PHDI: Saat Tepat untuk Introspeksi Diri
Purnama ini sebagai Purnama Siddhi, dengan harapan umat Hindu bisa melakukan penyucian diri dengan lebih dalam.
Fenomena Super Blue Blood Moon Saat Purnama Kawulu Malam Ini
DENPASAR, NusaBali
Fenomena astronomi super blue blood moon yang akan terjadi pada Purnama Kawulu yang jatuh pada Buda Umanis Prangbakat, Rabu (31/1) malam ini, disebut-sebut sebagai momen langka. Sebab fenomena itu akan mengkombinasikan tiga fenomena alam secara bersamaan, yaitu blue moon (bulan biru), super moon (bulan super besar) dan total lunar eclipse (gerhana bulan total). Konon, kombinasi tiga fenomena alam ini terakhir kali terjadi pada 150 tahun silam.
Blue moon dalam fenomena super blue blood moon juga terbilang kejadian langka. Karena ini merupakan bulan purnama kedua yang terjadi dalam satu bulan Januari 2018. Selama ini, hanya satu kali saja terjadi bulan purnama dalam satu bulan.
Menanggapi fenomena langka tersebut, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Prof Dr IGN Sudiana MSi menjelaskan, Purnama atau bulan penuh adalah payogan Sang Hyang Candra (bulan). Saat bulan penuh, vibrasi suci akan terpancar dari sinar rembulan. Maka saat itulah dianggap tepat untuk melakukan tapa, brata, yoga dan samadhi untuk pengendalian serta introspeksi diri.
Dengan demikian, dari pengendalian diri yang baik akan meningkatkan spiritual menjadi lebih bagus. “Inti dari rahina Purnama adalah kita melakukan penyucian diri melalui pengendalian diri yang bisa dilakukan dengan jalan tapa brata yoga semadhi. Sebab saat Purnama, mendorong nafsu dalam diri itu jadi tinggi, sehingga perlu dikendalikan. Jika pengendalian sudah bagus melalui jalan itu, pikiran akan terpusat kepada Tuhan. Otomatis nafsu itu akan kalah,” ujar Prof Sudiana yang saat dikonfirmasi, Selasa (30/1) kemarin tengah berada di Jakarta.
Apalagi, kata dia, Purnama kali ini bersamaan dengan gerhana bulan. Pihaknya menyebut Purnama ini sebagai Purnama Siddhi, dengan harapan umat bisa memanfaatkan momen ini untuk melakukan penyucian diri lebih dalam. Ini harus dilakukan dengan kesungguhan sehingga tingkat spiritual semakin tinggi.
“Apalagi Purnama dibarengi gerhana. Jika tapa brata yoga semadhi dilakukan lebih khusuk, maka spiritual akan semakin bagus. Selain menyucikan diri, pada saat gerhana bulan orang diberikan kesempatan untuk berdana punia. Sebab dalam kitab disebutkan, jika dana punia saat gerhana, akan dikembalikan 100 kali lipat oleh para dewa,” terangnya.
Pada purnama yang terbilang cukup langka kali ini, Prof Sudiana yang juga Rektor IHDN Denpasar ini lebih menekankan esensi dari perayaan purnama itu sendiri untuk peningkatan spiritual diri. Terkait upakara khusus, pihaknya pun tidak menyarankan upakara yang berat-berat. Upakara cukup dengan sarana seperti perayaan purnama biasanya, ditambah dengan menghaturkan pejati di padmasana. “Umat Hindu bisa menambahkan banten pejati di Padmasana, atau minimal di sanggah, memohon kepada Ida Sang Hyang Candra untuk kerahayuan, untuk kegembiraan. Karena sifat Candra itu kan bergembira, menerangi. Semoga semua mahluk berbahagia,” imbuhnya. Akan lebih baik lagi, kata Prof Sudiana, bila umat melakukan pembersihan diri berupa malukat terlebih dahulu.
Malukat bisa dilakukan di sumber mata air terdekat, campuhan, ataupun segara. Bila memungkinkan, umat juga bisa melakukan Tirtha Yatra ke pura-pura baik Dang Kahyangan maupun Sad Kahyangan. “Selain untuk spiritual dalam diri, kita juga berdoa untuk alam semesta. Mari kita bersama-sama juga memohon kepada Bhatara Gunung Agung agar erupsi yang terjadi tetap membawa berkah bagi semesta,” tandasnya. *ind
DENPASAR, NusaBali
Fenomena astronomi super blue blood moon yang akan terjadi pada Purnama Kawulu yang jatuh pada Buda Umanis Prangbakat, Rabu (31/1) malam ini, disebut-sebut sebagai momen langka. Sebab fenomena itu akan mengkombinasikan tiga fenomena alam secara bersamaan, yaitu blue moon (bulan biru), super moon (bulan super besar) dan total lunar eclipse (gerhana bulan total). Konon, kombinasi tiga fenomena alam ini terakhir kali terjadi pada 150 tahun silam.
Blue moon dalam fenomena super blue blood moon juga terbilang kejadian langka. Karena ini merupakan bulan purnama kedua yang terjadi dalam satu bulan Januari 2018. Selama ini, hanya satu kali saja terjadi bulan purnama dalam satu bulan.
Menanggapi fenomena langka tersebut, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Prof Dr IGN Sudiana MSi menjelaskan, Purnama atau bulan penuh adalah payogan Sang Hyang Candra (bulan). Saat bulan penuh, vibrasi suci akan terpancar dari sinar rembulan. Maka saat itulah dianggap tepat untuk melakukan tapa, brata, yoga dan samadhi untuk pengendalian serta introspeksi diri.
Dengan demikian, dari pengendalian diri yang baik akan meningkatkan spiritual menjadi lebih bagus. “Inti dari rahina Purnama adalah kita melakukan penyucian diri melalui pengendalian diri yang bisa dilakukan dengan jalan tapa brata yoga semadhi. Sebab saat Purnama, mendorong nafsu dalam diri itu jadi tinggi, sehingga perlu dikendalikan. Jika pengendalian sudah bagus melalui jalan itu, pikiran akan terpusat kepada Tuhan. Otomatis nafsu itu akan kalah,” ujar Prof Sudiana yang saat dikonfirmasi, Selasa (30/1) kemarin tengah berada di Jakarta.
Apalagi, kata dia, Purnama kali ini bersamaan dengan gerhana bulan. Pihaknya menyebut Purnama ini sebagai Purnama Siddhi, dengan harapan umat bisa memanfaatkan momen ini untuk melakukan penyucian diri lebih dalam. Ini harus dilakukan dengan kesungguhan sehingga tingkat spiritual semakin tinggi.
“Apalagi Purnama dibarengi gerhana. Jika tapa brata yoga semadhi dilakukan lebih khusuk, maka spiritual akan semakin bagus. Selain menyucikan diri, pada saat gerhana bulan orang diberikan kesempatan untuk berdana punia. Sebab dalam kitab disebutkan, jika dana punia saat gerhana, akan dikembalikan 100 kali lipat oleh para dewa,” terangnya.
Pada purnama yang terbilang cukup langka kali ini, Prof Sudiana yang juga Rektor IHDN Denpasar ini lebih menekankan esensi dari perayaan purnama itu sendiri untuk peningkatan spiritual diri. Terkait upakara khusus, pihaknya pun tidak menyarankan upakara yang berat-berat. Upakara cukup dengan sarana seperti perayaan purnama biasanya, ditambah dengan menghaturkan pejati di padmasana. “Umat Hindu bisa menambahkan banten pejati di Padmasana, atau minimal di sanggah, memohon kepada Ida Sang Hyang Candra untuk kerahayuan, untuk kegembiraan. Karena sifat Candra itu kan bergembira, menerangi. Semoga semua mahluk berbahagia,” imbuhnya. Akan lebih baik lagi, kata Prof Sudiana, bila umat melakukan pembersihan diri berupa malukat terlebih dahulu.
Malukat bisa dilakukan di sumber mata air terdekat, campuhan, ataupun segara. Bila memungkinkan, umat juga bisa melakukan Tirtha Yatra ke pura-pura baik Dang Kahyangan maupun Sad Kahyangan. “Selain untuk spiritual dalam diri, kita juga berdoa untuk alam semesta. Mari kita bersama-sama juga memohon kepada Bhatara Gunung Agung agar erupsi yang terjadi tetap membawa berkah bagi semesta,” tandasnya. *ind
1
Komentar