PP Premi Antisipasi Krisis Perbankan
Pungutan premi sebagai antisipasi bila terjadi krisis sector perbankan akan dikeluarkan Peraturan Pemerintah-nya tahun ini.
JAKARTA, NusaBali
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) terkait premi restrukturisasi perbankan akan diterbitkan pada 2018. Namun demikian, pungutan terhadap perbankan dari program ini belum akan dilakukan pada tahun ini.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan, adanya premi ini memang merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Pungutan premi siapkan sebagai mengantisipasi bila terjadi krisis.
"Jadi LPS bersama pemerintah diminta untuk menyiapkan dana apabila terjadi gangguan terhadap bank besar. Kalau di dunia namanya Resolution Fund. Kalau di kami, sering diartikan sebagai pemungutan premi untuk mencegah krisis," ujar Halim Alamsyah dikutip liputan6, Rabu (28/2).
Menurut dia, saat ini proses pembahasan rancangan PP tersebut telah memasuki tahap akhir. Namun, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan LPS belum menentukan besaran pungutan yang akan terapkan.
"PP-nya sedang disiapkan. Saya rasa sekarang sudah dalam tahap akhir. Konsep pemungutan, cara pemungutan, itu semua sudah dibahas, itu sudah (final). Yang belum adalah penentuan rate-nya dan apakah sistemnya akan flat seperti premi penjaminan ataukah berbasis risiko. Ini sedang didiskusikan," kata dia.
Untuk besaran tarif ini, lanjut Halim, memang masih menjadi pembahasan yang cukup panjang. Sebab, di satu sisi pungutan ini diperlukan. Namun di sisi lain juga jangan sampai memberatkan perbankan.
"Saya rasa mungkin begini, katakanlah sekarang premi penjaminan, bank membayar sekitar 0,2 persen. Memang ada diskusi, memungkinkan atau tidak bila bank tetap membayar 0,2 persen, lalu apakah dari 0,2 persen ini bisa di-split atau tidak, sebagian untuk penjaminan, yang sebagian untuk resolution fund," tutur dia.
"Tapi dari sisi yang lain, UU LPS itu meminta adanya target 2,5 persen dari total DPK untuk dana penjaminan itu. Saat ini baru sekitar 1,7-1,8 persen dari DPK. Jadi apabila ada split, berarti nanti katakanlah bahwa apa yang digariskan di UU LPS itu tidak tercapai," lanjut dia.
Halim yakin jika PP terkait premi tersebut bisa terbit pada tahun ini. Namun untuk pungutannya masih harus menunggu kesiapan perbankan. "Belum (dipungut tahun ini). Kalau peraturannya saja, saya rasa bisa tahun ini. Tapi pelaksanaannya butuh waktu," tandas dia.*
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) terkait premi restrukturisasi perbankan akan diterbitkan pada 2018. Namun demikian, pungutan terhadap perbankan dari program ini belum akan dilakukan pada tahun ini.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan, adanya premi ini memang merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Pungutan premi siapkan sebagai mengantisipasi bila terjadi krisis.
"Jadi LPS bersama pemerintah diminta untuk menyiapkan dana apabila terjadi gangguan terhadap bank besar. Kalau di dunia namanya Resolution Fund. Kalau di kami, sering diartikan sebagai pemungutan premi untuk mencegah krisis," ujar Halim Alamsyah dikutip liputan6, Rabu (28/2).
Menurut dia, saat ini proses pembahasan rancangan PP tersebut telah memasuki tahap akhir. Namun, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan LPS belum menentukan besaran pungutan yang akan terapkan.
"PP-nya sedang disiapkan. Saya rasa sekarang sudah dalam tahap akhir. Konsep pemungutan, cara pemungutan, itu semua sudah dibahas, itu sudah (final). Yang belum adalah penentuan rate-nya dan apakah sistemnya akan flat seperti premi penjaminan ataukah berbasis risiko. Ini sedang didiskusikan," kata dia.
Untuk besaran tarif ini, lanjut Halim, memang masih menjadi pembahasan yang cukup panjang. Sebab, di satu sisi pungutan ini diperlukan. Namun di sisi lain juga jangan sampai memberatkan perbankan.
"Saya rasa mungkin begini, katakanlah sekarang premi penjaminan, bank membayar sekitar 0,2 persen. Memang ada diskusi, memungkinkan atau tidak bila bank tetap membayar 0,2 persen, lalu apakah dari 0,2 persen ini bisa di-split atau tidak, sebagian untuk penjaminan, yang sebagian untuk resolution fund," tutur dia.
"Tapi dari sisi yang lain, UU LPS itu meminta adanya target 2,5 persen dari total DPK untuk dana penjaminan itu. Saat ini baru sekitar 1,7-1,8 persen dari DPK. Jadi apabila ada split, berarti nanti katakanlah bahwa apa yang digariskan di UU LPS itu tidak tercapai," lanjut dia.
Halim yakin jika PP terkait premi tersebut bisa terbit pada tahun ini. Namun untuk pungutannya masih harus menunggu kesiapan perbankan. "Belum (dipungut tahun ini). Kalau peraturannya saja, saya rasa bisa tahun ini. Tapi pelaksanaannya butuh waktu," tandas dia.*
1
Komentar