LGBT Menurut Hindu Dikupas dalam FGD
Keberadaan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) hingga kini masih pro kontra di Indonesia.
Ada Unsur Ardhanareswari dalam Tubuh Manusia
DENPASAR, NusaBali
Berbagai sudut pandang mengkaji soal perilaku seks menyimpang ini. Termasuk LGBT menurut Agama Hindu dibahas dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Teologi IHDN Denpasar, Rabu (7/3).
Wakil Ketua PHDI Bali, Drs I Ketut Pasek Swastika yang didaulat menjadi narasumber saat itu mengungkapkan, secara teologi Hindu, semua manusia baik laki-laki maupun perempuan membawa kedua unsur ini di dalam diri. “Pada dasarnya dalam setiap raga manusia itu ada unsur laki dan perempuan. Tapi yang dominan yang mana, itulah yang diikuti. Secara teologi disebut unsur Ardhanareswari,” ujarnya.
Terjadinya perilaku seks menyimpang LGBT, kata dia, ketika salah satu unsur yang mendominasi, namun berlawanan dengan identitas fisiknya. “Contohnya ada yang terlahir menjadi laki-laki, tapi yang lebih mendominasi unsur kewanitaannya. Inilah yang menjadikan secara psikis dia laki-laki yang berperilaku seperti perempuan. Begitu juga sebaliknya,” katanya.
Pasek Swastika berpandangan, dalam Hindu tidak dibenarkan adanya perilaku seks menyimpang LGBT. Sebab kata dia, dalam kitab Manawa Dharmasastra dengan jelas dikatakan bahwa wanita diciptakan sebagai ibu, dan laki-laki sebagai bapak. “Karena yang disebut menikah, adalah antara laki dan perempuan dengan tujuan melahirkan anak, dan berharap anak yang suputra. Dalam pernikahan sejenis tidak mungkin melahirkan anak atau sentana,” terangnya.
Masih dalam kitab Manawa Dharmasastra, disebutkan pula bahwa yang suka sesama jenis tidak akan mendapatkan Puja Weda. Ini artinya, perkawinan atau pernikahan sejenis tidak dibenarkan. “Tidak ada yang menyelamatkan dia secara yadnya dan secara keturunan. Sepengetahuan saya, tidak ada upacara untuk komunitas itu,” katanya.
Namun menurut Pasek Swastika, keberadaan mereka untuk berkumpul dan berserikat tidak dipermasalahkan, karena itu merupakan hak asasi dan diatur oleh Undang-undang. Namun, jika keluar dari itu, misalnya ingin kawin sesama jenis, ini yang tidak dibenarkan oleh Agama Hindu. “Kalau dari segi berserikat, berkumpul, itu adalah hak asasi. Silakan saja. Tapi begitu dia keluar, dalam arti ingin melegalkan hubungan yang disebut pernikahan, ini tidak dibenarkan. Melanggar suatu norma dan susila, itu jelas akan kena hukum adat,” katanya.
Sementara salah satu dosen IHDN Denpasar, Drs I Made Sugata MAg menjelaskan, kecenderungan terjadinya LGBT dalam perspektif Hindu berawal dari psikis. Cikal bakalnya dari unsur laki dan perempuan yang dibawa oleh orang tua masing-masing. Kecenderungan akan menyimpang dari fisiknya, menurut Sugata, tergantung dari aspek pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya. “Ketika nanti unsur itu diturunkan, anak yang dilahirkan nanti pasti membawa kedua unsur, baik laki ataupun perempuan. Nah, kalau memang cara mendidik kita saat kecil itu lebih ke arah maskulin, dia akan mengacu pada maskulin. Begitu juga sebaliknya,” katanya.
Menurutnya, fenomena sekarang tidak mengacu pendidikan ideal secara Hindu. Pendidikan ideal menurut Hindu dimulai sejak dalam kandungan, bahkan mulai dari alam pikiran akan mempertemukan sperma (Kama Petak) dengan sel telur (Kama Bang) hingga terjadi pembuahan. “Pendidikan parental ini juga menentukan. Ketika psikis sudah masuk ke dalam benih, dan kemudian lahir, diluruskanlah dengan pendidikan ideal. Mendidik tidak bisa lepas dari aspek budaya. Kalau kita membiasakan mendidiknya seperti anak perempuan, dia akan menjadi bertingkah seperti anak perempuan walaupun dia laki-laki,” bebernya. “LGBT jangan dilihat ketika dia sudah menjadi gay, dan lesbian. Dari pandangan Hindu kita harus berangkat dari sini (pola pendidikan, red),” imbuhnya.
Setelah pendidikan yang diberikan orang tua, pola perilaku anak lebih lanjut akan tergantung bagaimana kebiasaan dan pergaulannya dengan sesama jenis. Disinilah kecenderungan ada perilaku seks menyimpang LGBT itu muncul. “Ketika nanti dia bertemu dengan pergaulannya sesama jenis, kecenderungannya salah satu akan ada yang mengalah. Karena nanti ada satu rasa loyalitas, tidak ingin menyakiti persahabatan, tidak ingin mengikari, sayang, dan ingin baik selamanya dengan teman sesama jenisnya. Sampai dia lupa dirinya apa dalam bentuk fisik. Dia lupa ada jarak yang sesungguhnya dilarang oleh agama,” ucapnya.
Sebagai umat Hindu, kata Sugata, tetap harus mengarahkan dan mengembalikan secara perlahan. “Ketika dia sudah menyimpang dari kodratnya dari sisi fisik, kita sebagai Hindu, tetap selalu mengarahkan untuk mengembalikan. Harus dikembalikan dengan perlahan. Hanya saja pola untuk mengembalikan ini belum kita punya,” tandasnya. *ind
Komentar