Ayah-Anak Tewas karena Sempat Disentuh Usai Tersambar Petir
Dua jenazah korban tewas tersambar petir akan dikuburkan keluarganya di Setra Desa Pakraman Beluhu, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Karangasem pada Sukra Umanis Klawu, Jumat (2/3) depan
Cerita Mistis di Balik Tragedi 9 Orang Sekeluarga Disambar Petir Saat Panen Kacang Tanah
AMLAPURA, NusaBali
Inilah cerita mistis di balik tragedi satu keluarga beranggotakan 9 orang tersambar petir saat panen kacang tanah di Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Karangasem, Minggu (25/2) siang. Dua korban tewas, I Wayan Tebeng, 70, dan Ni Nyoman Bawak, 35 (anak dari I Wayang Tebeng), diyakini meregang nyawa karena sempat disentuh korban selamat Ni Ketut Sari, 30, saat tergeletak usai disambar petir.
Cerita mistis ini diungkapkan I Ketut Mawan, 38, salah satu anak dari korban tewas I Wayan Tegeng, saat ditemui NusaBali di rumah duka kawasan Banjar Beluhu Kauh, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Senin (26/2) siang. Menurut Ketut Mawan, adiknya yang merupakan korban selamat dalam musibah tersambar petir, Ni Ketut Sari, tanpa sengaja menyentuh tubuh ayahnya usai musibah, hingga meninggal dunia. Padahal, sesuai keyakinan, untuk mengetahui kepastian meninggal atau tidak, korban disambar petir mesti dibiarkan tanpa disentuh sampai lewat tengah malam pukul 24.00 Wita.
Ketut Mawan menceritakan, sudah beberapa kali pernah terjadi kasus disambar petir. Bahkan, pernah ada korban yang terbakar bagian rambut dan badannya usai disambar petir, namun mampu selamat dari maut setelah dibiarkan terkapar tanpa disentuh siapa pun hingga lewat tengah malam.
"Begitulah keyakinan kami di sini (Desa Tulamben, Red). Tapi, gara-gara adik saya Ni Ketut Sari menyentuh tubuh ayah (I Wayan Tebeng) dan siku adik saya yang terkapar, Ni Nyoman Bawak, mereka meninggal," kenang Ketut Mawan, yang sehari-hari bekerja sebagai perajin perak di Denpasar.
Meski demikian, Ketut Mawan dan keluarganya telah merelakan kepergian sang ayah Wayan Tebeng dan adiknya, Nyoman Bawak, buat selamanya. Jenazah ayah dan anaknya tersebut rencananya akan dikuburkan di Setra Desa Pakraman Beluhu pada Sukra Umanis Klawu, Jumat (2/3) depan. Hingga Senin kemarin, jenazah korban tewas tersambar petir masih dibaringkan berjejer di salah bagunan di rumah duka.
Menurut Ketut Mawan, upacara penguburan jenazah ayah dan adiknya nanti sedikit terkendala, karena jalan menuju Setra Desa Pakraman Beluhu terputus. Biasanya, jalur menuju setra mesti melintasi Sungai Peninggungan sekitar 300 meter dari rumah duka.
Namun, akibat banjir hingga jalan putus, maka jalan menuju setra harus melingkar ke Jalur Utama Amlapura-Singaraja sejauh 12 kilometer. Itu sebabnya, untuk mempercepat upacara, kedua jenazah usai dilakukan upacara mabersih di rumah duka, rencananya akan lanjut dibawa ke setra menggunakan mobil ambulans.
Musibah maut tersambar petir itu sendiri, sebagamana diberitakan, terjadi kebun kacang kawasan Banjar Tulamben, Desa Tulamben, yang berjarak sekitar 10 kilometer arah selatan rumah korban, Minggu siang sekitar pukul 14.30 Wita. Saat disambar petir, 9 orang sekeluarga sedang berteduh di dalam gubuk di tengah kebun kacang seluas 2 hektare, karena hujan lebat disertai petir menyambar-nyambar.
Dalam musibah ini, 2 korban tewas mengenaskan di lokasi TKP, yakni Wayan Tebeng dan anak perempuannya, Ni Nyoman Bawak. Sedangkan 7 korban selamat, juga semuanya masih satu keluarga asal Banjar Beluhu Kauh, Desa Tulamben, masing-masing I Nyoman Jenek, 35 (anak korban tewas Wayan Tebeng), Ni Ketut Sari, 30 (anak korban tewas Wayan Tebeng), I Ketut Tika, 32 (menantu korban tewas Wayan Tebeng), Ni Ketut Purnami, 13 (cucu dari korban tewas Wayan Tebeng), Putu Mae Anggraini, 12 (cucu dari korban tewas Wayan Tebeng), Kadek Denik, 8 (cucu dari korban tewas Wayan Tebeng), dan Komang Erik, 2 (cucu dari korban tewas Wayan Tebeng),
Selama ini, korban Wayan Tebeng dikenal sebagai petani yang ulet. Walau umurnya telah 70 tahun, Wayan Tebeng konsisten mengolah lahan seluas 2 hektare di Banjar/Desa Tulamben untuk ditanami kacang tanah, jagung, dan sawi secara bergantian. Selama ini, dia selalu bekerja di kebun mengajak adik, anak, menantu, dan cucunya. Mereka bahu membahu mulai dari mengolah lahan, menanam kacang tanah, cabut rumput, hingga panen. Untuk bibit kacang tanah, ada pengepul yang memberikan bibit, setelah panen, hasilnya dibagi sesuai perjanjian.
Kesehariannya, korban Wayan Tebeng tinggal serumah bersama sang istri Ni Nengah Tebeng, 71, sang adik kadung I Wayan Sutama, anak perempuannya yakni Ni Nyoman Bawak, dan cucunya I Putu Okta. Sebab, sesuai keyakinan di Banjar Beluhu Kauh, Desa Tulamben, tidak boleh tinggal di satu pekarangan lebih dari dua KK.
Rumah yang ditinggal keluarga korban, terdiri dari empat bangunan, satu dapur, dan tiga bangunan tempat tidur. Sedangkan anak-anak yang lainnya tinggal terpisah, masih di Banjar Beluhu Kauh.
Sementara itu, Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri mengucapkan berduka atas tragedi maut sekeluarga disambar petir ini. Bupati Mas Sumatri mengaku akan melayat ke rumah duka di Banjar Beluhu Kauh, Desa Tulamben. "Nanti kami melayat ke rumah duka," ucap Bupati Mas Sumatri kepada NusaBali seusai membuka Musrenbangcam Kecamatan Sidemen, Senin kemarin. *k16
1
Komentar