nusabali

Guru Masa Kini

  • www.nusabali.com-guru-masa-kini

Antara Tantangan dan Harapan

Sejak saat itulah, lagu “Guru Omar Bakri” nya Iwan Fals sudah tidak pernah terdengar. Mungkin karena sudah tidak relevan lagi dengan sisi-sisi kehidupan guru. Fakta menunjukkan seperti itu. Tak ada lagi guru membawa sepeda pancal/ontel ke sekolah. Motor-motor terbaru menjadi tidak asing lagi parkir di halaman sekolah. Mobil juga seakan bukan lagi menjadi barang yang istimewa bagi sebagian guru (utamanya yang memiliki usaha sampingan). Struktur gaji pun terus diperbaiki dan ditingkatkan (umumnya setiap tahun usai perayaan HUT RI). Pemerintah daerah pun turut memberikan sedikit perhatian sesuai kemampuan daerah masing-masing karena amanat undang-undang. Bagi guru yang belum sertifikasi, pemerintah juga memberikan tunjangan nonsertifikasi. Guru-guru mulai mendapat “tanda jasa” yang layak atas jasa-jasanya. 

Atas dasar itu pula mungkin menyebabkan larik terakhir lagu “Hymne Guru”;  “Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa”; berubah menjadi   “Engkau patriot pahlawan bangsa pembangun insan cendekia”. Hal itu baru saya sadari pada saat perayaan Hari Guru Nasional (HGN) dan HUT PGRI ke-72 pada tanggal 25 November 2017, padahal katanya perubahan itu sudah disepakati dan ditandatangani cukup lama, yaitu pada tanggal 27 November 2007 dan disaksikan oleh Dirjen PMPTK Depdiknas dan ketua Pengurus Besar PGRI. Guru “golden generation”  pun turut merasakan nikmatnya berkah berbagai tunjangan. Ada yang menikmatinya beberapa tahun, ada pula yang masih sampai kini. Yang jelas, para “golden generation” kini satu-persatu mulai mengalami purna tugas alias pensiun, yang secara otomatis tidak berhak lagi menikmati tunjangan tersebut. 

Peraturan penetapan sertifikasi pun kembali berubah dan semakin sulit. Harapan guru-guru muda untuk menikmati tunjangan profesi berhadapan dengan kenyataan akan sulitnya aturan. UKG yang dilaksanakan tahun 2016 kemarin, tak dinyana menjadi salah satu penentu pemanggilan PLPG. Guru-guru dengan nilai UKG 65 ke atas secara bergelombang dipanggil untuk mengikuti pelatihan di perguruan tinggi yang direkomendasi oleh pemerintah. Ada juga yang nilainya di bawah itu tetapi karena pendidikannya sudah S-2, mereka bisa ikut melalui jalur prestasi untuk PLPG. Usai menjalani PLPG tidak menjamin bahwa mereka akan mendapatkan sertifikat pendidik, jika nilai UN-nya di bawah 80. 

Sungguh suatu perjuangan yang teramat berat. Walaupun organisasi (PGRI) sudah berjuang untuk menghapus aturan tersebut atau setidaknya menurunkan standar kelulusan UN tersebut, nyatanya aturan seperti itu masih tetap berjalan. Dan, yang paling “tragis” adalah kisah-kisah yang dialami oleh guru-guru yang nilai UKG-nya di bawah 65. Saya katakan tragis karena mereka tidak lagi mendapatkan peluang untuk PLGP, tetapi diwajibkan untuk mengikuti pendidikan PPG itu pun jika dinyatakan lulus  pretest secara online. Menurut cerita teman saya yang ikut pretest, soal-soal pretest tersebut tidaklah mata pelajaran yang diampu saja, tetapi justru berisi beraneka soal dari berbagai mata pelajaran lain. Alhasil, teman-teman yang ikut tes yang saya tanya hampir semua mengaku tidak lulus. Untuk sementara, pupuslah sudah harapan mereka untuk menjejak jalan meraih sertifikat pendidik sebagai syarat pengusulan tunjangan profesi guru.

Dampak dari nikmatnya sertifikasi, berbagai aturan turut memagarinya. Guru-guru masa kini (utamanya yang sudah sertifikasi) diwajibkan: 1) Mengajar 24 jam tatap muka pada mata pelajaran yang linier dengan sertifikat pendidiknya. Hal ini berdampak pada beberapa guru yang terpaksa lari ke beberapa sekolah untuk mencari tambahan jam mengajar agar sertifikasinya bisa dibayar. 2) Masalah kehadiran juga menjadi bahan pertimbangan, sehingga guru-guru (utamanya di Bali) menjadi dilema antara profesi, adat dan tradisi. 3) Adminstrasi guru pun “seabreg” (21 item) yang harus dimiliki oleh guru. Dampaknya, guru terkadang menjadi sibuk menyiapkan administrasi lalu mengabaikan tugas mengajar. 4) Kurikulum yang terus berubah atau direvisi juga turut menyibukkan guru untuk menyesuaikan administrasinya. 5) Berbagai sistem E- mulai diterapkan (EUPNS, E-Pajak, E-Rapot, E-Absensi) dan mungkin akan muncum E- yang lainnya. 6) Aturan kenaikan pangkat pun semakin ketat. Golongan III-b ke atas, jika ingin naik pangkat setingkat lebih tinggi harus memiliki nilai pengembangan diri dari karya inovatif, karya tulis ilmiah, sampai tulisan di jurnal ilmiah.

Guru-guru di masa kini berhadapan dengan berbagai tantangan yang luar biasa dari berbagai aturan. Guru-guru “golden generation” pun turut merasakan. Ada yang mampu menyesuaikan, ada pula yang menunggu uluran tangan. Guru-guru muda yang terbiasa dengan IT mungkin tidak ada masalah dengan berbagai tuntutan administrasi dan penerapan sistem berbasis E-, tetapi mereka menghadapi ketatnya aturan untuk menggapai impian turut merasakan nikmatnya tunjangan profesi. Bagi yang sudah menerima tunjangan profesi, pembayarannya pun tidak selalu mulus. “Hantu” mutasi pun turut membayangi dalam bertugas sehingga terkadang mengganggu kenyamanan dalam bekerja. Tetapi, itulah fakta dan realita yang harus dihadapi guru-guru masa kini, antara tantangan dan harapan.

Jika dikaitkan dengan pesan Presiden Jokowi pada acara HGN dan HUT PGR-72 di Stadion Candrabhaga Bekasi, 2 Desember 2017 tentulah semua persyaratan di atas kurang sesuai. Hal itu disebabkan karena pada saat itu Presiden berpesan, seperti berikut ini: 1) Tunjangan profesi guru harus tepat waktu.            2) urusan sertifikasi, inpassing dan administrasi guru harus disederhanakan.         3) Tatakelola guru harus dibuat sederhana, seefektif mungkin. 4) Pemerintah tidak akan meninggalkan guru-guru yang telah mengabdi kepada negara.
Apakah pesan Bapak Presiden Jokowi akan terealisasi? Menarik untuk kita tunggu sambil mengahafalkan syair lagu “Hymne Guru” yang baru agar tidak salah ucap di HGN dan HUT PGRI mendatang.

Rujukan :
1. Undang-Undang RI No. 14 Th. 2005 tentang Undang-Undang Guru dan Dosen.
2. Permendiknas No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
3. https://www.youtube.com/watch?v=yyOcHZgfHnM

Penulis : I Wayan Kerti


*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Komentar