nusabali

Minta Stop Pemilihan Kelian Adat

  • www.nusabali.com-minta-stop-pemilihan-kelian-adat

Penghentian agar tidak terjadi dualisme pucuk pimpinan adat yang dalam awig-awig Desa Pakraman disebutkan Bendesa dipilih berdasarkan keturunan.

Forum Peduli Banyuning Masadu ke Dewan

SINGARAJA, NusaBali
Sejumlah krama adat Desa Pakraman Banyuning, Kelurahan Banyuning, Kecamatan Buleleng, yang menamakan diri Forum Peduli Banyuning, mendatangi Gedung DPRD Buleleng, Senin (5/3) pagi. Mereka minta agar lembaga Dewan dapat mencarikan solusi atas permasalahan adat yang terjadi di Pakraman Banyuning. Salah satunya, minta agar agenda pemilihan Kelian Adat Banyuning tanggal 12 Maret 2018, dihentikan karena tidak sesuai dengan awig-awig Desa Pakraman.

Kehadiran sejumlah krama adat Banyuning, diterima oleh Ketua Komisi IV DPRD Buleleng, Gede Wisnaya Wisna bersama beberapa anggota komisi, Nyoman Gede Wandira Adi, Mangku Made Ariawan, dan Ni Ketut Windrawati.

Dalam pertemuan itu krama adat Banyuning mengungkapkan, sejak tahun 2012 lalu telah terjadi banyak pelanggaran awig-awig adat yang berujung munculnya kekisruhan dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan. Salah satu kekisruhan itu adalah dalam pelaksanaan upacara Nyepi Adat. Dulu upacara Nyepi Adat yang diawali dengan pelaksanaan upacara Pacaruan dilaksanakan pada Sasih Katiga, sekitar bulan Agustus, kini digeser ke Sasih Kapat sekitar bulan September. “Jadi di luar Nyepi Nasional, kami melaksanakan Nyepi Adat dua kali, sekarang selisih sebulan. Satu kelompok pada Sasih Katiga, satu lagi Sasih Kapat. Ini sudah tidak baik, hubungan di adat kurang harmonis sekarang,” ungkap  Made Astana, salah satu Krama Tridatu Desa Pakraman Banyuning.

Menurut Astana, munculnya persoalan adat yang tidak sesuai dengan awig-awig berawal dari pemilihan Kelian Desa Pakraman secara demokratis pada tahun 2012 lalu. Padahal, dalam awig-awig sudah disebutkan pucuk pimpinan di adat itu adalah Bendesa yang dipilih berdasarkan keturunan. Sekarang antara Bendesa dengan Kelian Adat menimbulkan dualisme. “Dari situ awalnya muncul permasalahan hingga sekarang pucuk pimpinan di Adat itu pecah. Paruman desa tidak pernah ada, laporan pertanggungjawaban keuangan juga tidak pernah ada,” katanya.

Masih kata Astana, melihat kondisi tersebut, tokoh-tokoh adat membuat Forum Peduli Banyuning guna menghentikan persoalan-persoalan adat yang terjadi di Pakraman Banyuning. Forum Peduli Banyuning ingin agar seluruh kegiatan adat dan keagamaan dikembalikan kepada awig-awig yang sudah ada. Upaya ini dinilai tepat, karena saat ini tengah terjadi kekosongan jabatan Kelian Desa Adat sejak bulan Mei 2017 lalu.”Kami-kami ini ingin Banyuning itu ajeg kembali pada awig yang ada. Sekarang waktunya, karena sedang terjadi kekosongan masa jabatan Kelian Adat. Karena itu kalau sekarang ada rencana pemilihan Kelian Adat, kami berharap rencana itu dihentikan dulu,” terang Astana.

Sementara Ketua Komisi IV Gede Wisnaya Wisna belum bisa memutuskan permasalahan yang ada. Pihaknya mendorong agar Forum Peduli Banyuning berkirim surat kepada Bupati, agar permasalah ini dapat dimediasi secepatnya sebelum pelaksanaan pemilihan Kelian Desa Adat.”Kami hanya menyarankan, agar Forum berkirim surat kepada Bupati yang ditembukan pada Dinas Kebudayaan. Nanti persoalan adat ini dapat dimediasi oleh Dinas Kebudayaan, tentu nanti kami ikut di dalam penyelesaian itu,” terangnya. *k19

Komentar