Krama Tukadmungga Pagari Lahan
Krama Dharmajati turun Minggu sekitar pukul 07.00 Wita, memagari lahan yang jadi sengketa dengan batang pohon Santen. Aksi krama ini mendapat pengawalan dari Polsek Kota Singaraja.
SINGARAJA, NusaBali
Sengketa lahan di Desa Tukadmungga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, makin menegangkan. Krama Desa Pakraman Dharmajati kembali tedun (turun) memagari lahan yang diklaim sebagai palaba pura, Minggu (18/2) pagi.
Sengketa ini muncul karena lahan seluas 13,5 are yang diklaim sebagai palaba pura telah dikuasai oleh Jero Wayan Angker dengan bukti sertifikat hak milik. Krama Dharmajati turun Minggu sekitar pukul 07.00 Wita, memagari lahan yang jadi sengketa dengan batang pohon Santen. Aksi krama ini mendapat pengawalan dari Polsek Kota Singaraja.
Kelian Desa Pakraman Dharmajati Jro Ketut Wicana mengatakan, pemagaran dilakukan atas kesepakatan warga yang tidak ingin tanah plaba pura dikuasai oleh perseorangan. Karena berdasarkan sejarah dari pangelingsir (tetua) dan mantan pemimpin di desa pakraman, lahan seluas 13,5 are itu adalah palaba pura yang digunakan untuk tempat ritual keagamaan, seperti Melasti. Hanya saja, batas-batasnya sampai sekarang belum jelas, sehingga pemagaran itu untuk memperjelas batas-batas sementara sampai nantinya ada pengukuran ulang tanah milik Jro Wayan Angker.
“Ini kemauan warga secara spontanitas dan juga mediasi antara desa adat dengan Pak Jro Wayan Angker belum ada keputusan. Warga tetap menginginkan tanah ini palaba pura yang sangat diperlukan. Kami ingin dengan pemagaran ini pihak yang mengklaim itu sadar dan kalau memang bukan miliknya, supaya dikembalikan ke desa adat,” katanya.
Menurut Wicana, tanah palaba pura dengan posisi memanjang itu diketahui luasnya 13,5 hektar dan berbatasan dengan tanah milik Jro Wayan Angker yang dibelinya beberapa tahun yang lalu di sebelah selatan. Tanah milik Jro Wayan Angker awalnya sekitar 85 are. Kemudian luasnya bertambah setelah dijadikan satu dengan akses jalan menjadi lebih dari sehektare. “Kalau bukti administrasi desa adat memang tidak ada. Tapi saksi hidup dari mantan pemimpin di desa dan pangelingsir di desa sudah jelas menyebut kalau tanah itu palaba pura dengan luas 13,5 are berbatasan dengan tanah Pak Jro Wayan Angker,” tegasnya.
Ditanya, hasil mediasi oleh Muspika Buleleng, Wicana mengaku keduabelah pihak gagal menemukan keputusan. Dari mediasi yang sudah dilakukan oleh Muspika Buleleng, pihak Jro Wayan Angker berjanji menyumbang (mapunia) berupa tanah seluas enam are. Tanah itu lokasinya di luar wawidangan desa adat yakni di daerah Lebah Pupuan. Desa adat menolak tawaran itu karena desa adat ingin memanfaatkan tanah palaba pura yang sudah diwariskan oleh para pendahulunya.
Walaupun ngotot mempertahankan tanah palaba pura, tetapi warga belum menempuh upaya hukum, karena sengketa ini ingin diselesaikan dengan kekeluargaan. “Mediasi belum ada keputusan dan memang dia (Jro Wayan Angker-red) akan ngaturang punia berupa tanah di luar desa pakraman, dan tujuan kami bukan ingin dapat tanah pengganti, tapi menyelematkan tanah plaba pura ini untuk kegiatan keagamaan dan adat. Kami sudah sampaikan kalau ingin menggunakan mari sama-sama menggunakan, karena Pak Jro Angker juga warga berdomisili di Tukadmungga,” jelasnya.7k19
Komentar