nusabali

Puri Kantor Suguhkan Pentas Seni Siang

  • www.nusabali.com-puri-kantor-suguhkan-pentas-seni-siang

Sanggar Paripurna, Desa Bona, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, menampilkan pertunjukan multiseni di Puri Kantor Ubud, Rabu (31/1).

GIANYAR, NusaBali

Pertunjukan dimaksudkan sebagai pengaktivan kegiatan puri sebagai salah satu objek wisata. Kesenian yang ditampilkan melibatkan seniman Made Sidia. Dia mengkemas seni dalam bentuk garapan gabungan seni rupa, seni tari, dan seni suara.

Ditemui usai pertunjukan, Made Sidia mengatakan ide garapan ini bermula dari Manajer Desa Visesa Ubud. “Saya dengan Petter diminta untuk membuat garapan yang berbeda dari biasanya. Nah saat diskusi, muncullah ide Siwa Nataraja Bali Unmasked ini. Sebagai suguhan kepada wisatawan agar makin cinta Bali,” jelasnya.

Dijelaskan, garapan ini terinspirasi dari bencana erupsi Gunung Agung. Dimana saat terjadi erupsi, semua pihak panik. Bandara tutup, wisatawan tidak bisa masuk maupun keluar Bali. Sementara warga Karangasem lari tunggang langgang untuk mengungsi. Kondisi itu, diibaratkan oleh Made Sidia sama halnya ketika Dewa Siwa marah hingga berubah menjadi Kala Ludra. Sementara Dewi Uma, berubah menjadi Dewi Durga. “Saat itu, kekacauan terjadi. Ketika sedetik pun manusia tidak bisa mengontrol emosi, maka bisa berperilaku seperti binatang, raksasa, bahkan pembunuh,” terangnya.

Dalam kondisi kacau inilah, para dewa menjelma menjadi penari. Dewa Brahma sebagai Topeng Bang, Dewa Wisnu sebagai Penari Telek, Dewa Iswara menjadi Barong, Dewa Bayu sebagai dalang. “Semuanya menari, hingga pelan-pelan, emosi Kala Ludra menjadi stabil. Kembali menjadi Siwa Mahadewa. Dewi Durga pun kembali menjadi Dewi Uma,” jelasnya.

Hal yang dapat dimaknai dari garapan ini adalah, bagaimana manusia bisa mengendalikan emosi. Bahwa seni tari, seni rupa maupun seni suara terbukti mampu menangkal emosi. “Coba saat kita emosi, dengarkan musik pelan-pelan pasti marahnya hilang,” sarannya.

Ditambahkan Made Sidia, pertunjukan Siwa Nataraja ini akan digelar secara berkala. “Tiga bulan pertama akan digelar tiga kali dalam seminggu. Kamis, Sabtu dan Minggu. Seandainya ini sukses, kami akan dikontrak selama setahun. Pentasnya setiap hari,” jelasnya. Pemilihan waktu pementasan mulai pukul 11.00 Wita pun bukan tanpa alasan. Satu sisi pihaknya tidak ingin berebut kue dengan pementasan kesenian lain di Ubud dan sekitarnya. Sisi lain, menjelang jam makan siang memang tidak ada pementasan di kawasan Ubud. “Kami sadari Bali ini gudangnya seni. Maka itu kami tidak mau merebut lahan lain. Kami coba siang hari karena disini kebetulan gak ada pertunjukan jam 11 siang. Pada jam ini, dominan wisatawan lalu lalang sambil cari tempat makan siang,” terangnya.

Direktur Operasional Desa Visesa Ubud I Nyoman Sugiarta, pertunjukkan lain juga akan digelar pada sore hari pukul 17.00 Wita di Desa Visesa Ubud. “Sore harinya tamu bisa menikmati pertunjukan seni bertajuk Dewi Sri, di antara pematang sawah,” jelasnya. Pihaknya berharap, wisatawan yang berkunjung ke Ubud merasakan suasana berbeda dengan adanya dua kesenian ini. *nvi

Komentar