Kelian Adat Rangkap Ketua Perindo
Krama Desa Pakraman Banyualit, Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng, mulai mempertanyakan sepak terjang kelian adat-nya Ketut Widarta.
Krama Banyualit Pakrimik
SINGARAJA, NusaBali
Masalahnya Widiarta justru berpolitik aktif dengan duduk sebagai Ketua DPD Perindo Buleleng. Akibatnya, Teruna Bunga Sari Mekar yang merupakan krama pilihan untuk bertanggungjawab atas pelaksanaan upacara yadnya di pura Khayangan Tiga, Pakraman Banyualit, pilih membubarkan diri.
Informasi dihimpun, permasalahan sepak terjang dari Kelian Widiarta sempat mencuat dalam paruman adat, di Wantilan Pura Desa Banyualit belum lama ini. Dalam paruman itu, krama sempat mempertanyakan kedudukannya sebagai Ketua Perindo Buleleng. Masalahnya, ketika pemilihan di tahun 2017, Widiarta disebutkan berjanji tidak berpolitik. Namun dalam paruman itu, Widiarta berdalih tidak pernah berjanji kalau dirinya tidak berpolitik.
Di samping itu, Widarta juga punya alasan yakni tidak ada ketentuan yang mengatur kelian adat tidak boleh berpolitik praktis. Yang diatur menurut Widarta adalah perbekel, sehingga posisi kelian adat yang berpolitik praktis tidak dilarang. “Memang tidak ada ketentuan melarang kelian adat berpolitik apalagi masuk partai politik, tetapi secara etika kan kurang bagus. Kalau mau berpolitik, berpolitik saja, jangan ngayah jadi kelian adat,” kata Ketut Sudiasa, krama yang mempertanyakan posisi kelian adat saat ditemui, Kamis (8/3). Paruman itu semakin tegang, ketika salah seorang krama mempertanyakan realisasi pengenaan iuran sebesar Rp 100.000 per KK sebagai modal pemulihan LPD Banyualit yang bangkrut. Karena sudah ada krama yang membayar, namun dana justru belum disetorkan ke LPD. Apalagi krama mendengar jika Kelian Widarta tersangkut kasus penipuan sertifikat. Kala itu Widarta menyatakan, dana tersebut belum disetor karena belum seluruhnya terkumpul.
Nah menyusul persoalan itu, Teruna Bunga Sari Mekar yang berjumlah 35 krama pilihan yang memiliki tugas utama di Adat Banyualit menyiapkan sarana upacara Yadnya di Pura Khayangan Tiga Banyualit, memilih membubarkan diri. Konon pembubaran itu berawal dari pengunduran diri dari Ketua Teruna Bunga, Ketut Merta yang tersinggung dengan ucapan Kelian Widarta. Pengundurannya itu kemudian diikuti oleh semua anggotanya melalui surat pernyataan resmi. “Saya tidak pernah mengajak anggota mundur, tetapi begitu melihat saya resmi mengajukan mundur dengan surat pernyataan, semua anggota ikut mundur. Saya memang tersinggung dengan ucapanya, tidak baiklah menurut saya,” kata Ketua Teruna Bunga Ketut Merta.
Sementara Kelian Adat Banyualit, Ketut Widarta yang dikonfirmasi terpisah melalui sambungan telepon, tidak berkomentar banyak. Ia menilai persoalan yang muncul itu karena ada kepentingan politik dari lawan politiknya. “Saya sedang ada upacara yadnya di Pura Segara. Ah itu biasa dari lawan politik, tidak begitu, biasa itu,” ujarnya.
Disinggung bubarnya Teruna Bunga, Kelian Widarta mengaku saat ini Teruna Bunga sudah terbentuk, dan sudah Mejaya-jaya (melewati prosesi upacara secara niskala,red). “Sudah terbentuk, sudah Mejaya-jaya,” katanya singkat. *k19
Komentar