Karena Persaingan Dua Kubu Investor
PT Pembari getol perjuangkan Bandara Internasional Bali Utara dibangun di darat, sementara PT BIBU Panji Sakti wacanakan bandara di tengah laut
Penlok Bandara Buleleng Macet
DENPASAR, NusaBali
Pertarungan dua investor diduga menjadi penyebab hingga kini izin penentuan lokasi (Penlok) pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di Kecamatan Kubutambahan, Buleleng belum kunjung dikeluarkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Dua investor tersebut adalah PT Bandara Internasional Bali Utara Panji Sakti (yang selama ini getol perjuangkan agar bandara dibangun di tengah laut) dan PT Pembangunan Bali Mandiri (yang pilih bandara di darat). PT Bali Mandiri (Pembari) sendiri optimistis akan keluar sebagai pemenang.
Baik PT Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) Panji Sakti maupun PT Pembari sama-sama agresif memperjuangkan ke pusat agar Penlok Bandara Buleleng cepat dikeluarkan Kemenhub. PT Pembari sangat yakin pihaknya yang bakal direkomendasikan oleh Kemenhub untuk membangun Bandara Buleleng yang lokasinya di daratan Kubutambahan.
“Sebelumnya, kami (PT Pembari) bersama seluruh rakyat Bali berterima kasih atas upaya Pak Gubernur Made Mangku Pastika yang dengan gigih berjuang sehingga kemarin mendapatkan konfirmasi dari pemerintah pusat bahwa rencana pembangunan bandara baru di Buleleng terus berlanjut,” ujar Chairman PT Pembari, Ketut Maha Baktinata Suardhana Linggih, kepada awak media di Sanur, Denpasar Selatan, Kamis (7/3) sore.
Suardhana menyatakan polemik pembangunan Bandara Buleleng sebenarnya tidak perlu terjadi, karena Kemenhub sangat mumpuni dalam mengambil keputusan untuk memilih suatu lokasi bandara baru. “Kami sangat berharap dan percaya bahwa pemerintah pusat akan mengambil keputusan dengan bijak sesuai aturan yang berlaku, yakni memilih lokasi yang paling layak secara operasional penerbangan dan layak secara teknis,” ujar pengusaha asal Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng yang notabene kakak kandung anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali, Gede Sumarjaya Linggih alias Demer ini.
Menurut Suardhana, pihaknya sudah berproses cukup lama, sejak Desember 2009, untuk proyek bandara triliunan rupiah ini. Bahkan, ada 38 item persyaratan yang sudah dipenuhinya. “Semua aspek itu sudah dikaji dengan matang, termasuk mengacu ke tata ruang kabupaten, tata ruang provinsi, dan tata ruang nasional,” kata Suardhana yang kemarin didampingi Presiden Direktur PT Pembari, Nyoman Roli Irwananda.
Disebutkan, dalam pengerjaan Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan, PT Pembari menggandeng konsultan independen yang bereputasi internasional, yakni Landrum & Brown USA bekerjasama dengan PT Tridaya Pamurtya, yang sudah berpengalaman melakukan kajian terhadap puluhan bandara di dunia. Pengerjaan studi kelayakan ini, kata Suardhana, telah rampung diselesaikan selama 3 tahun (2010-2013).
“Untuk master plan-nya, telah diselasaikan pada 2014 oleh Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gajah Mada Jogjakarta. Jadi, kami melakukan FS ini bukan main-main, tapi dengan penuh perhitungan dan sangat matang,” tegas Suardhana.
Suardhana menyampaikan, semua regulasi telah dilaluinya secara bertahap, sehingga per 2 Juni 2014 lalu pihaknya sudah mendapatkan persetujuan dari Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, yang dilanjutkan dengan persetujuan/rekomendasi dari Bupati Buleleng definitif pada 2 Juni 2014 dan dari Gubernur Bali tanggal 2 Juli 2014. Setelah surat persetujuan Dirjen Perhubungan Udara keluar, pihaknya secara bertahap melakukan pengadaan lahan dan sosialiasi ke masyarakat.
“Sebenarnya, sejak rapat koordinasi 4 pihak (Dirjen Perhubungan Udara, Pemprov Bali, Pemkab Buleleng, dan PT Pembari) telah disepakati dan disetujuai titik koordinat lokasi Bandara Buleleng yang dipilih adalah tidak menggusur pura, tidak menggeser situs sejarah, dan tidak memindahkan pemukiman. Nah, dari dari FS yang dilakukan lokasi darat yang kami pilih, nantinya tidak ada menggusur pura, situs sejarah maupun pemukiman. Kami sudah menyiapkan lahan 320 haktare untuk satu runway (landasan pacu) dan 650 hektare lahan kalau menggunakan dua runway,” tegas Suardhana.
Suardhana juga memberi alasan, kenapa lebih memilih lokasi bandara di darat. Selain yakin proyek bandara tidak akan menggesar pura, situs sejarah, dan perumahan penduduk, juga dalam pembangunannnya nanti bisa lebih cepat, ekonomis, murah, ramah lingkungan, serta mudah dan efisien dalam pemeliharaannya.
“Kalau bandara di tengah laut seperti usulan teman-teman kita di sebelah, saya rasa sangat berat untuk membangun megaproyek sekelas bandara. Siapa yang bisa menjamin keamanan dan kekuatan ke depannya? Kalau membangun vila, oke-lah,” beber Suardhana yang kemarin juga mengajak beberapa pemilik tanah desa setempat. *isu
DENPASAR, NusaBali
Pertarungan dua investor diduga menjadi penyebab hingga kini izin penentuan lokasi (Penlok) pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di Kecamatan Kubutambahan, Buleleng belum kunjung dikeluarkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Dua investor tersebut adalah PT Bandara Internasional Bali Utara Panji Sakti (yang selama ini getol perjuangkan agar bandara dibangun di tengah laut) dan PT Pembangunan Bali Mandiri (yang pilih bandara di darat). PT Bali Mandiri (Pembari) sendiri optimistis akan keluar sebagai pemenang.
Baik PT Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) Panji Sakti maupun PT Pembari sama-sama agresif memperjuangkan ke pusat agar Penlok Bandara Buleleng cepat dikeluarkan Kemenhub. PT Pembari sangat yakin pihaknya yang bakal direkomendasikan oleh Kemenhub untuk membangun Bandara Buleleng yang lokasinya di daratan Kubutambahan.
“Sebelumnya, kami (PT Pembari) bersama seluruh rakyat Bali berterima kasih atas upaya Pak Gubernur Made Mangku Pastika yang dengan gigih berjuang sehingga kemarin mendapatkan konfirmasi dari pemerintah pusat bahwa rencana pembangunan bandara baru di Buleleng terus berlanjut,” ujar Chairman PT Pembari, Ketut Maha Baktinata Suardhana Linggih, kepada awak media di Sanur, Denpasar Selatan, Kamis (7/3) sore.
Suardhana menyatakan polemik pembangunan Bandara Buleleng sebenarnya tidak perlu terjadi, karena Kemenhub sangat mumpuni dalam mengambil keputusan untuk memilih suatu lokasi bandara baru. “Kami sangat berharap dan percaya bahwa pemerintah pusat akan mengambil keputusan dengan bijak sesuai aturan yang berlaku, yakni memilih lokasi yang paling layak secara operasional penerbangan dan layak secara teknis,” ujar pengusaha asal Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng yang notabene kakak kandung anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali, Gede Sumarjaya Linggih alias Demer ini.
Menurut Suardhana, pihaknya sudah berproses cukup lama, sejak Desember 2009, untuk proyek bandara triliunan rupiah ini. Bahkan, ada 38 item persyaratan yang sudah dipenuhinya. “Semua aspek itu sudah dikaji dengan matang, termasuk mengacu ke tata ruang kabupaten, tata ruang provinsi, dan tata ruang nasional,” kata Suardhana yang kemarin didampingi Presiden Direktur PT Pembari, Nyoman Roli Irwananda.
Disebutkan, dalam pengerjaan Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan, PT Pembari menggandeng konsultan independen yang bereputasi internasional, yakni Landrum & Brown USA bekerjasama dengan PT Tridaya Pamurtya, yang sudah berpengalaman melakukan kajian terhadap puluhan bandara di dunia. Pengerjaan studi kelayakan ini, kata Suardhana, telah rampung diselesaikan selama 3 tahun (2010-2013).
“Untuk master plan-nya, telah diselasaikan pada 2014 oleh Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gajah Mada Jogjakarta. Jadi, kami melakukan FS ini bukan main-main, tapi dengan penuh perhitungan dan sangat matang,” tegas Suardhana.
Suardhana menyampaikan, semua regulasi telah dilaluinya secara bertahap, sehingga per 2 Juni 2014 lalu pihaknya sudah mendapatkan persetujuan dari Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, yang dilanjutkan dengan persetujuan/rekomendasi dari Bupati Buleleng definitif pada 2 Juni 2014 dan dari Gubernur Bali tanggal 2 Juli 2014. Setelah surat persetujuan Dirjen Perhubungan Udara keluar, pihaknya secara bertahap melakukan pengadaan lahan dan sosialiasi ke masyarakat.
“Sebenarnya, sejak rapat koordinasi 4 pihak (Dirjen Perhubungan Udara, Pemprov Bali, Pemkab Buleleng, dan PT Pembari) telah disepakati dan disetujuai titik koordinat lokasi Bandara Buleleng yang dipilih adalah tidak menggusur pura, tidak menggeser situs sejarah, dan tidak memindahkan pemukiman. Nah, dari dari FS yang dilakukan lokasi darat yang kami pilih, nantinya tidak ada menggusur pura, situs sejarah maupun pemukiman. Kami sudah menyiapkan lahan 320 haktare untuk satu runway (landasan pacu) dan 650 hektare lahan kalau menggunakan dua runway,” tegas Suardhana.
Suardhana juga memberi alasan, kenapa lebih memilih lokasi bandara di darat. Selain yakin proyek bandara tidak akan menggesar pura, situs sejarah, dan perumahan penduduk, juga dalam pembangunannnya nanti bisa lebih cepat, ekonomis, murah, ramah lingkungan, serta mudah dan efisien dalam pemeliharaannya.
“Kalau bandara di tengah laut seperti usulan teman-teman kita di sebelah, saya rasa sangat berat untuk membangun megaproyek sekelas bandara. Siapa yang bisa menjamin keamanan dan kekuatan ke depannya? Kalau membangun vila, oke-lah,” beber Suardhana yang kemarin juga mengajak beberapa pemilik tanah desa setempat. *isu
Komentar