Kontrak Lapter Letkol Wisnu Ngambang
Perubahan kontrak kerjasama pemanfaatan Lapangan Terbang (Lapter) Letkol Wisnu, di Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Buleleng ternyata tidak berjalan mulus.
Terganjal Status Aset Pemprov
SINGARAJA, NusaBali
Padahal, perubahan itu tinggal penandatanganan kontrak kerjasama setelah ada kesepakatan masalah nilai kontrak antara Pemkab Buleleng dengan pihak Bali International Flight Academy (BIFA) selaku pengguna Lapter Letkol Wisnu.
Kabarnya penandatanganan itu terganjal status aset Pemprov Bali. Lapter Letkol Wisnu diketahui berada di atas lahan milik Pemprov Bali. Sementara bangunan yang ada di atas lahan tersebut, milik Pemkab Buleleng. Dulunya Pemkab Buleleng membangun di atas lahan Pemprov, atas rekomendasi dan persetujuan Gubernur Bali Dewa Made Beratha pada tahun 2000 silam.
Pemkab Buleleng pun mendirikan berbagai macam bangunan di atas lahan itu. Mulai dari landasan pacu sepanjang 900 meter dengan lebar 60 meter, pagar, menara air traffic control, serta beberapa bangunan lainnya. Fasilitas itu kemudian disewa oleh BIFA sejak tahun 2008, sebagai pusat latihan dari siswa sekolah penerbangan.
Dulunya nilai kontrak bangunan hanya Rp 30 juta per tahun. Pemkab Buleleng kemudian meminta Kantor Perbendaharaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Singaraja melakukan appraisal harga atas aset tersebut. Akhirnya muncul harga sewa minimal atas bangunan sebesar Rp 75.605.000.
Pemkab kemudian melakukan negosiasi dengan BIFA. Akhirnya kedua belah pihak sepakat dengan nilai kontrak Rp 76.660.000 per tahun. Meski telah ada kata sepakat, hingga kini belum ada penandatanganan perjanjian kontrak pemanfaatan barang milik daerah, antara Pemkab Buleleng dengan BIFA.
Asisten Administrasi Umum Setda Buleleng, Ketut Asta Semadi Senin (12/2) mengatakan, BIFA sebenarnya tidak masalah dengan nilai sewa. Bahkan BIFA berinisiatif menaikkan nilai sewa menjadi Rp 76,6 juta per tahun. Lebih tinggi dari batas bawah yang ditentukan pemerintah.
Sayangnya penandatanganan kontrak belum bisa dilakukan karena Pemkab Buleleng harus berkoordinasi dengan dengan Pemprov Bali soal kejelasan tanah di Lapter Letkol Wisnu. Sekaligus menanti kepastian apakah Pemprov Bali akan dilibatkan dalam proses perjanjian, sehingga perjanjian menjadi tripartit, atau Pemprov menjalin kontrak tersendiri dengan BIFA.
“Bangunan di sana itu memang milik kita, tapi tanahnya itu punya provinsi. Makanya masih kami koordinasikan dengan provinsi. Kontraknya masih menunggu jawaban dari provinsi. Setelah ada jawaban baru kami tindaklanjut,” kata Asta Semadi.
Kini pihaknya telah menyurati Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bali, untuk memastikan status lahan tersebut. Asta Semadi menyatakan, kontrak akan segera ditandatangani setelah Pemkab Buleleng mendapat jawaban tertulis dari Pemprov Bali. *k19
SINGARAJA, NusaBali
Padahal, perubahan itu tinggal penandatanganan kontrak kerjasama setelah ada kesepakatan masalah nilai kontrak antara Pemkab Buleleng dengan pihak Bali International Flight Academy (BIFA) selaku pengguna Lapter Letkol Wisnu.
Kabarnya penandatanganan itu terganjal status aset Pemprov Bali. Lapter Letkol Wisnu diketahui berada di atas lahan milik Pemprov Bali. Sementara bangunan yang ada di atas lahan tersebut, milik Pemkab Buleleng. Dulunya Pemkab Buleleng membangun di atas lahan Pemprov, atas rekomendasi dan persetujuan Gubernur Bali Dewa Made Beratha pada tahun 2000 silam.
Pemkab Buleleng pun mendirikan berbagai macam bangunan di atas lahan itu. Mulai dari landasan pacu sepanjang 900 meter dengan lebar 60 meter, pagar, menara air traffic control, serta beberapa bangunan lainnya. Fasilitas itu kemudian disewa oleh BIFA sejak tahun 2008, sebagai pusat latihan dari siswa sekolah penerbangan.
Dulunya nilai kontrak bangunan hanya Rp 30 juta per tahun. Pemkab Buleleng kemudian meminta Kantor Perbendaharaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Singaraja melakukan appraisal harga atas aset tersebut. Akhirnya muncul harga sewa minimal atas bangunan sebesar Rp 75.605.000.
Pemkab kemudian melakukan negosiasi dengan BIFA. Akhirnya kedua belah pihak sepakat dengan nilai kontrak Rp 76.660.000 per tahun. Meski telah ada kata sepakat, hingga kini belum ada penandatanganan perjanjian kontrak pemanfaatan barang milik daerah, antara Pemkab Buleleng dengan BIFA.
Asisten Administrasi Umum Setda Buleleng, Ketut Asta Semadi Senin (12/2) mengatakan, BIFA sebenarnya tidak masalah dengan nilai sewa. Bahkan BIFA berinisiatif menaikkan nilai sewa menjadi Rp 76,6 juta per tahun. Lebih tinggi dari batas bawah yang ditentukan pemerintah.
Sayangnya penandatanganan kontrak belum bisa dilakukan karena Pemkab Buleleng harus berkoordinasi dengan dengan Pemprov Bali soal kejelasan tanah di Lapter Letkol Wisnu. Sekaligus menanti kepastian apakah Pemprov Bali akan dilibatkan dalam proses perjanjian, sehingga perjanjian menjadi tripartit, atau Pemprov menjalin kontrak tersendiri dengan BIFA.
“Bangunan di sana itu memang milik kita, tapi tanahnya itu punya provinsi. Makanya masih kami koordinasikan dengan provinsi. Kontraknya masih menunggu jawaban dari provinsi. Setelah ada jawaban baru kami tindaklanjut,” kata Asta Semadi.
Kini pihaknya telah menyurati Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bali, untuk memastikan status lahan tersebut. Asta Semadi menyatakan, kontrak akan segera ditandatangani setelah Pemkab Buleleng mendapat jawaban tertulis dari Pemprov Bali. *k19
Komentar