Penyuluh Bahasa Bali Pertanyakan Pembiayaan
Pansus DPRD Bali menyerap aspirasi di Buleleng terkait revisi Perda Nomor 03 Tahun 1992, tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali. Kegiatan ini melibatkan Penyuluh Bahasa Bali dan Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten Buleleng.
Terkait Revisi Perda Bahasa, Aksara dan Sastra Bali
SINGARAJA, NusaBali
Penyerapan aspirasi dilakukan di Gedung DRPD Buleleng, Jalan Veteran Singaraja, Selasa (27/2) pagi. Penyerapan aspirasi dipimpin Wakil Ketua Pansus I Wayan Rawan Atmaja di damping anggotanya masing-masing Nyoman Budi Utama dan Kadek Setiawan. Hadir juga Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikkpora) Provinsi Bali, Tjokorda Istri Agung Kusuma Wardhani.
Dalam pertemuan itu, Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali, Nyoman Suka Ardiyasa mengatakan, penerapan aksara, bahasa, dan sastra Bali lewat pendidikan formal sudah diakomodir dengan baik dalam draf revisi perda. Sedangkan, upaya pelestarian lewat jalur non formal dirinya mengusulkan agar pemerintah daerah lewat instansi terkait perlu mengalokasikan dana operasional. Selama ini pelestarian seperti yang dilakukan ratusan penyuluh di Bali sekarang ini masih terganjal dana operasional. “Ini yang kami usulkan, sehingga sekarang dengan pembahasan revisi perda ini teman-teman penyuluh tidak ragu untuk melakukan tugasnya. Harapannya nanti dukungan dana bisa diakomodir oleh pemerintah,” jelasnya.
Menurut Suka Ardiasa, dana operasional ini diperlukan ketika pihaknya perawatan naskah lontar, seperti membeli bahan dan peralatan yang memadai. Dia mencontohkan, untuk mengawetkan naskah lontar memerlukan minyak Sere dan ini belum bisa dipenuhi dengan optimal. “Selama ini syukur warga atau pemilik lontar yang menyediakan. Tetapi ada juga yang sama sekali tidak menyediakan apa, karena memang tidak punya dana. Jangankan menyediakan minyak, dan minum,mereka sendiri tidak masih kekurangan,” katanya.
Selain itu, dukungan pendanaan ini juga diperlukan ketika melakukan penambahan jumlah penutur. Dukungan dana ini tidak kalah pentinggnya karena dana yang mereka gunakan sekarang ini terbatas, dan tergantung dari dukungan desa atau desa pakraman di wilayah tugas masing-masing penyuluh.
Terkait dengan usulan tersebut, Wakil Ketua Pansus Wayan Rawan Atmaja mengatakan, masukan tersebut menjadi bahan pertimbangan. Sehingga masalah pendanaan nanti bisa diatur lebih lanjut melalui Peraturan Gubernur (Pergub). “Nanti agar Pergub yang mengatur secara teknis,” katanya.
Selain masalah pendanaan, pihaknya juga mendapat masukan terkait dengan bahasa Bali diterapkan di semua jenjang pendidikan, mulai dari TK, SD, SMP, SMA/SMK hingga perguruan tinggi. Hanya saja, di tingkat perguruan tinggi, penerapannya tidak diwajiban dan itu dibebaskan kepada menejemen perguruan tinggi masing-masing. “Secara umum sosialisasi kami di Buleleng mendapatkan masukan positif. Kami menuntaskan sosialisasi ke semua kabupaten dan kota. Nanti aspirasi ini akan dibahas kembali, sehingga revisi perda ini sesuai harapan masyarakat Bali,” katanya. *k19
SINGARAJA, NusaBali
Penyerapan aspirasi dilakukan di Gedung DRPD Buleleng, Jalan Veteran Singaraja, Selasa (27/2) pagi. Penyerapan aspirasi dipimpin Wakil Ketua Pansus I Wayan Rawan Atmaja di damping anggotanya masing-masing Nyoman Budi Utama dan Kadek Setiawan. Hadir juga Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikkpora) Provinsi Bali, Tjokorda Istri Agung Kusuma Wardhani.
Dalam pertemuan itu, Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali, Nyoman Suka Ardiyasa mengatakan, penerapan aksara, bahasa, dan sastra Bali lewat pendidikan formal sudah diakomodir dengan baik dalam draf revisi perda. Sedangkan, upaya pelestarian lewat jalur non formal dirinya mengusulkan agar pemerintah daerah lewat instansi terkait perlu mengalokasikan dana operasional. Selama ini pelestarian seperti yang dilakukan ratusan penyuluh di Bali sekarang ini masih terganjal dana operasional. “Ini yang kami usulkan, sehingga sekarang dengan pembahasan revisi perda ini teman-teman penyuluh tidak ragu untuk melakukan tugasnya. Harapannya nanti dukungan dana bisa diakomodir oleh pemerintah,” jelasnya.
Menurut Suka Ardiasa, dana operasional ini diperlukan ketika pihaknya perawatan naskah lontar, seperti membeli bahan dan peralatan yang memadai. Dia mencontohkan, untuk mengawetkan naskah lontar memerlukan minyak Sere dan ini belum bisa dipenuhi dengan optimal. “Selama ini syukur warga atau pemilik lontar yang menyediakan. Tetapi ada juga yang sama sekali tidak menyediakan apa, karena memang tidak punya dana. Jangankan menyediakan minyak, dan minum,mereka sendiri tidak masih kekurangan,” katanya.
Selain itu, dukungan pendanaan ini juga diperlukan ketika melakukan penambahan jumlah penutur. Dukungan dana ini tidak kalah pentinggnya karena dana yang mereka gunakan sekarang ini terbatas, dan tergantung dari dukungan desa atau desa pakraman di wilayah tugas masing-masing penyuluh.
Terkait dengan usulan tersebut, Wakil Ketua Pansus Wayan Rawan Atmaja mengatakan, masukan tersebut menjadi bahan pertimbangan. Sehingga masalah pendanaan nanti bisa diatur lebih lanjut melalui Peraturan Gubernur (Pergub). “Nanti agar Pergub yang mengatur secara teknis,” katanya.
Selain masalah pendanaan, pihaknya juga mendapat masukan terkait dengan bahasa Bali diterapkan di semua jenjang pendidikan, mulai dari TK, SD, SMP, SMA/SMK hingga perguruan tinggi. Hanya saja, di tingkat perguruan tinggi, penerapannya tidak diwajiban dan itu dibebaskan kepada menejemen perguruan tinggi masing-masing. “Secara umum sosialisasi kami di Buleleng mendapatkan masukan positif. Kami menuntaskan sosialisasi ke semua kabupaten dan kota. Nanti aspirasi ini akan dibahas kembali, sehingga revisi perda ini sesuai harapan masyarakat Bali,” katanya. *k19
1
Komentar