 80 juta,” kata Sumardika.
Sementara Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Buleleng Ketut Suparta Wijaya dikonfirmasi mengatakan masih mendata kerusakan irigasi dan ruas jalan yang rusak. Beberapa kerusakan sudah ditangani dengan mengerahkan alat berat. “Kami menangani kerusakan infrastruktur irigasi dan ruas jalan. Kami masih mendata berapa banyak kerusakan,” katanya.
Suparta Wijaya menyatakan, penanganan bencana banjir yang terjadi di wilayah Kecamatan Buleleng perlu terintegrasi dari hulu sampai ke hilir. Karena penyebab banjir tidak saja karena kondisi drainase pembuangan yang di hilir ada penyempitan dan pendangkalan, juga perlu penanganan drainase yang di hulu. “Memang ini perlu dana yang cukup besar, tetapi secara bertahap nanti kami upayakan penanganan mulai dari hulu sampai di hilir,” ujarnya. *k23, k19
Korban Wisnu dinyatakan meninggal dunia oleh tim medis RSUD Buleleng pada Sabtu (27/1) sekitar pukul 01.30 Wita. Sebelumnya korban Wisnu dibawa pertama kali ke RSUD Buleleng oleh warga, selain dua korban yang ditemukan dalam keadaan tewas, Sumiarti dan anaknya Yudistira.
Wisnu yang selama ini bekerja sebagai pegawai toko modern berjaringan meninggalkan satu istri, Kadek Santiani, 28, dan dua orang anak Dewa Gede Siva Saputra, 5, dan Dewa Made Perdian Saputra, 3. Menurut Santiani, sebelum kejadian, dia dan keluarga kecilnya yang masih tinggal bersama mertua dan ipar sudah menutup pintu untuk pergi tidur. Namun sekitar pukul 20.00 Wita, hujan mengguyur deras yang membuat korban Wisnu membuka pintu memantau air yang mengalir di luar rumah.
Tidak berselang lama, Sumiarti yang membonceng anak angkatnya, Yudistira, melintas di depan rumah Wisnu. Ibu tiga anak itu sebelumnya baru saja menghantarkan suaminya, Ketut Suweden, 42, ke rumah kos-kosan mereka setelah menutup lapak sandal dan sepatunya di Pasar Anyar Buleleng. Saat itu Sumiarti yang kesehariannya sebagai pedagang canang mengaku akan menjemput anak ketiganya, Kadek Ica, yang masih berada di rumah neneknya, di Jalan Gajah Mada Gang V, Kelurahan Banjar Jawa.
“Sudah sempat masuk kamar, terus karena hujan deras, keluar karena banjir. Pas saat itu ibu Sumiarti dan anaknya lewat depan rumah katanya mau jemput anak ketiganya di rumah ibunya di Jalan Gajah Mada, terus suami saya dimintai tolong untuk membawakan motornya naik karena air sudah besar,” tutur Santiani sata ditemui di rumah duka, Sabtu (27/1) pagi.
Namun saat memasuki tanjakan di gang sempit itu tepat di depan senderan lahan kosong, sepeda motor Supra X nopol DK 6459 VD tiba-tiba mati karena mesinnya kemasukan air.
Korban Wisnu yang sudah melihat tembok setinggi 4 meter dan panjang 5 meter sedikit miring sempat menyuruh Sumiarti dan Yudistira menjauh. Namun belum sempat berkelit, senderan itu sudah menghantam ketiganya dan sepeda motor milik Sumiarti. Sumiarti dan Yudistira disebut terkubur penuh material senderan, sedangkan Wisnu yang baru saja berupaya melarikan diri juga tidak dapat menghindari maut. Bagian pinggang hingga kakinya tertimpa senderan.
Kejadian tragis itu pertama kali diketahui oleh kakak korban Wisnu, Dewa Gede Partana. Saat itu Partana baru saja pulang dari Lingkungan Tegal Wawar, Kelurahan Banjar Jawa. Saat akan melintas di jalan tepat di belakang Kodim 1609/Buleleng, dia melihat tembok senderan lahan kosong itu ambruk. Di tengah situasi hujan yang masih sangat deras Partana mendengar sayup-sayup suara minta tolong.
“Kakak saya yang pertama kali menemukan. Saat pulang dia mendengar suara minta tolong, setelah didekati adik bungsu kami yang tertimpa runtuhan tembok itu. Kemudian barulah panggil keluarga dan minta bantuan tetangga untuk mengevakuasi,” kata Dewa Komang Widiada, kakak korban Wisnu, yang ditemui di rumah duka.
Karena posisinya paling luar dan hanya tertimbun setengah badan, proses evakuasi berlangsung cepat. Setelah berhasil diangkat, Wisnu langsung dilarikan ke RSUD Buleleng untuk mendapat pertolongan. Wisnu yang saat itu dalam kondisi sadar langsung memberitahukan bahwa di dalam reruntuhan itu masih ada Sumiarti dan Yudistira.
Warga setempat pun kembali melanjutkan evakuasi dibantu Babinsa dan Bhabinkamtibmas setempat. Hingga sekitar pukul 22.15 Wita korban Sumiarti berhasil dievakuasi sudah dalam kondisi tidak bernyawa. Selang tiga puluh menit kemudian anak Sumiarti, Yudistira yang masih duduk di bangku kelas V di SDN 5 Banjar Jawa, berhasil dievakuasi dengan jarak kurang dari dua meter dan juga dalam kondisi tidak bernyawa.
Pihak keluarga Wisnu mengaku belum percaya telah ditinggalkan untuk selamanya. Bahkan anak pertama Wisnu, Dewa Siva yang masih berusia lima tahun disebut masih trauma dan terus menangis setelah melihat ayahnya tertimpa tembok. Sebelum kejadian pihak keluarga mengaku tidak merasakan firasat buruk. Hanya saja saat itu Wisnu tumben minta disuapi oleh ayahnya Dewa Nyoman Widiada, 67, sekitar satu jam sebelum kejadian.
“Tetapi dia hanya minta dua suapan saja, setelah itu selesai,” kenang kakaknya, Dewa Nyoman Wisnu Wardana. Keluarga korban Wisnu mengaku saat ini masih mendiskusikan hari baik untuk upacara kremasi Wisnu. Untuk sementara jenazahnya masih dititipkan di RSUD Buleleng.
Sementara itu, duka mendalam juga dirasakan oleh keluarga korban Sumiarti dan Yudistira. Terutama suaminya, Ketut Suweden yang berasal dari Banjar Dinas Kauh Teben, Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Buleleng. Suweden masih sangat shock dengan kejadian yang menimpa istri dan anaknya. Bahkan hingga kedua jenazah orang yang dicintainya dibawa pulang ke rumah duka Desa Jagaraga, dia hanya berdiam di dalam rumah.
Kakak sepupu Sumiarti, Ketut Sastrawan, menjelaskan kedua korban akan dimakamkan langsung tanpa upacara di Setra Desa Pakraman Jagaraga, pada Saniscara Paing Menail, Sabtu (27/1). Kedua jenazah akan berjalan beriringan ke setra pada pukul 18.00 Wita. “Sementara dikubur biasa dulu, karena desa adat di sini masih maberata, ada perbaikan pura,” kata dia. Kematian Sumiarti dan anak angkatnya Yudistira meninggalkan seorang suami dan satu anak perempuan.
Bencana tragis itu pun mengundang simpati Bupati dan Wabup Buleleng Putu Agus Suradnyana-dr Nyoman Sutjidra yang langsung ke rumah duka untuk memberikan santunan Rp 10 juta ke masing-masing keluarga, membantu biaya upacara penguburan. Bupati Agus Suradnyana saat ditemui di rumah duka korban Wisnu, menyampaikan bela sungkawa. Dia juga mengatakan bencana banjir dan longsor yang mengepung Buleleng tiga hari terakhir merupakan PR untuk semua lapisan bersama mencarikan jalan keluar.
“Setelah saya keliling ternyata penyebabnya masih soal sampah dan gorong-gorong saluran air yang diperkecil oleh proyek pembangunan rumah dan lainnya, sehingga saat air besar tidak kuat menampung dan pasti meluap. Mudah-mudahan dengan bencana ini masyarakat lebih sadar lagi terhadap lingkungan,” tegas Bupati Agus.
Banjir bandang yang terjadi pada Jumat (26/1) malam telah mengakibatkan sejumlah kerusakan bangunan, temasuk kehilangan harta benda. Namun sejauh ini belum ada data pasti tentang jumlah kerusakan termasuk kerugian akibat bencana tersebut. Informasi dihimpun, kerusakan bangunan rumah cukup banyak terjadi, termasuk warga kehilangan ternak peliharaan. Warga juga ada yang kehilangan sepeda motor dan perabotan rumah tangga yang diperkirakan hanyut saat banjir menerjang.
Pantauan di sejumlah tempat, Sabtu pagi, warga yang terdampak banjir bandang mulai membersihkan lumpur yang masuk hingga ke kamar tidur. Ketinggian lumpur di beberapa titik mencapai setinggi mata kaki orang dewasa. Sejumlah perabotan rumah tangga yang sempat diselamatkan juga dibersihkan. Namun peralatan elektronik yang sempat terendam tidak bisa dipakai lagi karena rusak. “Semalam (Jumat malam) air setinggi pinggang, jadi semua ruangan kemasukan air. Saya sampai mengungsi ke tetangga,” kata Ketut Budiasa yang ditemui di Kelurahan Banyuasri.
Sementara warga di aliran Tukad (Sungai) Banyumala, Kelurahan Banyuasri tepatnya di Jalan Lingga, masih dihantui rasa cemas. Mereka khawatir akan muncul banjir susulan mengingat intensitas hujan masih tinggi terutama di wilayah Buleleng bagian atas. Karena rumah mereka di bantaran Tukad Banyumala sudah hanyut sebagian, termasuk sejumlah perabotan rumah tangganya. “Kalau ada lagi banjir, ini pasti hanyut,” ujar Made Suardika, pemilik usaha bengkel di dekat bantaran Tukad Banyumala.
Bangunan bengkel dan beberapa bangunan tempat tinggal di bantaran Tukad Banyumala, sebagian sudah hanyut saat banjir bandang terjadi. Posisi bangunan milik warga sejatinya berjarak sekitar 3 meter dari Tukad Banyumala. Namun banjir bandang telah mengikis bantaran termasuk kawat bronjong yang terpasang di bantaran Tukad Banyumala. “Saya ada 4 unit sepeda motor yang hanyut, seluruh peralatan bengkel dan onderdil sama sekali tidak tersisa. Seluruhnya hanyut, kalau dihitung semua nilainya sampai Rp 80 juta,” kata Sumardika.
Sementara Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Buleleng Ketut Suparta Wijaya dikonfirmasi mengatakan masih mendata kerusakan irigasi dan ruas jalan yang rusak. Beberapa kerusakan sudah ditangani dengan mengerahkan alat berat. “Kami menangani kerusakan infrastruktur irigasi dan ruas jalan. Kami masih mendata berapa banyak kerusakan,” katanya.
Suparta Wijaya menyatakan, penanganan bencana banjir yang terjadi di wilayah Kecamatan Buleleng perlu terintegrasi dari hulu sampai ke hilir. Karena penyebab banjir tidak saja karena kondisi drainase pembuangan yang di hilir ada penyempitan dan pendangkalan, juga perlu penanganan drainase yang di hulu. “Memang ini perlu dana yang cukup besar, tetapi secara bertahap nanti kami upayakan penanganan mulai dari hulu sampai di hilir,” ujarnya. *k23, k19
1
Komentar