26 Perempuan Muda Jadi Korban Human Trafficking
Petugas sudah tangkap 5 tersangka, termasuk pemilik kafe, pencari korban, dan pembuat dokumen palsu di Jawa Barat.
Jadi Waitress Tanpa Gaji, Disekap di Kafe Kawasan Mengwi
MANGUPURA, NusaBali
Jajaran Polsek Mengwi berhasil membongkar jaringan pelaku human trafficking (perdagangan manusia) lintas provinsi, setelah dilakukan penggerebekan di Kafe Shinta, kawasan Banjar Gegeran, Desa Baha, Kecamatan Mengwi, Badung. Dari penggerebekan kafe berlantai II tersebut, polisi menemukan 26 perempuan muda korban dugaan human trafficking, yang disekap dalam salah satu ruangan di Lantai II.
Penggerebekan Kafe Shinta milik I Made Saduarsa, 47, di Banjar Gegeran, Desa Baha, Kecamatan Mengwi tersebut sudah dilakukan polisi 16 November 2015 lalu, namun baru diungkap ke media, Kamis (4/2). Saat penggerebekan, 26 perempuan muda korban human trafficking ditemukan dalam kondisi terkurung di satu ruangan. Mereka pun dibawa ke Mapolsek Mengwi. Demikian pula pemilik Kafe Shinta, Made Sadurasa yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Dari 26 perempuan yang diamankan melalui penggerebekan di Kafe Shinta, Sabtu (16/11/2015) sore sekitar pukul 16.00 Wita itu, 3 orang di antaranya masih bawah umur. Mereka masing-masing SFz, 14 (asal Bandung, Jawa Barat), SFk, 15 (asal Cimahi, Jawa Barat), dan CGt, 17 (asal Pematang Siantar, Sumatra Utara). Ketiganya diketahui sudah 6 bulan dipekerjakan sebagai waitress di Kafe Shinta.
Sedangkan 23 korban linnya merupakan perempuan dewasa yang berusia kisaran 20-35 tahun.Semuanya berasal dari luar Bali, yakni Jihan Meliana, Neng Reni Muliaty, Veti Dewi Septriaana, Fany Sulastri, Andi Angraeni, Verawati, Tary Tridayanti, Angie Friyanty, Rairin Arnesta, Risma Puspita Sary, Dea Destiani, Rani Nurmalasari, Tiara Nofianti, Inda Lestari, Eneng Rosana, Epa Ardianti, Ai Ratna, Theresia Purba, Selawati, Aida Putri Pratiwi, serta Mrs X (identitasnya belum jelas), Mrs X, dan Mrs X.
Kapolsek Mengwi, Kompol Nengah Sumadi, mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan, 26 perempuan yang sebagian besar asal Jawa Barat tersebut telah jadi korban perdagangan manusia. Indikasinya, ada beberapa wanita yang masih di bawah umur dipekerjakan menjadi waitress. Selain itu, kebebasan para pekerja juga dikekang, dengan cara disekap dalam ruangan untuk batas waktu yang ditentukan oleh pemilik kafe.
“Aturannya dibuat semau pemilik kafe. Para wanita pekerja waitress itu disekap lantaran pemilik kafe takut mereka kabur dan memberitahukan keberadaannya,” jelas Kapolsek Nengah Sumadi dalam keterangan persnya di Mapolsek Mengwi, Kamis kemarin.
Dia menambahkan, waktu penyekapan para korban dilakukan oleh pemilik kafe sejak dinihari pukul 04.00 Wita (usai bekerja) hingga siang pukul 12.00 Wita. Setelah itu, para korban dibiarkan santai, namun tetap tidak boleh keluar dari gerbang. Malamnya, para waitress ini bekerja lagi melayani pengunjung mulai pukul 20.00 Wita hingga dinihari pukul 03.00 Wita.
“Mereka benar-benar dieksploitasi. Banyak aturan yang dibuat tersangka (pemilik kafe), dengan memoroti kantong para wanita itu. Para korban tidak digaji, tapi hanya dihonor berdasarkan jumlah botol minuman keras yang dipesan para tamunya. Mereka biasanya dihinor Rp 11.000 per botol Beer yang diteguk tamu,” urai Kapolsek Nengah Sumadi.
Terbongkarnya kasus dugaan human trafficking di Kafe Shanti itu sendiri berawal dari laporan warga ke polisi. Dalam laporannya, warga menyatakan ada puluhan wanita muda yang diduga disekap di Kafe Shinta milik Made Saduarsa di Banjar Gegeran, Desa Baha, Keamatan Mengwi. Bahkan, ada gadis yang masih di bawah umur dipekerjakan di sana.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Unit Reskrim Polsek Mengwi langsung melakukan penyelidikan. Dari penyelidikan selama dua hari yang dilakukan sejak 14 November 2015, polisi menemukan adanya indikasi perdagangan manusia di Kafe Shinta. Meski sudah mencium ‘aroma’ human trafficking, polisi tidak serta merta melakukan penggerebekan.
Pasalnya, 26 wanita kafe diketahui masih dibekap dalam ruangan Lantai II, sementara pintu gerbang dikunci dari luar. Para waitress kafe ini hanya dapat beraktivitas dalam ruangan serbaguna yang dijaga oleh petugas security.
Kemudian, 15 November 2015 sore sekitar pukul 17.00 Wita, petugas Unit Intel Polsek Mengwi melakukan penyamaran dengan jadi tamu ke Kafe Shinta. Mereka mencari informasi lebih dalam terkait adanya indikasi perdagangan manusia. Benar saja, dari hasil pengintaian di dalam kafe tersebut, ditemukan adanya praktek perdagangan dan ekspolitasi manusia.
Maka, keseokan harinya yakni 16 November 2015 sore sekitar pukul 16.00 Wita, jajaran Polsek Mengwi langsung melakukan penggerebekan dengan membuka paksa pintu sarbaguna di Lantai II Kafe Shina yang dijadikan tempat penyekapan 26 wanita muda tersebut. Selanjutnya, para korban langsung dibawa ke Makopolsek Mengwi untuk pemeriksaan. Mereka diamankan berikut sejumlah barang bukti penunjang.
Selanjutnya...
1
2
Komentar