Dewan Minta Bayi Lahir Sakit di Keluarga Kurang Mampu Langsung Ditanggung BPJS
Komisi IV DPRD Tabanan bersama instansi terkait menggelar rapat di Lantai II DPRD Tabanan, Senin (19/2).
TABANAN, NusaBali
Meski dari Komisi IV yang hadir hanya Ketua Komisi IV I Made Dirga, rapat yang membahas soal warga miskin yang belum tercover PBI (penerima bantuan iuran), yakni biaya kesehatan yang ditanggung oleh APBD Tabanan, khususnya bayi yang lahir sakit dari keluarga tidak mampu, itu berjalan lancar.
Ketua Komisi IV DPRD Tabanan I Made Dirga mengatakan, rapat digelar karena banyaknya keluhan dari warga yang tidak bisa dijawab oleh DPRD. Terutama warga kurang mampu yang jaminan kesehatannya dibiayai oleh pemerintah (pemerintah pusat maupun pemerintah kabupaten. Namun yang dibahas kemarin khusus biaya yang ditanggung APBD Tabanan, Red) atau BPJS PBI bingung saat melahirkan anak yang kemudian sakit yang tidak bisa langsung tercover BPJS. “Dan mirisnya saya dengar mereka disarankan ikut BPJS Mandiri, sedangkan mereka adalah warga kurang mampu,” ungkapnya.
Bahkan menurutnya dana PBI yang dialokasikan oleh pemerintah ada indikasi belum tepat sasaran. Seperti ada yang semestinya tidak mendapatkan, tetapi memperoleh dana tersebut, dan yang semestinya mendapatkan tetapi tidak dapat.
“Nah ini yang mestinya dicarikan solusi sehingga kami duduk bersama. Supaya warga kurang mampu mendapat pelayanan kesehatan yang tepat sasaran,” tegas Dirga.
Sementara terkait rapat yang digelar Komisi IV DPRD yang hanya dihadiri oleh Dirga, dia mengaku karena anggota yang lainnya sedang ada kesibukan serta ada anggota yang turun ke masyarakat.
Kepala BPJS Cabang Denpasar, Badung, Tabanan, Kiki Christmas Marbun mengatakan, sesuai dengan aturan yang berlaku jika bayi yang dilahirkan sakit bisa ditanggung BPJS kalau PBI-nya dibayarkan pusat. Tetapi kalau PBI dibayarkan APBD tidak bisa langsung dicover. Harus menunggu satu bulan baru bisa tercover. Yang jedanya itulah harus dibayarkan BPJS Mandiri. “Jeda waktu ini dibayar BPJS Mandiri dulu sebelum nantinya tecover,” ujarnya.
Namun jika suatu daerah itu sudah masuk kategori Universal Heatlh Coverage (UHC) dengan kepesertaan BPJS minimal 95 persen baru bisa tercover. Sebab Tabanan saat ini baru tercover BPJS sebesar 71 persen. Atau sebanyak 297.658 yang sudah tercover. “Jadi ada lagi 29 persen yang belum tercover,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Bapelitbang Tabanan Ida Bagus Wiratmaja mengatakan, terkait pembiayaan bayi lahir sakit di keluarga kurang mampu sudah disiapkan anggaran sebesar Rp 18,5 miliar untuk pembiayaan PBI APBD melalui Dinas Kesehatan Tabanan dari dana yang dibutuhkan sebesar Rp 15,5 miliar. “Sehingga ada dana lebih sekitar Rp 3 miliar. Jadi itu yang akan digunakan mengcover hal tersebut. Namun akan di-pos-kan di mana masih akan dibahas, sebab harus pos khusus itu, apakah di dana tak terduga atau di mana,” tutur Wiratmaja.
Sedangkan terkait dengan aturan dalam perjanjian kerja sama dengan BPJS di pasal 7 angka 7 ada poin yang mengatakan bahwa bayi lahir sakit di keluarga kurang mampu tidak bisa langsung tercover BPJS. Padahal aturan pusat bisa, harusnya ini menjadi satu garis. “Di pusat bisa di kabupaten kenapa tidak, nanti akan ada revisi terkait hal ini,” tandas Wiratmaja. *d
Meski dari Komisi IV yang hadir hanya Ketua Komisi IV I Made Dirga, rapat yang membahas soal warga miskin yang belum tercover PBI (penerima bantuan iuran), yakni biaya kesehatan yang ditanggung oleh APBD Tabanan, khususnya bayi yang lahir sakit dari keluarga tidak mampu, itu berjalan lancar.
Ketua Komisi IV DPRD Tabanan I Made Dirga mengatakan, rapat digelar karena banyaknya keluhan dari warga yang tidak bisa dijawab oleh DPRD. Terutama warga kurang mampu yang jaminan kesehatannya dibiayai oleh pemerintah (pemerintah pusat maupun pemerintah kabupaten. Namun yang dibahas kemarin khusus biaya yang ditanggung APBD Tabanan, Red) atau BPJS PBI bingung saat melahirkan anak yang kemudian sakit yang tidak bisa langsung tercover BPJS. “Dan mirisnya saya dengar mereka disarankan ikut BPJS Mandiri, sedangkan mereka adalah warga kurang mampu,” ungkapnya.
Bahkan menurutnya dana PBI yang dialokasikan oleh pemerintah ada indikasi belum tepat sasaran. Seperti ada yang semestinya tidak mendapatkan, tetapi memperoleh dana tersebut, dan yang semestinya mendapatkan tetapi tidak dapat.
“Nah ini yang mestinya dicarikan solusi sehingga kami duduk bersama. Supaya warga kurang mampu mendapat pelayanan kesehatan yang tepat sasaran,” tegas Dirga.
Sementara terkait rapat yang digelar Komisi IV DPRD yang hanya dihadiri oleh Dirga, dia mengaku karena anggota yang lainnya sedang ada kesibukan serta ada anggota yang turun ke masyarakat.
Kepala BPJS Cabang Denpasar, Badung, Tabanan, Kiki Christmas Marbun mengatakan, sesuai dengan aturan yang berlaku jika bayi yang dilahirkan sakit bisa ditanggung BPJS kalau PBI-nya dibayarkan pusat. Tetapi kalau PBI dibayarkan APBD tidak bisa langsung dicover. Harus menunggu satu bulan baru bisa tercover. Yang jedanya itulah harus dibayarkan BPJS Mandiri. “Jeda waktu ini dibayar BPJS Mandiri dulu sebelum nantinya tecover,” ujarnya.
Namun jika suatu daerah itu sudah masuk kategori Universal Heatlh Coverage (UHC) dengan kepesertaan BPJS minimal 95 persen baru bisa tercover. Sebab Tabanan saat ini baru tercover BPJS sebesar 71 persen. Atau sebanyak 297.658 yang sudah tercover. “Jadi ada lagi 29 persen yang belum tercover,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Bapelitbang Tabanan Ida Bagus Wiratmaja mengatakan, terkait pembiayaan bayi lahir sakit di keluarga kurang mampu sudah disiapkan anggaran sebesar Rp 18,5 miliar untuk pembiayaan PBI APBD melalui Dinas Kesehatan Tabanan dari dana yang dibutuhkan sebesar Rp 15,5 miliar. “Sehingga ada dana lebih sekitar Rp 3 miliar. Jadi itu yang akan digunakan mengcover hal tersebut. Namun akan di-pos-kan di mana masih akan dibahas, sebab harus pos khusus itu, apakah di dana tak terduga atau di mana,” tutur Wiratmaja.
Sedangkan terkait dengan aturan dalam perjanjian kerja sama dengan BPJS di pasal 7 angka 7 ada poin yang mengatakan bahwa bayi lahir sakit di keluarga kurang mampu tidak bisa langsung tercover BPJS. Padahal aturan pusat bisa, harusnya ini menjadi satu garis. “Di pusat bisa di kabupaten kenapa tidak, nanti akan ada revisi terkait hal ini,” tandas Wiratmaja. *d
1
Komentar