Memengkung, Tiga KK Digusur dari Tanah Negara
Tiga kepala keluarga (KK) beranggotakan 10 jiwa terpaksa digusur dari tanah negara yang berada di Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Buleleng.
Pemkab Buleleng Rencanakan Bangun Pasar Desa di Desa Giri Emas
SINGARAJA, NusaBali
Masalahnya, ketiga KK ini: Ketut Sumadayasa, Made Ariasa, dan Kadek Widya, memengkung (membangkang) tak mau pindah dari lahan yang akan dimanfaatkan Pemkab Buleleng untuk membangun Pasar Desa.
Penggusuran tiga keluarga ini dilakukan aparat Desa Giri Emas dengan bantuan Satpol PP Pemkab Buleleng, Senin (5/3) siang. Upaya penggusuran tiga keluarga berikut seisi rumahnya kemarin berlangsung lancar, tanpa ada perlawanan. Seluruh perabotan rumah tangga milik tiga keluarga tergusur diangkut menggunakan mobil Pick Up dan buat sementara ditaruh di Kantor Desa Giri Emas.
Kepala Desa (Perbekel) Giri Emas, Wayan Sunarsa, membantah menggusur ketiga keluarga tersebut. Menurut Perbekel Wayan Sunarsa, kegiatan yang dilakukan hanya pengosongan dan memindahkan lokasi ketiga KK tersebut lebih ke belakang, karena lahannya akan dibangun Pasar Desa.
Sunarsa memaparkan, warga yang menempati tanah negara sudah diberikan lahan pengganti di bagian belakang oleh Pemkab, yang luasnya masing-masing 2 are per KK. Di samping itu, Pemkab Buleleng juga akan membuatkan tempat tinggal, termasuk nantinya mendapat los ketiga Pasar Desa. Dia menambahkan, Pasar Desa akan dibangun di lokasi tahan negara tersebut tahun 2018 ini, atas usulan dari pihak Desa Giri Emas.
”Masing-masing keluarga tetap dapat lahan seluas 2 are, bahkan lengkap dengan bangunannya. Mereka juga akan diberikan jatah masing-masing satu los agar bisa berjualan jika Pasar Desa sudah jadi. Kami sudah sosialisasikan ini. Namun, mereka (tiga KK tergusur, Red) sulit diajak berkomunikasi,” jelas Sunarsa.
Menurut Sunarsa, pihaknya sudah berulangkali mengadakan pendekatan dengan dengan ketiga KK tersebut, sebelum upaya pemindahan paksa dilakukan. Pendekatan itu dilakukan secara kekeluargaan maupun dengan surat resmi. Bahkan, terakhir sempat dilakukan upaya pendekatan Muspika Sawan, namun ketiga KK tersebut tidak pernah mau hadir. “Ada bukti-bukti suratnya yang kami kirimkan kepada mereka. Upaya kekeluargaan sudah dan secara formal juga sudah, tapi mereka tidak hadir,” papar Sunarsa.
Sementara itu, salah satu KK tergusur, Made Ariasa, mengaku keluarganya telah menempati tanah negara seluas 2 are di Desa Giri Emas tersebut sejak 7 tahun silam. Lahan tempat tinggal di atas tanah negara itu diberikan oleh Bupati Buleleng ketika pemerintah berencana membangun RS Pratama di Desa Giri Emas.
“Suratnya ada, saya simpan di rumah orangtua. Waktu itu, Bapak Bupati membuat surat perjanjian pemberikan tanah seluas 2 are yang ada di samping RS Pratama Giri Emas kepada kami. Saat perjanjian, lahan tempat tinggal saya katanya tidak kena. Sehingga inilah yang dimaksud menjadi bagian saya,” kenang Made Ariasa, Senin kemarin.
Made Ariasa membenarkan bahwa sebelum penggusuran dilakukan, pihaknya telah beberapa kali diundang oleh aparat desa untuk paruman. Namun, Made Ariasa memilih untuk tidak hadir, dengan alasan memang tidak ingin digusur. Kini, Made Ariasa terpaksa mengungsikan istri dan kedua anaknya buat sementara waktu di rumah orangtuanya yang belokasi di Gang Seruni, Desa Giri Emas.
“Ya, itu hak saya untuk tidak hadir. Intinya, saya tidak mau digusur. Ini lahan negara, artinya setiap warga negara Indonesia berhak menempatinya. Saya akan memproses ini ke ranah hukum, bersama Kadek Widya (salah satu KK tergusur lainnya, Red). Ini kami masih berkoordinasi,” lanjut pria berusia 34 tahun pria yang kesehariannya bekerja sebagai buruh serabutan ini. *k19
SINGARAJA, NusaBali
Masalahnya, ketiga KK ini: Ketut Sumadayasa, Made Ariasa, dan Kadek Widya, memengkung (membangkang) tak mau pindah dari lahan yang akan dimanfaatkan Pemkab Buleleng untuk membangun Pasar Desa.
Penggusuran tiga keluarga ini dilakukan aparat Desa Giri Emas dengan bantuan Satpol PP Pemkab Buleleng, Senin (5/3) siang. Upaya penggusuran tiga keluarga berikut seisi rumahnya kemarin berlangsung lancar, tanpa ada perlawanan. Seluruh perabotan rumah tangga milik tiga keluarga tergusur diangkut menggunakan mobil Pick Up dan buat sementara ditaruh di Kantor Desa Giri Emas.
Kepala Desa (Perbekel) Giri Emas, Wayan Sunarsa, membantah menggusur ketiga keluarga tersebut. Menurut Perbekel Wayan Sunarsa, kegiatan yang dilakukan hanya pengosongan dan memindahkan lokasi ketiga KK tersebut lebih ke belakang, karena lahannya akan dibangun Pasar Desa.
Sunarsa memaparkan, warga yang menempati tanah negara sudah diberikan lahan pengganti di bagian belakang oleh Pemkab, yang luasnya masing-masing 2 are per KK. Di samping itu, Pemkab Buleleng juga akan membuatkan tempat tinggal, termasuk nantinya mendapat los ketiga Pasar Desa. Dia menambahkan, Pasar Desa akan dibangun di lokasi tahan negara tersebut tahun 2018 ini, atas usulan dari pihak Desa Giri Emas.
”Masing-masing keluarga tetap dapat lahan seluas 2 are, bahkan lengkap dengan bangunannya. Mereka juga akan diberikan jatah masing-masing satu los agar bisa berjualan jika Pasar Desa sudah jadi. Kami sudah sosialisasikan ini. Namun, mereka (tiga KK tergusur, Red) sulit diajak berkomunikasi,” jelas Sunarsa.
Menurut Sunarsa, pihaknya sudah berulangkali mengadakan pendekatan dengan dengan ketiga KK tersebut, sebelum upaya pemindahan paksa dilakukan. Pendekatan itu dilakukan secara kekeluargaan maupun dengan surat resmi. Bahkan, terakhir sempat dilakukan upaya pendekatan Muspika Sawan, namun ketiga KK tersebut tidak pernah mau hadir. “Ada bukti-bukti suratnya yang kami kirimkan kepada mereka. Upaya kekeluargaan sudah dan secara formal juga sudah, tapi mereka tidak hadir,” papar Sunarsa.
Sementara itu, salah satu KK tergusur, Made Ariasa, mengaku keluarganya telah menempati tanah negara seluas 2 are di Desa Giri Emas tersebut sejak 7 tahun silam. Lahan tempat tinggal di atas tanah negara itu diberikan oleh Bupati Buleleng ketika pemerintah berencana membangun RS Pratama di Desa Giri Emas.
“Suratnya ada, saya simpan di rumah orangtua. Waktu itu, Bapak Bupati membuat surat perjanjian pemberikan tanah seluas 2 are yang ada di samping RS Pratama Giri Emas kepada kami. Saat perjanjian, lahan tempat tinggal saya katanya tidak kena. Sehingga inilah yang dimaksud menjadi bagian saya,” kenang Made Ariasa, Senin kemarin.
Made Ariasa membenarkan bahwa sebelum penggusuran dilakukan, pihaknya telah beberapa kali diundang oleh aparat desa untuk paruman. Namun, Made Ariasa memilih untuk tidak hadir, dengan alasan memang tidak ingin digusur. Kini, Made Ariasa terpaksa mengungsikan istri dan kedua anaknya buat sementara waktu di rumah orangtuanya yang belokasi di Gang Seruni, Desa Giri Emas.
“Ya, itu hak saya untuk tidak hadir. Intinya, saya tidak mau digusur. Ini lahan negara, artinya setiap warga negara Indonesia berhak menempatinya. Saya akan memproses ini ke ranah hukum, bersama Kadek Widya (salah satu KK tergusur lainnya, Red). Ini kami masih berkoordinasi,” lanjut pria berusia 34 tahun pria yang kesehariannya bekerja sebagai buruh serabutan ini. *k19
Komentar