PNS Tersangka Korupsi Santunan Kematian Ditahan
“Sekarang sedang dipersiapkan pelimpahan tahap kedua ke kejaksaan,”
NEGARA, NusaBali
Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Satreskrim Polres Jembrana melakukan penahan terhadap oknum PNS Pemkab Jembrana, IS, 48, yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana santunan kematian tahun 2015. Penyidik juga masih mendalami keterlibatan 6 mantan aparat Desa/Kelurahan terkait perkara yang merugikan negara Rp 451 juta ini. Kapolres Jembrana, AKBP Priyanto Priyo Hutomo mengatakan penahanan terhadap tersangka IS dilakukan menyusul kesiapan pelimpahan tahap dua perkara yang bersangkutan ke Kejaksaan Negeri Jembrana. IS IS yang merupakan eks pegawai di Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kesosnakertrans) Jembrana dan dimutasi sebagai pegawai di Inspektorat Jembrana sudah menjalani penahanan sejak Senin (26/2) lalu. “Sekarang sedang dipersiapkan pelimpahan tahap kedua ke kejaksaan,” ujar AKBP Priyanto dalam jumpa pers di Polres Jembrana, Kamis (1/3).
Menurut AKBP Priyanto Priyo Hutomo, tindak pidana korupsi dana santunan kematian tahun 2015 lalu itu, terungkap dilakukan dengan dua cara. Pertama, adalah merekayasa data kematian warga. Kedua, mengajukan kembali data kematian warga yang dulu sudah pernah mendapat dana santunan kematian, sehingga terjadi pencairan ganda. “Padahal sesuai dengan dasar Peraturan Bupati Jembrana nomor 1 tahun 2014, satu warga Jembrana yang meninggal hanya sekali mendapat dana santunan kematian dengan nilai Rp 1,5 Juta,” ujarnya.
Berdasar hasil penyelidikan, kata AKBP Priyanto Priyo Hutomo, pada tahun 2015 lalu itu, ada total sebanyak 2.387 pengajuan dana satunan kematian yang sempat dicairkan melalui Dinas Kesosnakertrans Jembrana dengan jumlah anggaran sebesar Rp 3. 580.500.000. Dari 2.387 pengajuan dana satunan kematian itu, 301 diantaranya terungkap fiktif, dengan total uang sebesar Rp 451.500.000 yang menjadi kerugian Negara. Rincian dari 301 pencairan yang termasuk fiktif itu, 242 dicairkan dengan merekayasa data kematian (Rp 363.000.000) dan 59 dicairkan dengan menduplikasi data kematian warga yang dulu sudah pernah mendapat dana santunan kematian (Rp 88.500.000).
Dalam memperoses pencairan dana santuanan kematian fiktif itu, kata AKBP Priyanto Priyo Hutomo, dilakukan sendiri oleh IS yang kebetulan bertugas sebagai penerima pendaftaran sekaligus petugas verifikasi dana santunan kematian di Dinas Kesosnakertrans Jembrana tahun 2015 lalu. Namun untuk membuat pengajuan berkas tersebut, IS bekerjasama dengan 6 aparat Desa/Kelurahan, yakni 3 orang Kepala Lingkungan di Kelurahan Gilimanuk, (Kaling Asih bernisial Tm, Kaling Asri bernisial NI Luh Sr, dan Kaling Jineng Agung bernisial I Komang Bd), 2 orang Kelian Banjar di Desa Tukadaya (Kelian Banjar Sarikuning Tulung Agung bernisial I Dewa Ketut At dan Kelian Banjar Munduk Ranti berinisial I Gede Ast), dan seorang Kaur Pemerintahan Desa Baluk bernisial I Gede Bdh. Untuk 6 aparat Desa/Kelurahan itu, seluruhnya diketahui telah diberhentikan dari jabatan mereka setelah mencuat kasus dugaan korupsi pada tahun 2016 lalu itu.
Dari 6 mantan aparat Desa/Kelurahan itu, AKBP Priyanto Priyo Hutomo mengakui, 2 diantaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka, yakni 2 orang mantan Kelian Banjar di Desa Tukadaya (I Dewa Ketut At dan I Gede Ast. Sedangkan 4 mantan aparat Desa/Kelurahan lainnya, sementara masih berstatus sebagai saksi, dan sudah hampir dipastikan akan menyusul ditetapkan sebagai tersangka. “Yang 2 sudah ada tersangka. Tetapi untuk berkasnya, rencana dalam waktu dekat akan kami ajukan ke Kejaksaan. Sedangkan yang 4 lainnya masih kami selidiki, dan belum sampai kami tetapkan tersangka,” ujar AKBP Priyanto Priyo Hutomo.
Terkait perkara itu, IS dipersangkakan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 yo Pasal 4 UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yo Pasal 64 KUHP. Dalam Pasal 2 ayat 1 serta Pasal 3 tentang Tindak Pidana Korupsi tersebut, teruang masing-masing ancaman hukuman pidana penjara minimal 4 tahun hingga maksimal 20 tahun dan denda minimal Rp 200 Juta hingga maksimal Rp 1 Miliar, serta ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau minimal 1 tahun hingga mkasimal 20 tahun dan atau dendan minimal Rp 50 Juta sampai Rp 1 Miliar. *ode
Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Satreskrim Polres Jembrana melakukan penahan terhadap oknum PNS Pemkab Jembrana, IS, 48, yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana santunan kematian tahun 2015. Penyidik juga masih mendalami keterlibatan 6 mantan aparat Desa/Kelurahan terkait perkara yang merugikan negara Rp 451 juta ini. Kapolres Jembrana, AKBP Priyanto Priyo Hutomo mengatakan penahanan terhadap tersangka IS dilakukan menyusul kesiapan pelimpahan tahap dua perkara yang bersangkutan ke Kejaksaan Negeri Jembrana. IS IS yang merupakan eks pegawai di Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kesosnakertrans) Jembrana dan dimutasi sebagai pegawai di Inspektorat Jembrana sudah menjalani penahanan sejak Senin (26/2) lalu. “Sekarang sedang dipersiapkan pelimpahan tahap kedua ke kejaksaan,” ujar AKBP Priyanto dalam jumpa pers di Polres Jembrana, Kamis (1/3).
Menurut AKBP Priyanto Priyo Hutomo, tindak pidana korupsi dana santunan kematian tahun 2015 lalu itu, terungkap dilakukan dengan dua cara. Pertama, adalah merekayasa data kematian warga. Kedua, mengajukan kembali data kematian warga yang dulu sudah pernah mendapat dana santunan kematian, sehingga terjadi pencairan ganda. “Padahal sesuai dengan dasar Peraturan Bupati Jembrana nomor 1 tahun 2014, satu warga Jembrana yang meninggal hanya sekali mendapat dana santunan kematian dengan nilai Rp 1,5 Juta,” ujarnya.
Berdasar hasil penyelidikan, kata AKBP Priyanto Priyo Hutomo, pada tahun 2015 lalu itu, ada total sebanyak 2.387 pengajuan dana satunan kematian yang sempat dicairkan melalui Dinas Kesosnakertrans Jembrana dengan jumlah anggaran sebesar Rp 3. 580.500.000. Dari 2.387 pengajuan dana satunan kematian itu, 301 diantaranya terungkap fiktif, dengan total uang sebesar Rp 451.500.000 yang menjadi kerugian Negara. Rincian dari 301 pencairan yang termasuk fiktif itu, 242 dicairkan dengan merekayasa data kematian (Rp 363.000.000) dan 59 dicairkan dengan menduplikasi data kematian warga yang dulu sudah pernah mendapat dana santunan kematian (Rp 88.500.000).
Dalam memperoses pencairan dana santuanan kematian fiktif itu, kata AKBP Priyanto Priyo Hutomo, dilakukan sendiri oleh IS yang kebetulan bertugas sebagai penerima pendaftaran sekaligus petugas verifikasi dana santunan kematian di Dinas Kesosnakertrans Jembrana tahun 2015 lalu. Namun untuk membuat pengajuan berkas tersebut, IS bekerjasama dengan 6 aparat Desa/Kelurahan, yakni 3 orang Kepala Lingkungan di Kelurahan Gilimanuk, (Kaling Asih bernisial Tm, Kaling Asri bernisial NI Luh Sr, dan Kaling Jineng Agung bernisial I Komang Bd), 2 orang Kelian Banjar di Desa Tukadaya (Kelian Banjar Sarikuning Tulung Agung bernisial I Dewa Ketut At dan Kelian Banjar Munduk Ranti berinisial I Gede Ast), dan seorang Kaur Pemerintahan Desa Baluk bernisial I Gede Bdh. Untuk 6 aparat Desa/Kelurahan itu, seluruhnya diketahui telah diberhentikan dari jabatan mereka setelah mencuat kasus dugaan korupsi pada tahun 2016 lalu itu.
Dari 6 mantan aparat Desa/Kelurahan itu, AKBP Priyanto Priyo Hutomo mengakui, 2 diantaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka, yakni 2 orang mantan Kelian Banjar di Desa Tukadaya (I Dewa Ketut At dan I Gede Ast. Sedangkan 4 mantan aparat Desa/Kelurahan lainnya, sementara masih berstatus sebagai saksi, dan sudah hampir dipastikan akan menyusul ditetapkan sebagai tersangka. “Yang 2 sudah ada tersangka. Tetapi untuk berkasnya, rencana dalam waktu dekat akan kami ajukan ke Kejaksaan. Sedangkan yang 4 lainnya masih kami selidiki, dan belum sampai kami tetapkan tersangka,” ujar AKBP Priyanto Priyo Hutomo.
Terkait perkara itu, IS dipersangkakan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 yo Pasal 4 UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yo Pasal 64 KUHP. Dalam Pasal 2 ayat 1 serta Pasal 3 tentang Tindak Pidana Korupsi tersebut, teruang masing-masing ancaman hukuman pidana penjara minimal 4 tahun hingga maksimal 20 tahun dan denda minimal Rp 200 Juta hingga maksimal Rp 1 Miliar, serta ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau minimal 1 tahun hingga mkasimal 20 tahun dan atau dendan minimal Rp 50 Juta sampai Rp 1 Miliar. *ode
1
Komentar