Dewan Sidak Genangan Air Mirip 'Danau' di Kediri
Komisi II dan IV DPRD Tabanan sidak ke genangan air hujan menyerupai ‘danau’ di Banjar Sema, Desa Kediri, Kecamatan Kediri, Kamis (1/2) pagi.
TABANAN, NusaBali
Genangan air hujan yang seluas 2,5 hektare itu merupakan bekas galian pencetakan batu bata milik masyarakat. Karena dikhawatirkan membawa dampak penyakit dan membahayakan, dewan minta pemerintah menghentikan aktivitas tersebut.
Sidak yang dipimpin Ketua Komisi II Anak Agung Nyoman Dharma Putra dan Ketua Komisi IV I Made Dirga berlangsung dari pukul 08.30 sampai 10.00 Wita. Sidak juga diikuti Kepala BPBD Tabanan I Gusti Ngurah Sucita, Kepala DLH Tabanan Anak Agung Raka Icwara, Kepala Dinas Kesehatan dr Nyoman Suratmika, staf Dinas PU, Camat Kediri I Made Murdika dan jajarannya.
Pantauan di lapangan, 5 kamar kos-kosan milik warga Ni Made Sudiasih, 50, warga Banjar Pande, Desa Kediri, halamannya terendam. Bahkan, akibat genangan air tersebut, kandang ternak warga yang berisi sapi, babi, ayam, ternaknya terpaksa dijual.
Sejatinya lahan seluas 2 ha itu milik 4 orang warga, I Made Suatra, I Made Tika, dan I Made Martana warga Banjar Pande, Desa Kediri, dan I Ketut Suparta dari Banjar Tanjuk Bungkak, Desa Kediri. Keempat warga menggunakan lahan tersebut sebagai tempat pencetakan batu bata. Namun karena tergenang air hujan sejak dua bulan lalu, aktivitas pembuatan batu bata dihentikan alias pemilik nganggur.
Untuk mencarikan solusi, Made Dirga sempat beda pendapat dengan Raka Icwara. Raka Icwara mengharapkan warga berkomitmen melakukan penghijauan jika bekas galian itu diuruk. Supaya tidak percuma, dibantu pengurukan tapi aktivitas pembuatan batu bata kembali dilakukan.
Sedangkan Made Dirga mendesak agar warga hentikan dulu aktivitasnya. Sebab kalau dibiarkan terlalu lama ini akan menjadi sarang penyakit. “Jadi harus berkomitmen gimana jelasnya. Saya minta pemerintah jangan lala lele, ini berdampak luas jika dibiarkan lama,” tegas Made Dirga.
Made Dirga menyarankan solusi awal dengan menebar ikan. “Semua pihak harus konsen, kalau misalnya akan diuruk harus ada koordinasi dengan masyarakat, camat, desa, semua harus berkoordinasi. Yang jelas jangan terlalu lama nanti bisa jadi sarang penyakit di sini,” tandasnya.
Sementara itu, Kelian Dinas Banjar Sema I Made Suatra, mengatakan usaha pencetakan batu bata ini sudah ada sejak lama, semenjak dia belum lahir. Karena dari dulu masyarakat mayoritas warga Banjar Sema bermatapencaharian sebagai pencetak batu bata.
Terkait dengan genangan air yang merendam usaha pencetakan, kalau musim hujan pemandangan seperti ini sudah biasa. Kalau musim kering, lahan ini akan kering.
Sementara itu pemilik kos yang ada di sebelah timur genangan air tersebut merasa terganggu. Hal itu karena bagian teras kos berjumlah 5 kamar terendam. “Yang kos sudah banyak yang ingin pindah, karena terendam sejak dua bulan lalu, tetapi tidak sampai ke dalam kamar,” ujar Ni Made Sudiasih warga Banjar Pande, Desa Kediri.
Dia mengaku penghuni kos mengeluh, karena sulit beraktivitas. Terutama parkir motor tidak bisa karena teras kos tergenang air sampai sebetis orang dewasa. “Kos saya murah, Rp 300 ribu per bulan, mudah-mudahan mereka betah tinggal di sini sembari nunggu air surut,” ucap Sudiasih. *d
Sidak yang dipimpin Ketua Komisi II Anak Agung Nyoman Dharma Putra dan Ketua Komisi IV I Made Dirga berlangsung dari pukul 08.30 sampai 10.00 Wita. Sidak juga diikuti Kepala BPBD Tabanan I Gusti Ngurah Sucita, Kepala DLH Tabanan Anak Agung Raka Icwara, Kepala Dinas Kesehatan dr Nyoman Suratmika, staf Dinas PU, Camat Kediri I Made Murdika dan jajarannya.
Pantauan di lapangan, 5 kamar kos-kosan milik warga Ni Made Sudiasih, 50, warga Banjar Pande, Desa Kediri, halamannya terendam. Bahkan, akibat genangan air tersebut, kandang ternak warga yang berisi sapi, babi, ayam, ternaknya terpaksa dijual.
Sejatinya lahan seluas 2 ha itu milik 4 orang warga, I Made Suatra, I Made Tika, dan I Made Martana warga Banjar Pande, Desa Kediri, dan I Ketut Suparta dari Banjar Tanjuk Bungkak, Desa Kediri. Keempat warga menggunakan lahan tersebut sebagai tempat pencetakan batu bata. Namun karena tergenang air hujan sejak dua bulan lalu, aktivitas pembuatan batu bata dihentikan alias pemilik nganggur.
Untuk mencarikan solusi, Made Dirga sempat beda pendapat dengan Raka Icwara. Raka Icwara mengharapkan warga berkomitmen melakukan penghijauan jika bekas galian itu diuruk. Supaya tidak percuma, dibantu pengurukan tapi aktivitas pembuatan batu bata kembali dilakukan.
Sedangkan Made Dirga mendesak agar warga hentikan dulu aktivitasnya. Sebab kalau dibiarkan terlalu lama ini akan menjadi sarang penyakit. “Jadi harus berkomitmen gimana jelasnya. Saya minta pemerintah jangan lala lele, ini berdampak luas jika dibiarkan lama,” tegas Made Dirga.
Made Dirga menyarankan solusi awal dengan menebar ikan. “Semua pihak harus konsen, kalau misalnya akan diuruk harus ada koordinasi dengan masyarakat, camat, desa, semua harus berkoordinasi. Yang jelas jangan terlalu lama nanti bisa jadi sarang penyakit di sini,” tandasnya.
Sementara itu, Kelian Dinas Banjar Sema I Made Suatra, mengatakan usaha pencetakan batu bata ini sudah ada sejak lama, semenjak dia belum lahir. Karena dari dulu masyarakat mayoritas warga Banjar Sema bermatapencaharian sebagai pencetak batu bata.
Terkait dengan genangan air yang merendam usaha pencetakan, kalau musim hujan pemandangan seperti ini sudah biasa. Kalau musim kering, lahan ini akan kering.
Sementara itu pemilik kos yang ada di sebelah timur genangan air tersebut merasa terganggu. Hal itu karena bagian teras kos berjumlah 5 kamar terendam. “Yang kos sudah banyak yang ingin pindah, karena terendam sejak dua bulan lalu, tetapi tidak sampai ke dalam kamar,” ujar Ni Made Sudiasih warga Banjar Pande, Desa Kediri.
Dia mengaku penghuni kos mengeluh, karena sulit beraktivitas. Terutama parkir motor tidak bisa karena teras kos tergenang air sampai sebetis orang dewasa. “Kos saya murah, Rp 300 ribu per bulan, mudah-mudahan mereka betah tinggal di sini sembari nunggu air surut,” ucap Sudiasih. *d
Komentar