Berperang Gunakan Prakpak, Bermakna Perangi Musuh dalam Diri
Ritual Siat Api di atas Jembatan Tukad Sangsang, Kamis petang, melibatkan dua kelompok pasukan dari dua desa bertetangga di Kecamatan Selat, Karangasem, masing-masing Desa Duda dan Desa Duda Timur.
Krama dari 27 Banjar Adat di Desa Pakraman Duda Laksanakan Tradisi Ritual Siat Api di Atas Jembatan
AMLAPURA, NusaBali
Krama Desa Pakraman Duda, Kecamatan Selat, Karangasem melaksanakan tradisi ritual Siat Api pas Tilem Kawulu pada Wraspati Umanis Ugu, Kamis (15/2) petang. Krama adat dari dua desa bertetangga, yakni Desa Duda dan Desa Duda Timur ini, berperang menggunakan senjata prakpak (obor dari daun kelapa kering), sebagai simobolik menyomiakan unsur bhuta kala dan memerangi musuh dalam diri.
Ritual Siat Api kali ini berlangsung di atas Jembatan Tukad Sangsang, yang berada di perbatasan Desa Duda dan Desa Duda Timur. Ritual digelar Kamis petang mulai pukul 18.00 Wita. Perserta Siat Api berjumlah 52 orang yang semuanya lelaki. Mereka semua tanpa baju, mengenakan kamben dan saput poleng, serta udeng poleng, dengan senjata prakpak di tangan. Mereka diambil dari 27 banjar adat yang ada di Desa Pakraman Duda.
Pantauan NusaBali, peserta Siat Apil terbagi dalam dua kelompok, yakni Kelompok Desa Duda dan Desa Duda Timur. Pasukan perang dari Desa Duda dipimpin langsung Perbekel Duda, I Gusti Agung Ngurah Putra. Sedanglan pasukan perang dari Desa Duda Timur dipimpin langsung Perbekel Duda Timur, I Gede Pawana---yang juga Ketua Pasebaya Gunung Agung Karangasem.
Sebelum memulai perang, seluruh peserta lebih dulu menggelar upacara matur piuning di Pura Dalem, Desa Pakraman Duda, Kamis sore pukul 16.00 Wita. Tujuannya, agar dikaruniai keselamatan dan terbebas dari luka bakar saat terlibat Siat Api di atas Jembatan Tukad Sangsang.
Usai muspa di Pura Dalem, seluruh peserta langsung menuju lokasi Siat Api di atas Jembatan Tukad Sangsang. Masing-masing kelompok pasukan diiringi tabuh baleganjur. Sebelum perang dimulai, Bendesa Pakraman Duda I Komang Sujana masuk ke tengah-tengah arena sebagai penegah. Tujuannya, agar tidak terjadi hal-hal tak diinginkan. Bendesa Komang Sujana jadi penengah dengan dibantu Kapolsek Selat, AKP I Made Sudartawan, selama ritual Siat Api berlangsung.
Siat Api langsung dimulai setelah prakpak menyala dan dipegang masing-masing peserta. Pasukan perang dari kedua kelompok menerobos masuk ke tengah arena seraya saling pukul menggunakan prakpak. Setiapkali api prakpak mati usai dipukulkan ke lawan, selalu siulut kembali, dan begitu seterusnya hingga prakpak benar-benar habis.
Ritual Siat Api malam itu berlangsung selama 20 menit hingga pukul 18.20 Wita. Ajaibnya, tidak ada satu pun peserta Siat Api yang mengalami luka bakar, meskipun mereka saling pukul menggunakan prakpak menyala. Hanya bagian punggung mereka yang meninggalkan abu hitam.
Bendesa Pakraman Duda, I Komang Sujana, mengatakan tradisi ritual Siat Api digelar setahun sekali pada Tilkem Kawulu (bulan mati ke-8 sistem penanggalan Bali). Sebetulnya, ritual ini sudah sempat teraksana tahun 1963, namun sempat lama terhenti, sampai kemudian dihidupkan kembali pada 2017.
Menurut Bendesa Komang Sujana, ritual Siat Api digelar untuk memuliakan semesta, dengan menyomiakan kekuatan bhuta kala. "Unsur bhuta kala itu kan telah diusir dari rumah-rumah penduduk melalui ritual ngulah (mengusir) kala. Selanjutnya, unsur bhuta kala dibangunkan kembali melalui tabuh baleganjur dan kemudian disomyakan lewat Siat Api,” jelas Bendesa Komang Sujana kepada NusaBali, Kamis malam.
Tujuannya, lanjut Sujana, agar kehidupan di Desa Pakraman Duda jadi harmonis, sehingga Panca Mahabhuta dan Panca Tanmatra, masing-masing lima unsur pembentuk alam jadi seimbang. Keseimbangan ini diperlukan menjelang upacara Usaba Dalem atau Usaba Dodol di Desa Pakraman Duda, yang puncaknya jatuh Buda Pon Watugunung, Rabu, 14 Maret 2018 mendatang.
Selain untuk menyomiakan unsur bhuta kala, menurut Sujana, tradisi ritual Siat Api ini juga bermakna simbolis memerangi musuh-musuh dalam diri. Musuh dalam diri yang mesti dikendalikan melalui ritual Siat Api, masing-masing Tri Mala (tiga kotoran jiwa), Catur Ma (empat kemabukan), Panca Wisaya (lima jenis racun), Panca Ma, Sad Ripu (enam musuh dalam diri), Sad Atatayi (enam pembunuh), Sapta Timira (tujuh kegelapan), dan Asta Duta (delapan pembunuh).
Sementara itu, Perbekel Duda Timur Gede Pawana mengatakan, menyomiakan unsur bhuta kala itu, puncaknya saat menggunakan api. “Api secara fisik yang digunakan perang dan api secara bathin di dalam diri. Sehingga, musuh-musuh dalam diri yang selama ini dipengaruhi bhuta kala bisa harmoni,” jelas Gede Pawana yang juga anggota Kerta Desa Pakraman Duda. 7 k16
Komentar