nusabali

Terpaksa Berhenti Sekolah karena Terserang Penyakit Lupus

  • www.nusabali.com-terpaksa-berhenti-sekolah-karena-terserang-penyakit-lupus

Ayah dari bocah Ni Komang Pira Cahyani Dewi, yakni I Ketut Rambit, meninggal dunia diduga karena kecapean setelah menunggui putri bungsunya dirawat di RS Sanglah

Kisah Ni Komang Pira Cahyani Dewi, Bocah Pintar dari Desa Duda Utara, Kecamatan Selat, Karangasem


AMLAPURA, NusaBali
Malang betul nasib Ni Komang Pira Cahyani Dewi, 11, bocah perempuan asal Banjar Geriana Kauh, Desa Duda Utara, Kecamatan Selat. Gara-gara terserang penyakit lupus, siswi pintar dari SDN 4 Duda Utara ini terpaksa harus berhenti sekolah. Setelah bocah malang ini pulang dari rumah sakit, ayahnya justru meninggal dunia diduga karena kecapean menunggui putrinya di rumah sakit.

Bocah Ni Komang Pira Cahyanti Dewi mulai jatuh sakit sejak April 2017, menjelang naik ke Kelas V SDN 4 Duda Utara. Sejak itu pula, anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan I Ketut Rambit, 50, dan Ni Kadek Pica Arini, 47, ini harus berhenti sekolah. Bocah malang ini harus drop out saat menyandang status sebagai siswa ‘pintar’, karena selalu jadi juara sejak Kelas I hingga Kelas IV.

Gejala awal yang dialami Komang Pira Cahyani Dewi adalah muncul bintik-bintik merah di wajah, disertai panas tinggi mencapai 38 derajat celsius. Belakangan, bocah Komang Pira divonis menderita penyakit lupus.

Penyakit lupus adalah jenis penyakit baru seperti kanker. Penderita penyakit ini awalnya dikira mempunyai kelainan kulit, berupa kemerahan di sekitar hidung dan pipi, bercak-bercak merah di bagian wajah dan lengan, panas dan rasa lelah berkepanjangan, rambut rontok, persendian kerap bengkak, dan timbul sariawan. Penyakit ini tidak hanya menyerang kulit, tetapi juga seluruh organ yang ada di dalam tubuh.

Gejala umum penderita penyakit lupus adalah sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan pegal-pegal. Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu.

Ketika awal-awalnya muncul bintik-bintik merah di wajah disertai panas tinggi, bocah Komang Pira langsung diantar kedua orangtuanya berobat ke Puskesmas Selat, 1 April 2017. Hari itu juga, bocah Komang Pira dirujuk ke RSUD Karangasem di Amlapura. Dia sempat selama tiga hari menjalani opname di RSUD Karangasem, karena diduga terserang DB. Setelah dirawat, kondisinya membaik, trombosit normal, panas turun, bintik-bintik merah pun hilang.

Selanjutnya, bocah Komang Pira diajak kontrol ke Puskesmas Selat, 4 April 2017. Namun, sepekan kemudian, 11 April 2017, badan Komang Pira tiba-tiba bengkak, kulitnya merah, disertai panas tinggi. Ibundanya, Kadek Pica Arini, pun menelepon sang suami Ketut Rambit yang saat itu kerja di salah satu vila kawasan wisata Kuta, Badung.

Hari itu pula, bocah Komang Pira kembali diantar ke Puskesmas Selat, kemudian dirujuk ke RSUD Karangasem. Sempat rawat inap tiga hari di RS, tim dokter belum memastikan jenis penyakitnya. Saat itu, badan bocah Komang Pira tambah bengkak. Perilakunya beringas dan suka ngamuk-ngamuk.

Akhirnya, bocah Komang Pira dirujuk dari RSUD Karangasem ke RS Sanglah. Bocah malang ini sempat selama beberapa pekan dirawat di Ruang ICU RS Sanglah untuk dilakukan observasi. Saat itulah baru ketahuan kalau bocah pintar ini menderita penyakit lupus.

Saat dirawat di RS Sanglah, bocah Komang Pira sempat jatuh pingsan. Setelah siuman, bocah Komang Pira justru tidak bisa melihat hingga tak bisa membaca dan tidak mampu mengenali setiap orang di dekatnya. Dia hanya mengenal orang dari suaranya. Komang Pira sendiri akhirnya dibolehkan pulang dari RS Sanglah pada Juni 2017.

Beberapa lama setelah bocah Komang Pira pulang dari RS Sanglah, giliran ayahnya yakni I Ketut Rambit yang jatuh sakit. Diduga alami panas tinggi karena kecapean, Ketut Rambit dilarikan ke Klinik di Banjar Pesangkan, Desa Duda Timur, Kecamatan Selat. Selanjutnya, ayah bocah Komang Pira ini dirujuk ke RS Sanglah. Namun, nyawa Ketut Rambit tidak tertolong, yang bersangkutan meninggal di RS Sanglah.

Sejak ayahnya meninggal, bocah Komang Pira menjadi anak yatim, dengan diasuh ibunya, Kadek Pica Arini. Bocah berusia 11 tahun ini berjuang melawan penyakit lupus yang dideritanya. “Anak saya ini berhenti sekolah sejak jatuh sakit awal April 2017. Apalagi, sekarang dia tidak bisa melihat. Saya sedih, padahal anak saya ini selalu juara kelas sejak Kelas I hingga Kelas IV,” tutur ibundanya, Kadek Pica Arini di kediamannya kawasan Banjar Geriana Kauh, Desa Duda Utara, Kecamatan Selat, beberapa hari lalu.

Sedangkan kakak sulung bocah Komang Pira, yakni I Gede Rapi Cahyadi, 23, berharap adik bungsunya yang divonis menderita penyakit lupus ini cepat sembuh, sehingga bisa kembali sekolah. "Adik saya ini rajin belajar dan pintar di sekolah. Tapi sekarang dia tidak bisa apa. Kasihan dia, padahal dia anak pintar,” papar Gede Rapi Cahyadi yang hari itu mendampingi ibunya, Kadek Pica Arini.

Sementara itu, mantan Kepala Sekolah (Kasek) SDN 4 Duda Utara, I Wayan Suda, mengakui bocah Komang Pira termasuk siswi pintar yang selalu juara kelas sejak Kelas I. "Seingat saya, anak itu memang pintar,” ujar Wayan Suda yang sudah pindah tugas sejak Januari 2017 dan kini menjabat sebagai Kasek SDN 2 Duda Utara.

Sedangkan Kasek SDN 4 Duda Utara yang baru, Ni Wayan Putu Suarni, mengaku prihatin atas nasib bocah Komang Pira. "Anak itu pintar di sekolah. Walau sakit, anak itu tetap naik ke Kelas V. Kami berharap anak itu bisa sembuh dan kembali ke sekolah. Hingga saat ini, anak itu masih tercatat sebagai siswi SDN 4 Duda Utara,” jelas Wayan Putu Suarni yang dikonfirmasi NusaBali secara terpisah.

Di sisi lain, Ketua Yayasan Bali Kumara Karangasem, Ni Made Laba Dwikarini, rutin menyambangi bocah Komang Pira. "Anak bangsa ini mesti kita selamatkan, tetapi bagaimana caranya? Kami coba tes anak itu agar menulis namanya. Untuk menulis namanya sendiri masih bisa, tapi anak itu tidak bisa lagi membaca, karena tak bisa melihat," kata Laba Dwi Karini. *k16

Komentar