Pilih Ngiring Jadi Pamangku Setelah Hidupnya Morat-marit
Karena jatuh miskin pasca jadi terpidana kasus korupsi dana APBD, Nyoman Sudarmaja Duniaji kini terpaksa berobat dengan layanan JKBM dan dapat perawatan Kelas III di rumah sakit.
Setelah menjabat Wakil Ketua DPC PDI Buleleng, tekanan justru muncul dari konflik internal. Sebagian kader Banteng bergabung dengan kubu Suryadi (tetap pakai nama PDI), sementara sebagian lagi gabung ke kubu Megawati (yang kemudian menjelma jadi PDIP tahun 1999). Sudarmaja sendiri memilih gabung ke kubu Megawati, dengan bendera partai PDI Perjuangan (PDIP). Saat itulah, Sudarmaja ditunjuk secara aklamasi menjadi Ketua DPC PDIP Buleleng.
Karier Sudarmaja semakin moncer ketika PDIP di bawah kendalinya mendominasi 31 dari total 45 kursi DPRD Buleleng 1999-2004 hasil Pileg 1999 (pertama era Reformasi). Sudarmaja pun dipilih menjadi Ketua Dewan dan sandang predikat orang penting dengan mendapat fasilitas negara, mulai rumah jabatan, mobil dinas, hingga ajudan. Kemana pun pergi, selalu di bawah protokoler.
Begitu penting di kacah perpolitikan, Sudarmaja nyalon Bupati dalam Pilkada Buleleng 2012. Dia berpasangan dengan Prof Dr Nyoman Sudiana (yang kemudian jadi Rektor Undiksha Singaraja). Sayang, pasangan Sudarmaja-Sudiana dikalahkan paket Putu Bagiada-Gede Wardana.
Kekalahan di Pilkada 2002 (pemilihan masih melalui DPRD) itu mungkin sudah pertanda kehidupan Sudarmaja akan berubah 180 derajat. Masalahnya, Sudarmaja yang semestinya sudah menang karena Fraksi PDIP punya 31 kursi DPRD Buleleng, nyatanya tergembosi karena sebagian besar dari mereka membelot dukung Bagiada-Wardana.
Begitu kalah Pilkada Buleleng 2002, permasalahan terus menerpa Sudarmaja. Dia dituding berada di balik aksi penggulingan Bupati Buleleng terakhir era Orde Baru, Ketut Wirata Sindhu, hingga terjadi pemilihan Bupati. Kemudian, persoalan pribadi di mana Sudarmaja terpaksa harus kawin dengan wanita idaman lain (WIL).
Karier politiknya semakin merosot, ketika Sudarmaja bersama tiga rekannya sesama mantan Pimpinan DPRD Buleleng 1999-2004 berurusan dengan hukum karena kasus korupsi dana Tirtayatra hingga merugikan negara miliaran rupiah. Sudarmaja mencoba bangkit di Pemilu 2004 dengan menjadi calon kembali. Namun, dia dilempar sebagai caleg PDIP urutan sepatu nomor 6 untuk DPRD Provinsi Dapil Buleleng. Saat itu, PDIP Buleleng hanya meraih 5 kursi DPRD Bali 2004-2009, sehingga Sudarmaja kandas dan jatuh miskin.
Apalagi, setelah Sudarmaja bersama tiga rekannya jadi terpidana kasus korupsi dana Tirtayatra dari APBD Buleleng 2003/2004. Tiga rekannya itu masing-masing I Made Sudana (mantan Wakil Ketua DPRD Buleleng 1999-2004 dari Fraksi TNI/Polri), I Nyoman Gede Astawa (mantan Wakil Ketua DPRD Buleleng 1999-2004 dari Fraksi Golkar), dan Gede Widnyana Dangin (mantan Wakil Ketua Dewan dari Fraksi PDIP).
“Saya sudah tidak punya apa-apa, rumah saya di Singaraja sudah lama terjual. Saya tidak punya karena urusan hukum itu banyak keluar dana, cukup lama prosesnya sampai kasasi,” keluh Sudarmaja,
Sudarmaja mengakui, ketika berhenti menjadi Ketua DPRD Buleleng, dia sempat membeli rumah seharga Rp 150 juta di Jalan Bisma Singaraja, dengan cara pinjam kredit di BPD Bali. Nah, karena tidak mampu kembalikan pinjaman, rumah itu dijual. Sisa bayar utang itu, dipakai lagi beli rumah lebih murah di Desa Bhaktiseraga, Kecamatan Buleleng. Kemudian, rumah itu pun terjual untuk mengurus kasus hukumnya, termasuk biaya berobat.
Dalam kasus hukum korupsi dana Tirtayatra itu, Sudarmaja divonis bersalah dengan hukuman percobaan 2 tahun, denda Rp 50 juta, dan kembalikan kerugian negara sebesar Rp 700 juta. Setelah semuanya habis, Sudarmaja malah terserang penyakit stroke ringan, hingga beberapa kali harus dilarikan ke UGD RSUD Buleleng. Sampai-sampai, dia rela rawat inap di Sal Kelas III RSUD Buleleng karena memakai layanan JKBM. “Mau bilang apalagi, semuanya sudah habis. Tapi, sekarang anak saya sudah menyertakan dalam BPJS,” kata politisi kelahiran Singaraja, 13 Agustus 1955 ini.
Karena banyak dirundung masalah dan hidupnya morat marit, Sudarmaja pun menempuh jalur niskala dengan mencari orang pintar untuk menanyakan penyebab persoalan hidupanyat. Dari belasan orang pintar yang didatangi, ternyata ada kesamaan petunjuk. Intinya, Sudarmaja diminta pulang kampung untuk ngayah sebagai pamangku pura keluarganya. Saran itu pun dituruti di mana sejak tahun 2013, Sudarmaja dan istrinya pilih pulang ke kampung ke Desa Bubunan untuk ngayah sebagai pamangku. “Sejak ngayah itu, kondisi kesehatan saya berangsur pulih,” jelas politisi berusia 61 tahun ini. 7 made sudirta
1
2
Komentar