Pembangunan di Perbatasan Perlu Diprioritaskan
Wakil Ketua MPR RI Mahyudin menegaskan, daerah perbatasan di tanah air perlu mendapat perhatian dari pemerintah pusat.
JAKARTA, NusaBali
Terutama ketika mereka ingin ada pemekaran daerah baru demi kesejahteraannya. Dengan begitu mereka semakin cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ketimbang memilih bergabung dengan negara lain.
"Saya sering ke daerah perbatasan. Daerah perbatasan perlu mendapat prioritas pembangunan. Jika ingin pengembangan otonomi baru, berikan karena mereka mengalami kesulitan seperti membeli bensin yang harganya lebih mahal ketimbang penghasilan yang mereka peroleh," imbuh Mahyudin di ruang perpustakaan MPR RI, Kompleks Parlemen, Selasa (6/3).
Selain itu, harga kebutuhan juga mereka peroleh lebih mudah ke negara tetangga ketimbang di negeri sendiri. Saat transaksi menggunakan mata uang Ringgit sehingga terlintas dalam benak mereka untuk bergabung bersama Negeri Jiran, lantaran kebutuhan mereka tersedia disana. Tentu ini tidak baik bagi perkembangan daerah tersebut ke depannya.
"Saya melihat daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia di Nunukan, Kalimantan Utara, banyak masyarakat Indonesia membeli beras ke Malaysia. Bila tidak ada pemekaran otonomi baru, mereka bisa saja pindah kesana karena semua kebutuhan tersedia di negeri tetangga," terang Mahyudin.
Di daerah perbatasan lain seperti Pulau Sebatik, kata Mahyudin, tidak berbeda jauh. Disana daerah perbatasan yang menjadi wilayah Indonesia adalah hutan, sementara di Malaysia kebun sawit. Alhasil daerah perbatasan milik Indonesia tidak boleh mendirikan pabrik CPO karena termasuk dalam kawasan hutan. Sedangkan daerah berbatasan milik Malaysia lebih maju. Oleh karena itu, lanjut Mahyudin, kawasan daerah perbatasan perlu menjadi kawasan ekonomi khusus.
Ia pun mengapresiasi apa yang telah dilakukan presiden Joko Widodo (Jokowi) di daerah perbatasan Entikong. Dulu daerah perbatasan tersebut kalah dari Malaysia. "Daerah perbatasan kita seperti kandang kambing, sementara Malaysia bagus. Saat kepemimpinan presiden Jokowi menjadi bagus, sedangkan Malaysia tidak," kata pria dari fraksi Golkar ini.
Terkait orang-orang yang bertugas di daerah perbatasan, Mahyudin menerangkan, bagi yang menyukai bertugas disana tentu mereka sangat senang sehingga lebih banyak mengalami suka ketimbang duka. Berbeda bila seseorang itu tugas karena dipaksa. "Tentu hasilnya lebih banyak duka. Namun kalau tugas disana demi mengabdi kepada bangsa dan NKRI, pasti lebih banyak senangnya," papar Mahyudin. *k22
"Saya sering ke daerah perbatasan. Daerah perbatasan perlu mendapat prioritas pembangunan. Jika ingin pengembangan otonomi baru, berikan karena mereka mengalami kesulitan seperti membeli bensin yang harganya lebih mahal ketimbang penghasilan yang mereka peroleh," imbuh Mahyudin di ruang perpustakaan MPR RI, Kompleks Parlemen, Selasa (6/3).
Selain itu, harga kebutuhan juga mereka peroleh lebih mudah ke negara tetangga ketimbang di negeri sendiri. Saat transaksi menggunakan mata uang Ringgit sehingga terlintas dalam benak mereka untuk bergabung bersama Negeri Jiran, lantaran kebutuhan mereka tersedia disana. Tentu ini tidak baik bagi perkembangan daerah tersebut ke depannya.
"Saya melihat daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia di Nunukan, Kalimantan Utara, banyak masyarakat Indonesia membeli beras ke Malaysia. Bila tidak ada pemekaran otonomi baru, mereka bisa saja pindah kesana karena semua kebutuhan tersedia di negeri tetangga," terang Mahyudin.
Di daerah perbatasan lain seperti Pulau Sebatik, kata Mahyudin, tidak berbeda jauh. Disana daerah perbatasan yang menjadi wilayah Indonesia adalah hutan, sementara di Malaysia kebun sawit. Alhasil daerah perbatasan milik Indonesia tidak boleh mendirikan pabrik CPO karena termasuk dalam kawasan hutan. Sedangkan daerah berbatasan milik Malaysia lebih maju. Oleh karena itu, lanjut Mahyudin, kawasan daerah perbatasan perlu menjadi kawasan ekonomi khusus.
Ia pun mengapresiasi apa yang telah dilakukan presiden Joko Widodo (Jokowi) di daerah perbatasan Entikong. Dulu daerah perbatasan tersebut kalah dari Malaysia. "Daerah perbatasan kita seperti kandang kambing, sementara Malaysia bagus. Saat kepemimpinan presiden Jokowi menjadi bagus, sedangkan Malaysia tidak," kata pria dari fraksi Golkar ini.
Terkait orang-orang yang bertugas di daerah perbatasan, Mahyudin menerangkan, bagi yang menyukai bertugas disana tentu mereka sangat senang sehingga lebih banyak mengalami suka ketimbang duka. Berbeda bila seseorang itu tugas karena dipaksa. "Tentu hasilnya lebih banyak duka. Namun kalau tugas disana demi mengabdi kepada bangsa dan NKRI, pasti lebih banyak senangnya," papar Mahyudin. *k22
Komentar