Nasabah LPD 'Gerudug' Kantor Perbekel Belumbang
Nasabah kesulitan menarik uang tabungan. Tim pencari fakta menemukan selisih Rp 1,3 miliar lebih yang diakui dipakai oleh ketua, sekretaris, dan bendahara.
TABANAN, NusaBali
Puluhan warga Desa Adat Belumbang, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, ‘gerudug’ (mendatangi) Kantor Perbekel Desa Belumbang pada Selasa (13/2) sekitar pukul 09.00 Wita. Mereka menanyakan kejelasan uang nasabah yang tidak bisa ditarik di LPD Desa Adat Belumbang. Dugaan sementara nasabah tidak bisa tarik uang karena dana sebanyak Rp 1,3 miliar ditilep oleh tiga oknum pengurus, sehingga menyebabkan LPD kolaps.
Pantauan di lapangan, beberapa krama masih memenuhi areal kantor perbekel. Kantor LPD ini menjadi satu dengan kantor perbekel. Namun sebagian warga diminta pulang oleh pihak kepolisian dengan alasan situasi kamtibmas. Sehingga beberapa perwakilan warga dan tokoh adat yang masih bertahan untuk melakukan koordinasi.
Menurut sumber, permasalahan ini mencuat tahun 2016. Berawal dari banyak nasabah tidak bisa menarik uang. Termasuk pengurus Pura Batur Desa Belumbang tidak bisa menarik uang tabungan sebesar Rp 27 juta padahal akan digunakan upacara piodalan. Setiap kali nasabah ingin menarik uang, pengurus menunda penarikan karena tidak ada uang.
Lantaran banyak nasabah menabung dan deposito dengan jumlah besar di LPD Desa Adat Blumbang, akhirnya kasus tersebut dirundingkan. Karena ada kekhawatiran uang nasabah yang dipercayakan dikelola LPD tidak kembali.
Akhirnya sekitar enam bulan lalu, Perbekel Desa Belumbang bersama tokoh adat membentuk tim pencari fakta. Berdasarkan data yang diberikan LPD dan kroscek ke nasabah ditemukan selisih uang Rp 1,3 miliar. “Waktu itu tim berjumlah sekitar 13 orang, selisih dana ada di deposito dan tabungan,” ujar sumber.
Karena selisih dana sudah ditemukan oleh tim pencari fakta, pengurus LPD pun dipanggil saat itu untuk rapat bersama tokoh adat membahas perihal selisih dana tersebut. Ternyata dana itu diakui digunakan sendiri oleh tiga oknum pengurus LPD yakni ketua, bendahara, dan sekretaris. “Warga yang mendengar informasi itu terkejut atas peristiwa ini, karena pada saat melaksanakan RAT laporannya sehat-sehat saja. Namun sudah rentang waktu 1 tahun belum ada kejelasan. Oleh karena itulah warga beramai-ramai menanyakan tanggungjawabnya seperti apa,” jelas sumber.
Salah seorang nasabah yang menaruh uang di LPD paling banyak adalah I Wayan Suaka. Dia menaruh uang deposito sebesar Rp 400 juta ditambah tabungan sebesar Rp 100 juta. Uang sebanyak itu merupakan hasil penjualan tanah sawah ditambah hasil penjualan ternak. “Ini uang juga milik bapak saya,” ujar Suaka yang juga Kasi Pembangunan di Kantor Perbekel Blumbang.
Kata Suaka, dia tidak menyangka jika LPD yang sudah dipercayainya menjadi seperti ini. Dia pun membenarkan awal mula ketahuan karena awalnya tidak bisa menarik bunga dari deposito.
“Dan akhirnya sampai sekarang pun tidak ada apa. Saya berharap uang itu kembali karena uang ini merupakan hasil jerih payah keluarga yang dipersiapkan untuk masa depan anak,” harapnya.
Salah seorang warga Ni Wayan Suariani juga menaruh uang dan deposito sebesar Rp 86 juta. Uang tersebut merupakan hasil panen padi dan jual babi. Dia pun tidak menyangka ada kejadian seperti ini. “Saya nabung sudah lama sekali. Uang saya kumpulkan setiap bulan nabung sekali. Tidak tahu akan kejadian seperti ini. Kalau tahu begini saya nabung di bank pemerintah,” tuturnya.
Bendesa Adat Belumbang I Nyoman Putra Adnyana mengatakan rembuk saat ini belum ada kesepakatan jelas seperti apa. Karena rembuk tersebut hanya mendengarkan keluhan masyarakat, yang mayoritas keluhannya uang tabungan mereka tidak bisa ditarik. “Nanti kami akan rapat kembali,” ujarnya.
Disampaikannya, sebenarnya kasus ini sudah dibentuk tim pencari fakta. Dan memang ada selisih dana sebesar Rp 1,3 miliar, bahkan sudah diakui digunakan oleh tiga pengurus yakni ketua, sekretaris, dan bendahara. “Mereka sudah mengakui gunakan dana itu dan siap mempertanggungjawabkan dengan rincian 40 persen dikembalikan oleh ketua, sekretaris dan bendahara masing-masing 30 persen,” jelasnya.
Dia juga menyampaikan meski belum adanya kesepakatan jelas, hasil koordinasi selama 2 jam itu, pengurus LPD meminta revisi keputusan adat dan dinas yang dibuat sebelumnya terkait pengembalian uang dalam jangka waktu 1 tahun. “Jadi minta diperpanjang, sehingga nanti akan dirapatkan kembali. Belum ada keputusan final. Serta belum ada rencana untuk laporkan ke polisi,” tandas Adnyana.
Ketua BPD Desa Belumbang I Komang Wijaya, mengatakan warga yang mendatangi kantor perbekel awalnya adalah krama Banjar Belumbang Kaja dan Banjar Belumbang Tengah. Namun karena banyak banjar lain yang ingin tahu kejelasan, akhirnya mereka ikut ke kantor perbekel.
Namun banyak yang diminta pulang oleh polisi sehingga hanya sebagian yang masih tinggal di kantor perbekel. “Kalau tidak disuruh pulang banyak warga yang datang ke kantor perbekel karena yang nabung banyak. Ada 8 banjar di Desa Belumbang yang jadi nasabah LPD Desa Belumbang,” jelasnya.
Informasi yang dihimpun uang yang ditilep oleh tiga pengurus tersebut rinciannya, Ketua LPD I Ketut BA Rp 344 juta lebih, Sekretaris LPD I Wayan S Rp 800 juta lebih, dan Bendahara Ni Wayan W Rp 250 juta lebih. *d
Pantauan di lapangan, beberapa krama masih memenuhi areal kantor perbekel. Kantor LPD ini menjadi satu dengan kantor perbekel. Namun sebagian warga diminta pulang oleh pihak kepolisian dengan alasan situasi kamtibmas. Sehingga beberapa perwakilan warga dan tokoh adat yang masih bertahan untuk melakukan koordinasi.
Menurut sumber, permasalahan ini mencuat tahun 2016. Berawal dari banyak nasabah tidak bisa menarik uang. Termasuk pengurus Pura Batur Desa Belumbang tidak bisa menarik uang tabungan sebesar Rp 27 juta padahal akan digunakan upacara piodalan. Setiap kali nasabah ingin menarik uang, pengurus menunda penarikan karena tidak ada uang.
Lantaran banyak nasabah menabung dan deposito dengan jumlah besar di LPD Desa Adat Blumbang, akhirnya kasus tersebut dirundingkan. Karena ada kekhawatiran uang nasabah yang dipercayakan dikelola LPD tidak kembali.
Akhirnya sekitar enam bulan lalu, Perbekel Desa Belumbang bersama tokoh adat membentuk tim pencari fakta. Berdasarkan data yang diberikan LPD dan kroscek ke nasabah ditemukan selisih uang Rp 1,3 miliar. “Waktu itu tim berjumlah sekitar 13 orang, selisih dana ada di deposito dan tabungan,” ujar sumber.
Karena selisih dana sudah ditemukan oleh tim pencari fakta, pengurus LPD pun dipanggil saat itu untuk rapat bersama tokoh adat membahas perihal selisih dana tersebut. Ternyata dana itu diakui digunakan sendiri oleh tiga oknum pengurus LPD yakni ketua, bendahara, dan sekretaris. “Warga yang mendengar informasi itu terkejut atas peristiwa ini, karena pada saat melaksanakan RAT laporannya sehat-sehat saja. Namun sudah rentang waktu 1 tahun belum ada kejelasan. Oleh karena itulah warga beramai-ramai menanyakan tanggungjawabnya seperti apa,” jelas sumber.
Salah seorang nasabah yang menaruh uang di LPD paling banyak adalah I Wayan Suaka. Dia menaruh uang deposito sebesar Rp 400 juta ditambah tabungan sebesar Rp 100 juta. Uang sebanyak itu merupakan hasil penjualan tanah sawah ditambah hasil penjualan ternak. “Ini uang juga milik bapak saya,” ujar Suaka yang juga Kasi Pembangunan di Kantor Perbekel Blumbang.
Kata Suaka, dia tidak menyangka jika LPD yang sudah dipercayainya menjadi seperti ini. Dia pun membenarkan awal mula ketahuan karena awalnya tidak bisa menarik bunga dari deposito.
“Dan akhirnya sampai sekarang pun tidak ada apa. Saya berharap uang itu kembali karena uang ini merupakan hasil jerih payah keluarga yang dipersiapkan untuk masa depan anak,” harapnya.
Salah seorang warga Ni Wayan Suariani juga menaruh uang dan deposito sebesar Rp 86 juta. Uang tersebut merupakan hasil panen padi dan jual babi. Dia pun tidak menyangka ada kejadian seperti ini. “Saya nabung sudah lama sekali. Uang saya kumpulkan setiap bulan nabung sekali. Tidak tahu akan kejadian seperti ini. Kalau tahu begini saya nabung di bank pemerintah,” tuturnya.
Bendesa Adat Belumbang I Nyoman Putra Adnyana mengatakan rembuk saat ini belum ada kesepakatan jelas seperti apa. Karena rembuk tersebut hanya mendengarkan keluhan masyarakat, yang mayoritas keluhannya uang tabungan mereka tidak bisa ditarik. “Nanti kami akan rapat kembali,” ujarnya.
Disampaikannya, sebenarnya kasus ini sudah dibentuk tim pencari fakta. Dan memang ada selisih dana sebesar Rp 1,3 miliar, bahkan sudah diakui digunakan oleh tiga pengurus yakni ketua, sekretaris, dan bendahara. “Mereka sudah mengakui gunakan dana itu dan siap mempertanggungjawabkan dengan rincian 40 persen dikembalikan oleh ketua, sekretaris dan bendahara masing-masing 30 persen,” jelasnya.
Dia juga menyampaikan meski belum adanya kesepakatan jelas, hasil koordinasi selama 2 jam itu, pengurus LPD meminta revisi keputusan adat dan dinas yang dibuat sebelumnya terkait pengembalian uang dalam jangka waktu 1 tahun. “Jadi minta diperpanjang, sehingga nanti akan dirapatkan kembali. Belum ada keputusan final. Serta belum ada rencana untuk laporkan ke polisi,” tandas Adnyana.
Ketua BPD Desa Belumbang I Komang Wijaya, mengatakan warga yang mendatangi kantor perbekel awalnya adalah krama Banjar Belumbang Kaja dan Banjar Belumbang Tengah. Namun karena banyak banjar lain yang ingin tahu kejelasan, akhirnya mereka ikut ke kantor perbekel.
Namun banyak yang diminta pulang oleh polisi sehingga hanya sebagian yang masih tinggal di kantor perbekel. “Kalau tidak disuruh pulang banyak warga yang datang ke kantor perbekel karena yang nabung banyak. Ada 8 banjar di Desa Belumbang yang jadi nasabah LPD Desa Belumbang,” jelasnya.
Informasi yang dihimpun uang yang ditilep oleh tiga pengurus tersebut rinciannya, Ketua LPD I Ketut BA Rp 344 juta lebih, Sekretaris LPD I Wayan S Rp 800 juta lebih, dan Bendahara Ni Wayan W Rp 250 juta lebih. *d
Komentar