Bincang Asyik Anak Muda GTS
Bincang santai tentang sadar hukum ini bukan bertujuan untuk ikut merumuskan bagaimana hukum yang berlaku, namun lebih kepada memberikan edukasi tentang hukum kepada anak-anak muda yang nantinya jadi penentu masa depan bangsa
Bahas tentang Sadar Hukum
DENPASAR, NusaBali
Persoalan-persoalan hukum belakangan ini kian marak. Mirisnya, orang-orang yang patutnya diteladani, justru malah yang melakukan pelanggaran hukum. Inilah yang memotivasi Perkumpulan Pendidikan Nasional (Perdiknas) yang komit sejak awal mencerdaskan anak bangsa dari segala bidang, mengadakan bincang santai bersama siswa dan mahasiswa sebagai genarasi masa kini yang mesti sadar hukum.
Kali ini Perdiknas berkolaborasi dengan Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa) dan Putri Cening Ayu Tough Nationalist Success (TNS), menggelar sebuah talkshow bertema ‘Menjadi Generasi Zaman Now yang Good Trust Smart (GTS) Sadar Hukum’ di Ruang Meeting Perdiknas Denpasar, Jumat (2/3). Acara diformat berupa bincang asyik dimana suasana diskusi terlihat lebih santai dan membaur dengan peserta yang isinya anak-anak muda. Seperti tidak ada sekat, suasana pun begitu cair diselingi canda tawa antara narasumber maupun peserta. Meski santai, namun diskusi tetap padat makna dan fokus dengan materi kesadaran hukum.
Tidak kalah menarik juga, selain Ketua Perdiknas Dr AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda SH MM MH, ada dua narasumber dari generasi muda yang didatangkan pada bincang asyik itu. Mereka adalah Silvia Pratiwi SH MH, dan Nessya Monica Larasati Putri SH. Keduanya tergabung dalam komunitas Putri Cening Ayu TNS, sebuah komunitas yang dibentuk belum lama ini. Komunitas ini berangkat dari paradigma yang sama, yakni bagaimana menyelamatkan generasi muda sebagai asset bangsa yang dimiliki dari sisi hukum.
Ketua Perdiknas Tini Rusmini Gorda yang sekaligus sebagai inisiator pendiri Putri Cening Ayu TNS, mengungkapkan, bincang santai tentang sadar hukum ini bukan bertujuan untuk ikut merumuskan bagaimana hukum yang berlaku, namun lebih kepada memberikan edukasi tentang hukum kepada anak-anak muda yang nantinya jadi penentu masa depan bangsa. Tini Gorda mengatakan, edukasi ini mengambil konsep memotong mata rantai.
“Kami ambil konsep memotong mata rantai. Kami tidak mengambil ruang orang yang paham hukum, namun ruang yang belum paham hukumlah yang kita ambil sebagai sisi pemotongan mata rantai dari persoalan-persoalan hukum di depan mata. Mereka akan jadi calon ayah dan ibu, dan inilah yang akan menjadi harapan baru, bahwa dengan memotong mata rantai bisa memberikan pemahaman hukum dari generasi zaman now,” ungkapnya usai bincang santai kemarin.
Menurutnya, sadar hukum bisa dimulai dari hal-hal kecil, seperti tahu aturan dan situasi, serta tidak mengganggu ketertiban umum. Salah satu contohnya, trek-trekan di jalan umum yang masih kerap dilakukan anak muda. “Dipikirnya itu sebuah mode, padahal ternyata bersentuhan dengan hukum. Mereka kurang sadar dengan hukum. Padahal trek-trekan itu tidak negatif, asal on the track, tidak di jalan raya. Semua ada aturannya. Itulah mengapa kita ingin mengajak generasi zaman now paham tentang ini,” katanya.
Di sisi lain, narasumber Nessya Monica Larasati Putri SH, menyebut, ada beberapa faktor yang mengakibatkan kurangnya kesadaran hukum. Dari masyarakat sendiri, pengejawantahan dari hukum yang berlaku di Indonesia nyatanya memang belum bisa diwujudkan sepenuhnya. “Contoh sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Tapi, banyak kita dihadapkan pada kasus yang berbau SARA. Inilah yang menjadi faktor kurangnya kesadaran hukum di masyarakat,” ungkapnya.
Selain itu, menurut Nessya, tidak adanya rasa toleransi dan kurangnya rasa nasionalisme, serta melemahnya substansi hukum turut menjadi faktor kurangnya rasa sadar hukum. Termasuk pula lemahnya aparat penegak hukum. Pada kenyataanya, tidak jarang ada pula penegak hukum yang melanggar. “Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, aparat penegak hukum juga memiliki aturan-aturan tersendiri, dan diamanatkan oleh undang-undang. Jika tidak bisa dijalankan dengan baik, maka akan kurang efektif,” imbuhnya.
Sementara narasumber lainnya, Silvia Pratiwi SH MH, lebih banyak mengupas kesadaran hukum dari sisi hukum bisnis. Menurutnya, dalam berbisnis, masyarakat juga tidak bisa dilepaskan dari sisi hukumnya, berupa kesepakatan hingga perjanjian tertulis. Jika ada yang ingin berbisnis, harus sadar betul dengan hukum yang berlaku dalam dunia bisnis.
“Setiap kita melakukan suatu jual beli dalam bisnis, di dalamnya pasti ada suatu aturan. Dimana ada kesepakatan terlebih dahulu, barulah kita membuat suatu perjanjian tertulis. Itu yang dinamakan kontrak dalam berbisnis, tanpa adanya aturan kita pasti tidak mengetahui apa yang harus kita perhatikan,” katanya.
Sadar hukum yang dimaksud, adalah mengetahui nilai norma yang ada dalam perjanjian itu, kemudian menaatinya. “Jadi berbisnis itu juga tidak asal-asalan. Kita harus sadar hukum dan tanpa adanya keterpaksaan dalam membuat kontrak. Kalau kita nggak sadar hukum, kita tentu tidak tahu apa saja komponen dari kata sepakat itu,” tandasnya. *ind
DENPASAR, NusaBali
Persoalan-persoalan hukum belakangan ini kian marak. Mirisnya, orang-orang yang patutnya diteladani, justru malah yang melakukan pelanggaran hukum. Inilah yang memotivasi Perkumpulan Pendidikan Nasional (Perdiknas) yang komit sejak awal mencerdaskan anak bangsa dari segala bidang, mengadakan bincang santai bersama siswa dan mahasiswa sebagai genarasi masa kini yang mesti sadar hukum.
Kali ini Perdiknas berkolaborasi dengan Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa) dan Putri Cening Ayu Tough Nationalist Success (TNS), menggelar sebuah talkshow bertema ‘Menjadi Generasi Zaman Now yang Good Trust Smart (GTS) Sadar Hukum’ di Ruang Meeting Perdiknas Denpasar, Jumat (2/3). Acara diformat berupa bincang asyik dimana suasana diskusi terlihat lebih santai dan membaur dengan peserta yang isinya anak-anak muda. Seperti tidak ada sekat, suasana pun begitu cair diselingi canda tawa antara narasumber maupun peserta. Meski santai, namun diskusi tetap padat makna dan fokus dengan materi kesadaran hukum.
Tidak kalah menarik juga, selain Ketua Perdiknas Dr AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda SH MM MH, ada dua narasumber dari generasi muda yang didatangkan pada bincang asyik itu. Mereka adalah Silvia Pratiwi SH MH, dan Nessya Monica Larasati Putri SH. Keduanya tergabung dalam komunitas Putri Cening Ayu TNS, sebuah komunitas yang dibentuk belum lama ini. Komunitas ini berangkat dari paradigma yang sama, yakni bagaimana menyelamatkan generasi muda sebagai asset bangsa yang dimiliki dari sisi hukum.
Ketua Perdiknas Tini Rusmini Gorda yang sekaligus sebagai inisiator pendiri Putri Cening Ayu TNS, mengungkapkan, bincang santai tentang sadar hukum ini bukan bertujuan untuk ikut merumuskan bagaimana hukum yang berlaku, namun lebih kepada memberikan edukasi tentang hukum kepada anak-anak muda yang nantinya jadi penentu masa depan bangsa. Tini Gorda mengatakan, edukasi ini mengambil konsep memotong mata rantai.
“Kami ambil konsep memotong mata rantai. Kami tidak mengambil ruang orang yang paham hukum, namun ruang yang belum paham hukumlah yang kita ambil sebagai sisi pemotongan mata rantai dari persoalan-persoalan hukum di depan mata. Mereka akan jadi calon ayah dan ibu, dan inilah yang akan menjadi harapan baru, bahwa dengan memotong mata rantai bisa memberikan pemahaman hukum dari generasi zaman now,” ungkapnya usai bincang santai kemarin.
Menurutnya, sadar hukum bisa dimulai dari hal-hal kecil, seperti tahu aturan dan situasi, serta tidak mengganggu ketertiban umum. Salah satu contohnya, trek-trekan di jalan umum yang masih kerap dilakukan anak muda. “Dipikirnya itu sebuah mode, padahal ternyata bersentuhan dengan hukum. Mereka kurang sadar dengan hukum. Padahal trek-trekan itu tidak negatif, asal on the track, tidak di jalan raya. Semua ada aturannya. Itulah mengapa kita ingin mengajak generasi zaman now paham tentang ini,” katanya.
Di sisi lain, narasumber Nessya Monica Larasati Putri SH, menyebut, ada beberapa faktor yang mengakibatkan kurangnya kesadaran hukum. Dari masyarakat sendiri, pengejawantahan dari hukum yang berlaku di Indonesia nyatanya memang belum bisa diwujudkan sepenuhnya. “Contoh sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Tapi, banyak kita dihadapkan pada kasus yang berbau SARA. Inilah yang menjadi faktor kurangnya kesadaran hukum di masyarakat,” ungkapnya.
Selain itu, menurut Nessya, tidak adanya rasa toleransi dan kurangnya rasa nasionalisme, serta melemahnya substansi hukum turut menjadi faktor kurangnya rasa sadar hukum. Termasuk pula lemahnya aparat penegak hukum. Pada kenyataanya, tidak jarang ada pula penegak hukum yang melanggar. “Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, aparat penegak hukum juga memiliki aturan-aturan tersendiri, dan diamanatkan oleh undang-undang. Jika tidak bisa dijalankan dengan baik, maka akan kurang efektif,” imbuhnya.
Sementara narasumber lainnya, Silvia Pratiwi SH MH, lebih banyak mengupas kesadaran hukum dari sisi hukum bisnis. Menurutnya, dalam berbisnis, masyarakat juga tidak bisa dilepaskan dari sisi hukumnya, berupa kesepakatan hingga perjanjian tertulis. Jika ada yang ingin berbisnis, harus sadar betul dengan hukum yang berlaku dalam dunia bisnis.
“Setiap kita melakukan suatu jual beli dalam bisnis, di dalamnya pasti ada suatu aturan. Dimana ada kesepakatan terlebih dahulu, barulah kita membuat suatu perjanjian tertulis. Itu yang dinamakan kontrak dalam berbisnis, tanpa adanya aturan kita pasti tidak mengetahui apa yang harus kita perhatikan,” katanya.
Sadar hukum yang dimaksud, adalah mengetahui nilai norma yang ada dalam perjanjian itu, kemudian menaatinya. “Jadi berbisnis itu juga tidak asal-asalan. Kita harus sadar hukum dan tanpa adanya keterpaksaan dalam membuat kontrak. Kalau kita nggak sadar hukum, kita tentu tidak tahu apa saja komponen dari kata sepakat itu,” tandasnya. *ind
Komentar