nusabali

Ekspor Mebel RI Kalah Telak dari Vietnam

  • www.nusabali.com-ekspor-mebel-ri-kalah-telak-dari-vietnam

Industri mebel Indonesia masih kalah saing dengan Vietnam. Hal tersebut tercermin dari nilai ekspor mebel Indonesia yang jauh di bawah Vietnam.

JAKARTA, NusaBali
Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengatakan, nilai ekspor mebel Vietnam di tahun 2017 senilai 7 miliar dollar AS (Rp 94,5 triliun). Sementara Indonesia hanya 2,6 miliar dollar AS (Rp 35,1 triliun).
 
"Vietnam US$ 7 miliar, mestinya kita. Kita cuma US$ 2,6 miliar, itu gabungan lagi mebel dan kerajinan. Dia cuma mebel aja US$ 7 miliar," kata dia di JIexpo Kemayoran Jakarta, Jumat (9/3) seperti dilansir detik. Dia bilang, kalahnya Indonesia dengan Vietnam karena regulasi yang berbelit. Sehingga, hal itu tidak menopang pertumbuhan ekspor.
 
"Saat ini untuk menaikkan pertumbuhan ekspor itu terkendala dengan menurunnya daya saing, bukan hanya mebel, tapi semua sektor ada penurunan. Daya saing itu di antaranya bertumpu sejumlah regulasi yang tidak support pertumbuhan," ungkapnya.
 
Dia mencontohkan, salah satu regulasi tersebut terkait dengan sertifikasi kayu. Industri yang mengekspor produknya harus berbahan baku kayu yang bersertifikat. Menurutnya, itu akan membebani industri karena memerlukan biaya yang besar.
 
"Misalnya kalau di industri mebel ada beberapa peraturan seperti regulasi yang mewajibkan dilakukannya sistem verifikasi untuk kayu. Ini kan membebani biaya yang cukup mahal sekali. Surveillance dilakukan berulang, prosesnya juga sangat rumit. Sehingga untuk bisa ekspor terhambat," jelasnya.
 
Sementara, di negara lain seperti Vietnam ketentuan itu tidak dilakukan. Ekspor lebih leluasa dilakukan asalkan negara penerima tidak menolak.
 
"Itu kan beban hampir Rp 200 miliar setahun buat industri ini. Itu dari sisi regulasi yang berhubungan dengan industri perkayuan," jelasnya.
 
Abdul mengatakan, ada aspek lain yang belum mendukung ekspor. Antara lain, bunga bank yang tinggi hingga masalah perpajakan. "Aspek lain bunga bank, kemudian pajak untuk barang masuk. Kemudian, hal-hal yang lebih spesifik lagi seperti bantuan untuk membuat pertumbuhan misalnya pengembangan pasar," tutup dia.
 
Menghadapi kondisi itu, berbagai komunitas dan lembaga terus berupaya meningkatkan kegiatan ekspor furnitur dan produk kerajinan Indonesia. Langkah-langkah yang dilakukan, yaitu mulai dari mendirikan institusi pendidikan hingga diplomasi dengan negara luar.
 
Ketua Umum HIMKI, Soenoto, menyatakan, industri furnitur perlu memiliki nilai tambah lebih. Itu karena tanpa penambahan nilai, industri ini hanya sekadar menjual komoditas. “Tanpa desain baru, tidak akan ada produk baru yang bisa diproduksi dan dijual kepada konsumen, baik dari dalam dan luar negeri,” kata dia pada kesempatan yang sama.
 
Ia menambahkan, industri furnitur dan kerajinan nasional punya potensi besar untuk terus tumbuh baik di pasar global. Para pelakunya terus memperluas target pasar ekspor baru ke berbagai wilayah, seperti di Afrika, Timur Tengah, dan Rusia. *

Komentar