nusabali

Kerugian dalam Bencana di Buleleng Puluhan Miliar

  • www.nusabali.com-kerugian-dalam-bencana-di-buleleng-puluhan-miliar

Meski belum ada data resmi, namun nilai kerusakan akibat bencana banjir bandang dan longsor yang menerjang beberapa kawasan di Buleleng ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah.

PHDI Sarankan Upacara Wana Kertih


SINGARAJA, NusaBali
Kerusakan yang harus segera ditangani itu meliputi infrastruktur jalan, irigasi, dan fasilitas umum lainnya seperti sekolah dan perkantoran. Bencana banjir bandang dan longsor menerjang wilayah Buleleng sejak Selasa (23/1) malam. Bencana menerjang sejumlah desa di wilayah Kecamatan Banjar, seperti Desa Gobleg, Desa Pedawa, Desa Banjar, dan Desa Dencarik. Sedangkan banjir bandang kedua terjadi Jumat (26/1) malam, menerjang sejumlah kawasan di Kecamatan Buleleng, termasuk Kota Singaraja. Kondisi terparah terjadi di Desa Baktiseraga, Desa Pemaron, dan Kelurahan Banyuasri.

“Kita belum menghitung nilai kerusakan. Tapi, melihat kerusakan yang terjadi, kerugian material bisa sampai puluhan miliar rupiah,” ungkap Kepala Pelaksana BPBD Buleleng, Made Subur, saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, Minggu (28/1).

Made Subur mengatakan, pihaknya masih fokus penanganan pasca bencana di Kecamatan Banjar dan Kecamatan Buleleng tersebut. Salah satunya, pembersihan sampah dan lumpur yang terbawa air. Rencananya, indentifikasi hingga penghitungan kerugian akibat kerusakan baru akan dilakukan, Senin (29/1) ini. “Kita masih utamakan bersihkan sampah dan lumpur dulu, agar akses jalan maupun aliran air bisa normal. Semua staf bergerak, kita bagi-bagi tugas. Ada yang ke wilayah Kecamatan Banjar, ada yang fokus di wilayah kota (Kecamatan Buleleng),”  terang Made Subur.

Sementara, Sekda Buleleng Dewa Ketut Puspaka mengatakan pemerintah setempat sebetulnya sudah alokasikan dana ‘tidak terduga’ dalam APBD Induk 2018 seebsar sekitar Rp 2 miliar, guna penanganan tanggap darurat bencana. Hanya saja,  berapa kebutuhan dana bencana di Kecamatan Banjar dan Kecamatan Buleleng masih menunggu hasil indentifikasi nilai kerusakan.

“Memang belum ada hasil penghitungan nilai kerusakan, karena kita masih fokus penanganan dulu. Tapi, saya sudah minta agar dilakukan indentifikasi nilai kerusakan,” jelas Dewa Puspaka saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Singaraja, Minggu kemarin.

Dari hasil indentifikasi kerusakan itu, kata Dewa Puspaka, nantinya akan terlihat berapa kebutuhan dana yang mesti disiapkan. Jika nanti dari dana ‘tidak terduga’ sebesar Rp 2 miliar masih kurang, akan ditambahkan jika memang kondisinya darurat bencana. “Tentu nanti dengan surat keputusan pak bupati, tetapi kita masih menunggu hasil indentifikasi kerusakan itu,” tegas birokrat asal Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt, Buleleng ini.

Sementara itu, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Buleleng sarankan Pemkab Buleleng agar menggelar upacara Wana Kertih sebagai upaya untuk menyeimbangkan faktor sekala dan niskala, pasca bencana beruntun di Kecamatan Banujar dan Kecamatan Buleleng. Ketua PHDI Buleleng, Dewa Nyoman Suardana, mengatakan persoalan bencana alam banjir bandang dan longsor di Gumi Panji Sakti dalam 4 tahun terakhir, memang tidak dapat dihindari.

Secara kasat mata, kata Dewa Suardana, bencana itu terjadi karena ulah manusia yang semakin serakah dengan alam. Banyak kerusakan hutan yang terjadi karena manusia hanya tahu memanfaatkan, tanpa memperbaiki. Sedangkan secara niskala, bencana alam dengan skup yang cukup besar merupakan teguran dari Tuhan atas kerusakan yang selama ini dilakukan manusia. “Saya rasa, perlu dilakukan upacara Wana Kertih, untuk menyeimbangkan alam ini secara niskala,” kata Dewa Suardana saat dihubungi NusaBali di Singaraja, Minggu kemarin.

Menurut Dewa Suardana, upacara Wana Kertih merupakan salah satu ritual penghormatan kepada hutan yang selama ini menjadi sumber kehidupan bagi manusia. Namun sayangnya, di tengah gempuran kecanggihan teknologi, upacara Wana Kertih belum juga dilaksanakan di Buleleng. “Kami dari PHDI sudah pernah mengajukan kepada Pak Bupati Buleleng (Putu Agus Suradnyana) setelah dulu setelah bencana banjir bandang di Gerokgak setahun lalu. Tapi, sampai saat ini belum ada respons,” ungkap Dewa Suardana.

Upacara Wana Kerthih memang tidak jaminan bisa stop bencana alam. Namun, kata dia, upacara Wana Kertih sangat penting dilaksanakan di Buleleng. Apalagi hampir seluruh kawasan di Buleleng memiliki daerah perbukitan yang dipenuhi dengan hutan. “Yadnya yang merupakan implementasi hubungan harmonis manusia dengan Tuhan ini, minimal harus dilaksanakan secara berkala 10 tahun sekali sebagai wujud syukur kehadapan Tuhan,” katanya.

Peringatan berupa bencana alam yang terjadi akibat kerusakan alam, hutan gundul, dan perilaku masyarakat membuang sampah sembarang, serta sifat ‘loba’ dengan mempersempit aliran air, menurut Dewa Suardana, harus disikapi dengan cepat. Selain menggelar upacara Wana Kertih, yang paling utama adalah membangun kesadaran dan kepedulian menjaga alam yang selama ini menjadi sumber penghidupan. *k19,k23

Komentar