nusabali

Pemimpin dan Pemilih Super

  • www.nusabali.com-pemimpin-dan-pemilih-super

Pada pemilu dan pilkada, memilih seorang pemimpin super amat penting. Tetapi, menjadi pemilih super juga tidak kalah penting.

Di masa lewat, memilih pemimpin berdasarkan atas janji atau program yang ditawarkan. Kadang pula memilih pemimpin, karena tidak ada pilihan lain, terpaksa atau dipaksa oleh situasi dan kondisi. Ketika pilihannya tidak berhasil mewujudkan seperti yang dijanjikan, reaksi kekecewaan ditunjukkan, bahkan hujatan semena terlontar. Perilaku demikian bisa muncul, karena pemilih memiliki ‘daftar keinginan’ (list of wants) yang tidak terpenuhi.

Pada zaman now, zaman generasi ketiga milenium, seorang pemimpin dihadapkan pada tantangan strategis amat kompleks. Menurut Chris Cowan dan Natasha Todorovich (2004), tantangan strategis menuntut kemampuan untuk bertahan hidup (self survival), terikat dalam kebersamaan (bonding order), memiliki kekuatan diri (powerful self). Di samping itu, kemampuan lainnya amat diperlukan, seperti tertib aturan (absolute order), mandiri (enterprising self), kesetaraan (egalitarian order), integrasi diri (integrated self), dan keterlibatan holistik (holistic order). Walau telah memiliki kualitas tersebut, tidak ada jaminan apa yang dijanjikan sebelumnya dapat dipenuhi. Kenapa? Menurut Danah Johar dan Ian Marshall (2004), ada sisi positif dan negatif yang menentukan keberhasilan. Sisi positif, seperti misalnya, pencerahan jiwa, jiwa dunia, pengabdian, generativitas, penguasaan, kekuatan diri, sosialisasi, kooperasi, dan eksplorasi. Sisi negatif, misalnya penonjolan diri, kemarahan, keresahan, rasa takut, apatis, malu, rasa bersalah, dan dipersonalisasi.

Sebaliknya, pemilih super tidak hanya menuntut janji seorang pemimpin yang dipilih. Pemilih super seharusnya bercermin dari kualitas pemimpin yang dipilihnya. Idealnya, pemilih super harus memiliki sisi positif, misalnya, pencerahan jiwa, jiwa dunia, pengabdian, generativitas, penguasaan, kekuatan diri, sosialisasi, kooperasi, dan eksplorasi. Paling tidak, pemilih super memiliki jiwa seorang pemimpin bagi dirinya (self leader). Atau, pemilih super harus memiliki kemampuan untuk diri sendiri (self mastery).

Kemampuan lain yang harus dimiliki pemilih super adalah komitmen terhadap pencapaian yang diinginkan. Pemilih tidak menunggu pemimpin yang dipilihnya untuk mewujudkan keinginannya. Ia harus juga berupaya untuk memberikan yang terbaik dan makna terhadap keinginannya. Pemilih super harus selalu membantu pemimpin yang dipilih untuk dapat mewujudkan janji, bukan menuntut dan menghujat ketika tidak tercapai seperti yang diinginkan.

Pemilih super jumlahnya jauh lebih banyak dari pemimpinnya. Pemimpin mungkin hanya terdiri dari dua orang maksimal, sedangkan pemilihnya terdiri dari 2 atau 3 juta orang. Jelas dilihat dari jumlah sudah tidak sebanding. Motivasi yang harus dimiliki pemilih adalah pemimpin yang dipilihnya adalah orang yang tepat untuk mewujudkan impian. Namun,  ketika pemimpin itu tidak dapat meraih seluruh apa yang dijanjikan, ia tidak harus dihujat apalagi dimakzulkan.

Jadi pemilih super merupakan agregat yang memiliki kemampuan, yaitu: kemampuan untuk bertahan hidup, terikat dalam kebersamaan, memiliki kekuatan diri. Di samping itu, kemampuan lainnya amat diperlukan, seperti  tertib aturan, mandiri, kesetaraan, integrasi diri, dan keterlibatan holistik. Menurut Jim Collins (2001), pemimpin super harus memiliki kapabilitas sebagai seorang eksekutif. Sebagai seorang eksekutif, ia harus telah memiliki kapabilitas individual tinggi (highly capable individual), anggota tim yang berkontribusi banyak (contributing team member), manajer yang kompeten (competent manager), dan pemimpin efektif (effective leader). Simpulannya, memilih pemimpin yang tepat untuk Bali harus disinergikan dengan dukungan mental dan moral pemilih yang super. Kegiatan untuk mencapai apa yang diinginkan merupakan kegiatan bersama antara pemimpin dan pemilih, bukan sepihak. Semoga. *

Prof Dewa Komang Tantra MSc PhD
Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya

Komentar