nusabali

MUTIARA WEDA : Mungkinkah Rukun?

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-mungkinkah-rukun

Semoga kami rukun dengan orang yang sudah dikenal dan akrab dengan orang asing.

Samjnanam nah svebhih samjnanam aranebhih

(Atharvaveda, VII.54.1)

MANTRAa Veda di atas mengajak kita untuk berdoa agar bisa rukun baik dengan orang yang sudah dikenal maupun dengan orang asing. Setiap orang pada prinsipnya mendambakan kerukunan, sehingga mantra yang berisi harapan akan kehidupan masyarakat yang harmoni tidak lagi asing. Orang menginginkan supaya seluruh anggota keluarganya rukun, dengan tetangganya rukun, dengan wilayah sekitarnya bisa rukun, dan bahkan dengan orang yang baru dikenal pun bisa akrab. Mengapa demikian? Karena hidup yang rukun akan dirasakan lebih baik dibandingkan hidup dalam permusuhan. Segala sesuatu bisa berkembang hanya ketika masyarakatnya hidup dalam kerukunan. Peradaban bisa besar oleh karena ada harmoni di dalamnya.

Namun, apakah mungkin kerukunan itu bisa dijaga setiap saat? Tidak dipungkiri bahwa semua orang mendambakan kerukunan, tetapi tidak semua orang mampu menciptakannya. Menginginkan hidup rukun adalah satu hal, sementara menciptakan kerukunan adalah hal lain. Kita termasuk makhluk yang paling ambigu di dunia dalam hal ini. Mengapa? Kita bisa menginginkannya tetapi tidak mampu menciptakannya. Tidak jarang orang yang berdoa setiap saat agar dunia ini damai, tetapi kesehariannya senantiasa membuat rusuh, memfitnah orang, menebar kebencian, membangun ideologi yang memecah-belah masyarakat dan memiliki cara pandang yang destruktif terhadap kehidupan.

Selama manusia dipenuhi oleh ambisi, ideologi yang mengungguli yang lain, penuh kemarahan, benci dengan orang yang berbeda kepercayaan, dan yang sejenisnya, rasanya kerukunan sulit dipertahankan. Perang atau kerusuhan adalah konsekuensi langsung dari sifat-sifat buruk itu. Jika kita lihat sejarah ke belakang, hampir perang dan pembunuhan senantiasa mewarnai kehidupan manusia di seluruh dunia. Perang dan keributan senantiasa ada di sepanjang zaman. Bahkan di zaman yang canggih sekarang ini pun, perang menjadi lebih luas dan terbuka. Hampir tidak ada celah bagi dunia untuk tidak ada peperangan. Bahkan perang telah dijadikan bagian dari kebiasaan manusia. Tentu ini sangat jauh dari prinsip kerukunan.

Jika demikian, apakah tidak penting berdoa, berharap, dan berupaya untuk menjaga kerukunan itu? Sangat penting agar kita bisa hidup rukun, hanya saja semua upaya itu akan sia-sia. Mengapa? Hidup yang rukun itu hanyalah sebuah konsekuensi dari pribadi-pribadi yang harmoni dan welas asih. Jika pada diri individu tidak pernah ada kasih sayang, dipastikan upaya apapun yang dilakukan agar terjadi kerukunan sepertinya jauh panggang dari api. Kerukunan tidak akan bisa diciptakan dan diupayakan oleh orang yang masih berada di dalam kemarahan, kecurigaan, dan pembeda-bedaan. Namun, masyarakat akan dengan sendirinya hidup rukun, jika masing-masing individu memancarkan cinta kasih. Mereka akan melihat orang lain sebagai dirinya sendiri. Tidak rukun dengan orang lain akan berarti tidak rukun dengan dirinya sendiri. Sehingga, individu-individu yang penuh kasih sayanglah yang  akan melahirkan kerukunan.

Sehingga dengan demikian, kerukunan bukanlah wacana yang mesti didengung-dengungkan. Menularkan kasih sayang kepada setiap oranglah semestinya yang harus terus diupayakan. Jika di satu sisi orang menyiarkan kerukunan, sementara di tempat lain orang menebar paham kebencian, ini  tentu tidak tepat. Bahkan tidak tertutup kemungkinan, kampanye kerukunan justru dijadikan alat politik untuk tujuan tertentu. Bahkan bisa dipastikan bahwa mereka yang meneriakkan kerukunan dengan penuh semangat sesungguhnya menebar benih kebencian. Mengapa? Karena yang membakar semangatnya itu adalah kemarahannya sendiri. Dia marah sebenarnya dengan kehidupan yang penuh gejolak dan dia tidak terima dengan semua itu. Dengan kemarahan sebagai landasan berpikirnya, lalu dia meneriakkan kerukunan.

Inilah drama dan kita menikmatinya. Oleh karena dasar kita penuh dengan benih kebencian dan kita tidak kuat dalam ideologi yang langsung menebah kebencian, lalu kita berpaling wajah dengan jalan mengkampanyekan kerukunan. Wajahnya berkebalikan, tetapi arus yang memberikan energi tetap sama. Hampir semua upaya mengkampanyekan kerukunan berakhir sia-sia, karena perang, kebencian, kemarahan, dan sifat buruk lainnya masih ada pada diri manusia. Jika seandainya semua sifat buruk itu sirna, dipastikan kerukunan akan muncul. Kerukunan tidak bisa diharapkan, diperjuangkan, atau diupayakan, melainkan bisa diciptakan oleh diri masing-masing individu. *

I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta

Komentar