Pusat Belanja Harus Tahu Minat Konsumen
Pusat perbelanjaan bila ingin tetap bertahan di era globalisasi dan media sosial seperti sekarang ini harus mampu benar-benar mengetahui minat konsumen yang kini didominasi generasi milenial.
JAKARTA, NusaBali
"Pengelola ritel harus memahami konsumen mereka," kata Head of Research JLL Indonesia James Taylor di Jakarta, Rabu (7/2). Menurut dia, meski ada sejumlah penutupan gerai ritel, hal tersebut tidak berarti menandakan masa senjakala bagi pusat perbelanjaan ibu kota. Sementara itu, Head of Retail JLL Indonesia Cecilia Santoso mengingatkan, sepanjang 2017, sektor makanan-minuman merupakan sektor ritel yang paling aktif. "Bahkan, pola ekspansinya tidak terbatas hanya sepanjang pusat perbelanjaan, namun juga berkembang di area residensial dan gedung perkantoran," paparnya.
Selain itu, ujar dia, adanya wacana terkait belanja daring juga dinilai sudah diantisipasi pengembang pusat perbelanjaan premium guna membuat komposisi pengelola gerai yang lebih menarik dan mampu menarik minat masyarakat untuk mengunjungi mal.
Sebelumnya, konsultan properti internasional Cushman & Wakefield menyoroti fenomena penutupan sejumlah ritel di beberapa lokasi pusat perbelanjaan, wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Rilis Cushman & Wakefield mengatakan bahwa penutupan sejumlah departemen store di Ibukota beberapa waktu lalu, seperti Matahari di Mal Taman Anggrek, Debenhams di Senayan City, dan Lotus di Thamrin, pada Kuartal IV 2017 menggarisbawahi tantangan yang dihadapi para peritel.
Namun, diketahui pula bahwa hal itu tidak terjadi pada peritel makanan dan minuman yang terus membuka sejumlah gerai seiring dengan melesatnya permintaan konsumen. Cushman & Wakefield mengatakan bahwa tingkat permintaan konsumen untuk bidang makanan dan minuman lebih kuat dibandingkan bidang pakaian dan elektronik. Dilaporkan juga bahwa sejumlah pusat ritel baru akan dibuka di kawasan Debotabek, seperti Vivo Sentul Mall (Bogor), Pollux Mall (Bekasi), dan Pesona Square (Depok).
Terkait dengan sektor perdagangan, anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Nur Purnamasidi mengingatkan agar pelaku bidang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perlu untuk dipermudah dalam mendapatkan akses modal dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta mengurangi angka ketimpangan nasional.
Menurut Nur Purnamasidi, selama ini strategi nasional yang dikembangkan masih belum terlalu mengembangkan kapasitas pengusaha UMKM agar mereka bisa naik kelas. Politisi Partai Golkar itu berpendapat bahwa hal tersebut dapat dilihat dari masih adanya pelaku UMKM yang masih tidak mudah memperoleh akses modal dari bank. Padahal, lanjut dia, para pengusaha tersebut ada yang produknya berkapasitas besar bahkan sampai ada yang sampai bisa mengekspor produknya.*ant
Selain itu, ujar dia, adanya wacana terkait belanja daring juga dinilai sudah diantisipasi pengembang pusat perbelanjaan premium guna membuat komposisi pengelola gerai yang lebih menarik dan mampu menarik minat masyarakat untuk mengunjungi mal.
Sebelumnya, konsultan properti internasional Cushman & Wakefield menyoroti fenomena penutupan sejumlah ritel di beberapa lokasi pusat perbelanjaan, wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Rilis Cushman & Wakefield mengatakan bahwa penutupan sejumlah departemen store di Ibukota beberapa waktu lalu, seperti Matahari di Mal Taman Anggrek, Debenhams di Senayan City, dan Lotus di Thamrin, pada Kuartal IV 2017 menggarisbawahi tantangan yang dihadapi para peritel.
Namun, diketahui pula bahwa hal itu tidak terjadi pada peritel makanan dan minuman yang terus membuka sejumlah gerai seiring dengan melesatnya permintaan konsumen. Cushman & Wakefield mengatakan bahwa tingkat permintaan konsumen untuk bidang makanan dan minuman lebih kuat dibandingkan bidang pakaian dan elektronik. Dilaporkan juga bahwa sejumlah pusat ritel baru akan dibuka di kawasan Debotabek, seperti Vivo Sentul Mall (Bogor), Pollux Mall (Bekasi), dan Pesona Square (Depok).
Terkait dengan sektor perdagangan, anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Nur Purnamasidi mengingatkan agar pelaku bidang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perlu untuk dipermudah dalam mendapatkan akses modal dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta mengurangi angka ketimpangan nasional.
Menurut Nur Purnamasidi, selama ini strategi nasional yang dikembangkan masih belum terlalu mengembangkan kapasitas pengusaha UMKM agar mereka bisa naik kelas. Politisi Partai Golkar itu berpendapat bahwa hal tersebut dapat dilihat dari masih adanya pelaku UMKM yang masih tidak mudah memperoleh akses modal dari bank. Padahal, lanjut dia, para pengusaha tersebut ada yang produknya berkapasitas besar bahkan sampai ada yang sampai bisa mengekspor produknya.*ant
1
Komentar