Perbekel Akan Diminta Susun Draf Pararem Ketentuan Memelihara Anjing
Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng memetakan kembali zona rabies, menyusul meninggalnya Ketut Wijaya, 50, warga Banjar Dinas Kajanan, Desa/Kecamatan Tejakula, Buleleng, akibat positif gigitan rabies pada Kamis (1/2) lalu.
Kasus Rabies Renggut Korban Jiwa di Tejakula, Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Dari hasil pendataan, Desa/Kecamatan Tejakula selain masuk dalam zona merah rabies juga memiliki populasi anjing yang sangat tinggi. Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Buleleng drh I Wayan Susila, mengatakan sesuai data dari petugas kecamatan, populasi anjing di Desa/Kecamatan Tejakula mencapai 1.500 ekor. Anjing-anjing tersebut tersebar di sepuluh banjar dinas yang ada dengan 16.000 populasi penduduk. Sebagai perbandingan, populais anjing di Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, tercatat sebanyak 800 ekor.
“Memang angka populasi anjingnya di sana (Tejakula) sangat tinggi. Artinya angka kelahiran anjing setelah vaksinasi massal yang kami laksanakan tahun lalu dengan capaian 85 persen juga sangat tinggi, ini sangat berisiko rabies,” kata Susila, Sabtu (3/2). Selain dikarenakan faktor populasi anjing, kewaspadaan masyarakat pada ancaman rabies juga sudah menurun.
Hal tersebut dibuktikan dengan pengabaian gigitan oleh korban Wijaya yang tidak melapor atau suntik VAR ke puskesmas maupun ke petugas lapangan dan aparat terkait. Susila merinci lebih dalam yang menjadi faktor utama penyebaran rabies pada anjing, karena kesadaran masyarakat dalam memelihara anjing dengan baik dan bertanggungjawab masih sangat rendah.
Banyak anjing yang dilepasliarkan dan tidak dipedulikan kesehatan dan pemeliharaannya. Sehingga anjing-anjing itu sangat rentan terjangkiti rabies yang dibawa anjing liar. Anjing pembawa rabies diduga Susila berasal dari daerah pedalaman desa. Di sana ada banyak masyarakat yang tidak mengerti bahayanya rabies dan bagaimana berupaya mengurangi risiko rabies.
Melihat situasi tersebut pihaknya sudah berkoordinasi dengan perbekel untuk melakukan eliminasi tertarget. Dari hasil koordinasi jadwal sementara akan dilaksanakan pada Jumat (9/2) mendatang.
“Yang ditakutkan akan ada kasus yang sama terulang lagi, meski sampai saat ini belum ada masyarakat yang melaporkan dirinya pernah digigit anjing liar. Tetap kami akan lakukan langkah antisipasi,” imbuhnya.
Untuk antisipasi jangka panjang pihaknya juga sudah mengkomunikasikan kepada perbekel setempat untuk menyusun draf pararem ketentuan pemeliharaan anjing di desa. Sehingga tujuan menekan populasi anjing liar dan perilaku pemeliharaan anjing yang tidak baik serta tidak bertanggungjawab dapat dihindari.
Sementara dari hasil penelusuran, anjing liar yang menggigit korban Wijaya diduga sudah mati. Sebab anjing yang terjangkit rabies, ketika sudah dapat menggigit maksimal dapat bertahan sepuluh hari. Lalu penyakit rabiesnya akan ditularkan kepada yang digigit. Belajar dari kasus Wijaya, Susila berharap masyarakat Tejakula sekarang dan ke depannya untuk lebih peduli keselamatan jiwa dari ancaman virus rabies yang mematikan.
Masyarakat diminta lebih aktif melaporkan dirinya jika pernah tergigit anjing, dan mulai membenahi pola pemeliharaan anjing yang sehat dan bertanggungjawab. Mulai dari mengendalikan jumlah anjing yang dipelihara dan memberikan mereka jaminan makan dan kesehatan yang baik serta tidak dilepasliarkan.
Sebelumnya diberitakan Ketut Wijaya, 50, warga Banjar Dinas Kajanan, Desa/Kecamatan Tejakula, Buleleng, menghembuskan napas terakhir di ruang isolasi RSUD Buleleng, Kamis (1/2) sekitar pukul 14.45 Wita. Dia dikatakan sebagai korban positif gigitan rabies yang diabaikannya dan tidak sempat tervaksin setelah digigit anjing sebulan yang lalu.
Korban Wijaya dilarikan ke RSUD Buleleng di Jalan Ngurah Rai Singaraja, Kamis dinihari sekitar pukul 00.30 Wita, karena kondisinya drop. Namun, korban hanya sempat selama 14 jam dirawat di Ruang Isolasi RSUD Buleleng, sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir, siang sekitar pukul 14.45 Wita.
Istri korban, Ketut Suartini, 49, menceritakan almarhum suaminya memang memiliki riwayat tergigit anjing, sebulan yang lalu. Namun dia tidak tahu persis tanggal dan di mana suaminya digigit anjing. “Sekitar sebulan lalu, suami saya memang sempat bilang digigit anjing di betis kiri. Saya baru tahu keesokan harinya, setelah almarhum minta minyak bokasi untuk dioleskan di lukanya,” kata Ketut Suartini saat ditemui di rumah duka kawasan Banjar Kajanan, Desa Tejakula, Jumat (2/2).
Menurut Suartini, luka gigitan anjing yang dialami suaminya tidak parah. Almarhum dan keluarganya pun mengabaikan begitu saja, meskipun itu luka gigitan anjing liar yang tidak diketahui asal-usulnya. Almarhum juga tidak sempat disuntik VAR (vaksin anti rabies). *k23
SINGARAJA, NusaBali
Dari hasil pendataan, Desa/Kecamatan Tejakula selain masuk dalam zona merah rabies juga memiliki populasi anjing yang sangat tinggi. Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Buleleng drh I Wayan Susila, mengatakan sesuai data dari petugas kecamatan, populasi anjing di Desa/Kecamatan Tejakula mencapai 1.500 ekor. Anjing-anjing tersebut tersebar di sepuluh banjar dinas yang ada dengan 16.000 populasi penduduk. Sebagai perbandingan, populais anjing di Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, tercatat sebanyak 800 ekor.
“Memang angka populasi anjingnya di sana (Tejakula) sangat tinggi. Artinya angka kelahiran anjing setelah vaksinasi massal yang kami laksanakan tahun lalu dengan capaian 85 persen juga sangat tinggi, ini sangat berisiko rabies,” kata Susila, Sabtu (3/2). Selain dikarenakan faktor populasi anjing, kewaspadaan masyarakat pada ancaman rabies juga sudah menurun.
Hal tersebut dibuktikan dengan pengabaian gigitan oleh korban Wijaya yang tidak melapor atau suntik VAR ke puskesmas maupun ke petugas lapangan dan aparat terkait. Susila merinci lebih dalam yang menjadi faktor utama penyebaran rabies pada anjing, karena kesadaran masyarakat dalam memelihara anjing dengan baik dan bertanggungjawab masih sangat rendah.
Banyak anjing yang dilepasliarkan dan tidak dipedulikan kesehatan dan pemeliharaannya. Sehingga anjing-anjing itu sangat rentan terjangkiti rabies yang dibawa anjing liar. Anjing pembawa rabies diduga Susila berasal dari daerah pedalaman desa. Di sana ada banyak masyarakat yang tidak mengerti bahayanya rabies dan bagaimana berupaya mengurangi risiko rabies.
Melihat situasi tersebut pihaknya sudah berkoordinasi dengan perbekel untuk melakukan eliminasi tertarget. Dari hasil koordinasi jadwal sementara akan dilaksanakan pada Jumat (9/2) mendatang.
“Yang ditakutkan akan ada kasus yang sama terulang lagi, meski sampai saat ini belum ada masyarakat yang melaporkan dirinya pernah digigit anjing liar. Tetap kami akan lakukan langkah antisipasi,” imbuhnya.
Untuk antisipasi jangka panjang pihaknya juga sudah mengkomunikasikan kepada perbekel setempat untuk menyusun draf pararem ketentuan pemeliharaan anjing di desa. Sehingga tujuan menekan populasi anjing liar dan perilaku pemeliharaan anjing yang tidak baik serta tidak bertanggungjawab dapat dihindari.
Sementara dari hasil penelusuran, anjing liar yang menggigit korban Wijaya diduga sudah mati. Sebab anjing yang terjangkit rabies, ketika sudah dapat menggigit maksimal dapat bertahan sepuluh hari. Lalu penyakit rabiesnya akan ditularkan kepada yang digigit. Belajar dari kasus Wijaya, Susila berharap masyarakat Tejakula sekarang dan ke depannya untuk lebih peduli keselamatan jiwa dari ancaman virus rabies yang mematikan.
Masyarakat diminta lebih aktif melaporkan dirinya jika pernah tergigit anjing, dan mulai membenahi pola pemeliharaan anjing yang sehat dan bertanggungjawab. Mulai dari mengendalikan jumlah anjing yang dipelihara dan memberikan mereka jaminan makan dan kesehatan yang baik serta tidak dilepasliarkan.
Sebelumnya diberitakan Ketut Wijaya, 50, warga Banjar Dinas Kajanan, Desa/Kecamatan Tejakula, Buleleng, menghembuskan napas terakhir di ruang isolasi RSUD Buleleng, Kamis (1/2) sekitar pukul 14.45 Wita. Dia dikatakan sebagai korban positif gigitan rabies yang diabaikannya dan tidak sempat tervaksin setelah digigit anjing sebulan yang lalu.
Korban Wijaya dilarikan ke RSUD Buleleng di Jalan Ngurah Rai Singaraja, Kamis dinihari sekitar pukul 00.30 Wita, karena kondisinya drop. Namun, korban hanya sempat selama 14 jam dirawat di Ruang Isolasi RSUD Buleleng, sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir, siang sekitar pukul 14.45 Wita.
Istri korban, Ketut Suartini, 49, menceritakan almarhum suaminya memang memiliki riwayat tergigit anjing, sebulan yang lalu. Namun dia tidak tahu persis tanggal dan di mana suaminya digigit anjing. “Sekitar sebulan lalu, suami saya memang sempat bilang digigit anjing di betis kiri. Saya baru tahu keesokan harinya, setelah almarhum minta minyak bokasi untuk dioleskan di lukanya,” kata Ketut Suartini saat ditemui di rumah duka kawasan Banjar Kajanan, Desa Tejakula, Jumat (2/2).
Menurut Suartini, luka gigitan anjing yang dialami suaminya tidak parah. Almarhum dan keluarganya pun mengabaikan begitu saja, meskipun itu luka gigitan anjing liar yang tidak diketahui asal-usulnya. Almarhum juga tidak sempat disuntik VAR (vaksin anti rabies). *k23
Komentar