Rochineng Wisuda Doktor Ilmu Hukum
Pasca Dilantik Jadi Penjabat Bupati
DENPASAR, NusaBali
Di antara 1.065 wisudawan yang dilepas dalam upacara Wisuda ke-125 Universitas Udayana (Unud) di Auditorium Widya Sabha Kampus Unud, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Sabtu (10/3), ada satu sosok spesial yang tengah berbahagia dan menjadi perhatian. Dia adalah Dr I Ketut Rochineng SH MH, 59, Penjabat Bupati Gianyar yang hari itu diwisuda sebagai penyandang gelar Doktor Ilmu Hukum.
Bagi Ketut Rochineng, kebahagiaannya terasa berlipat, karena sebelumnya dia sudah dilantik Gubernur Bali Made Mangku Pastika menjadi Penjabat Bupati Gianyar, 21 Februari 2018 lalu. “Bagi saya, belajar tidak mengenal usia. Meski usia saya sudah tidak muda lagi, bahkan mau pensiun jadi PNS, tapi saya tetap belajar dan belajar. Ini juga untuk memotivasi keluarga saya dan anak muda Bali lainnya bahwa pendidikan itu penting untuk masa depan,” ujar Rochineng kepada NusaBali seusai wisuda hari itu.
Menurut Rochineng, meraih gelar Doktor tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Itu sebabnya, momen wisuda atas gelar Doktornya ini dirasakannya bagai mimpi. “Jujur saja, apa yang saya raih ini (gelar Doktor) bagaikan mimpi, karena sama sekali tak pernah saya bayangkan sebelumnya,” jelas Rochineng.
“Dulu bisa tamat SMA saja sudah bersyukur. Saya ditinggal orangtua sejak usia 8 tahun. Bahkan, saya sempat putus sekolah, sampai akhirnya salah satu keluarga saya yakni Bapak Nyoman Mudra (almarhum) menyekolahkan saya lagi karena beliau melihat saya berprestasi,” lanjut birokrat asal Desa Patemon, Kecamatan Seririt, Buleleng yang masih menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Bali ini.
Ayah satu anak dan tiga cucu dari pernikahannya dengan Ni Made Sri Ardiani SPd ini menyebutkan, gelar Doktor Ilmu Hukum yang diraihnya bukanlah untuk gagah-gagahan, namun penuh dengan tanggung jawab. Apalagi, dia meraih gelar tersebut dengan susah payah dan penuh perjuangan selama 3 tahun lebih.
“Dengan gelar Doktor ini, paling tidak setelah pensiun nanti saya tidak akan nganggur karena kini sudah ada yang menawari saya untuk menjadi dosen,” ujar jebolan SMAN 1 Seririt (1976), lalu menyelesaikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai dan S2 di Fakultas Hukum Unud ini.
Rochineng sendiri meraih gelar Doktor Ilmu Hukum setelah sukses memperta-hankan desertasinya berjudul ‘Kewenangan Pengaturan Retribusi Daerah dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Provinsi Bali’. Kantongi Indeks Prestasi (IP) Kumulatif 3,86, birokrat dan penyanyi pelantun tembang ‘Bali Shanti’ ini dinyatakan lulus dengan predikat Cum Laude. Rochineng merupakan Doktor Ilmu Hukum ke-14 di Unud.
Menurut Rochineng, penelitian yang dilakukan untuk disertasinya itu dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan kewenangan pengaturan retribusi daerah antara UUD 1945, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah & Retribusi Daerah.
“Saya meneliti bahwa ada satu norma yang membatasi daripada keleluasaan pemerintah daerah dalam melakukan inovasi terhadap pemungutan retribusi daerah. Padahal, dari ketentuan perundang-undangan, khususnya di UUD 1945, daerah memiliki atau menjalankan otonomi seluas-seluasnya dalam rangka untuk melakukan inovasi dalam pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri,” jelas Rochineng.
Disebutkan, retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah sangat mungkin untuk bisa dikembangkan lagi. Selain yang diatur di dalam perundang-undangan, juga bisa dilakukan inovasi terkait dengan potensi daerah itu sendiri.
“Kita tahu Bali merupakan daerah pariwisata dengan kunjungan pariwisata internasional cukup tinggi. Dari sektor pariwisata, Bali menyumbang devisa negara hingga Rp 40 triliun per tahun. Nah, kalau ada inovasi retribusi daerah, pendapatan daerah yang bersumber dari pariwisata itu bisa kita dapatkan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Itulah yang menjadi fokus temuan desertasi saya ini,” katanya.
Dengan demikian, lanjut Rochineng, perlu dilakukan revisi terhadap UU Nomor 23 Tahun 2014 dan UU Nomor 28 Tahun 2009, agar harmonis dengan filosofi pemberian otonomi seluas-seluasnya kepada daerah sesuai amanat UUD 1945. “Kalau dari desertasi saya ini berhasil melakukan revisi atau harmonisasi terhadap UU yang tak harmonis tersebut, tidak hanya bermanfaat bagi Bali, tapi daerah lain yang secara nasional tak memiliki sumber daya alam (SDA) namun punya potensi budaya dan pariwisata.”
Menurut Rochineng, selama ini dana perimbangan yang dibagikan pusat ke daerah mutlak dibagikan berdasarkan SDA, tanpa mempertimbangkan aspek pariwisata budaya sebagai penerima bagian dari dana perimbangan tersebut. “Padahal, kita (Bali) dari potensi pariwisata bisa menyumbang devisa cukup besar hingga Rp 40 triliun per tahun,” tegas birokrat kelahiran Seririt, 10 September 1958 ini.
Dari perhitungan dana perimbangan yang didistribusikan pusat ke masing-masing daerah, kata Rochineng, 30 persen disetorkan ke daerah penghasil dan 70 persen dibawa ke pusat. “Nah, kalau di Bali, dari Rp 40 triliun yang dihasilkan, 30 persennya kan kan kita bisa dapat Rp 12 triliun. Kalau UU tersebut berhasil diharmonisasi tentu akan sangat bermanfaat besar buat Bali dan kesejahteraan masyarakatnya. Kemiskinan di Bali bisa terentaskan ke 1 persen, Bali bisa ranking 1 tingkat nasional angka kemiskinan terendah (saat ini Bali peringkat dua nasional, di bawah DKI Jakarta, Red),” imbuhnya.
Sementara itu, dalam laporannya di acara Wisuda ke-125 Unud, Sabtu lalu, Wakil Rektor Bidang Akademik Unud, Prof I Nyoman Gde Antara menyebutkan jumlah wisudawan mencapai 1.065. Rinciannya, 726 wisudawan Sarjana (termasuk D4), 50 orang Profesi, 44 orang Dokter Spesialis, 206 orang Magister, 3 orang Diploma, dan 36 orang Doktor. ‘Keseluruhan wisudawan yang telah dilepas hingga upacara Wisuda ke-125 ini sudah mencapai 84.322 orang,” papar Prof Antara.
Sedangkan Rektor Unud, Prof Dr dr AA Raka Sudewi, mengungkapkan alma-maternya selalu berusaha untuk menghasilkan lulusan-lulusan terbaik yang unggul, mandiri, dan berbudaya. Prof Sudewi menyebut pihaknya tetap memberikan ruang kegiatan untuk mengembangkan soft skill kepada para mahasiswa, baik melalui Pusat Pengembangan Kewirausahaan dan Karier maupun Inkubator Bisnis Universitas Udayana.
"Kami ingin para lulusan Unud tidak saja menjadi pencari kerja atau job seekers, tapi juga bisa menciptakan lapangan kerja," ujar akademisi perempuan pertama yang jadi Rektor Unud ketika mengalahkan Prof Dr Drh Made Damriyasa MS setahun lalu ini. *edy
Di antara 1.065 wisudawan yang dilepas dalam upacara Wisuda ke-125 Universitas Udayana (Unud) di Auditorium Widya Sabha Kampus Unud, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Sabtu (10/3), ada satu sosok spesial yang tengah berbahagia dan menjadi perhatian. Dia adalah Dr I Ketut Rochineng SH MH, 59, Penjabat Bupati Gianyar yang hari itu diwisuda sebagai penyandang gelar Doktor Ilmu Hukum.
Bagi Ketut Rochineng, kebahagiaannya terasa berlipat, karena sebelumnya dia sudah dilantik Gubernur Bali Made Mangku Pastika menjadi Penjabat Bupati Gianyar, 21 Februari 2018 lalu. “Bagi saya, belajar tidak mengenal usia. Meski usia saya sudah tidak muda lagi, bahkan mau pensiun jadi PNS, tapi saya tetap belajar dan belajar. Ini juga untuk memotivasi keluarga saya dan anak muda Bali lainnya bahwa pendidikan itu penting untuk masa depan,” ujar Rochineng kepada NusaBali seusai wisuda hari itu.
Menurut Rochineng, meraih gelar Doktor tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Itu sebabnya, momen wisuda atas gelar Doktornya ini dirasakannya bagai mimpi. “Jujur saja, apa yang saya raih ini (gelar Doktor) bagaikan mimpi, karena sama sekali tak pernah saya bayangkan sebelumnya,” jelas Rochineng.
“Dulu bisa tamat SMA saja sudah bersyukur. Saya ditinggal orangtua sejak usia 8 tahun. Bahkan, saya sempat putus sekolah, sampai akhirnya salah satu keluarga saya yakni Bapak Nyoman Mudra (almarhum) menyekolahkan saya lagi karena beliau melihat saya berprestasi,” lanjut birokrat asal Desa Patemon, Kecamatan Seririt, Buleleng yang masih menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Bali ini.
Ayah satu anak dan tiga cucu dari pernikahannya dengan Ni Made Sri Ardiani SPd ini menyebutkan, gelar Doktor Ilmu Hukum yang diraihnya bukanlah untuk gagah-gagahan, namun penuh dengan tanggung jawab. Apalagi, dia meraih gelar tersebut dengan susah payah dan penuh perjuangan selama 3 tahun lebih.
“Dengan gelar Doktor ini, paling tidak setelah pensiun nanti saya tidak akan nganggur karena kini sudah ada yang menawari saya untuk menjadi dosen,” ujar jebolan SMAN 1 Seririt (1976), lalu menyelesaikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai dan S2 di Fakultas Hukum Unud ini.
Rochineng sendiri meraih gelar Doktor Ilmu Hukum setelah sukses memperta-hankan desertasinya berjudul ‘Kewenangan Pengaturan Retribusi Daerah dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Provinsi Bali’. Kantongi Indeks Prestasi (IP) Kumulatif 3,86, birokrat dan penyanyi pelantun tembang ‘Bali Shanti’ ini dinyatakan lulus dengan predikat Cum Laude. Rochineng merupakan Doktor Ilmu Hukum ke-14 di Unud.
Menurut Rochineng, penelitian yang dilakukan untuk disertasinya itu dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan kewenangan pengaturan retribusi daerah antara UUD 1945, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah & Retribusi Daerah.
“Saya meneliti bahwa ada satu norma yang membatasi daripada keleluasaan pemerintah daerah dalam melakukan inovasi terhadap pemungutan retribusi daerah. Padahal, dari ketentuan perundang-undangan, khususnya di UUD 1945, daerah memiliki atau menjalankan otonomi seluas-seluasnya dalam rangka untuk melakukan inovasi dalam pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri,” jelas Rochineng.
Disebutkan, retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah sangat mungkin untuk bisa dikembangkan lagi. Selain yang diatur di dalam perundang-undangan, juga bisa dilakukan inovasi terkait dengan potensi daerah itu sendiri.
“Kita tahu Bali merupakan daerah pariwisata dengan kunjungan pariwisata internasional cukup tinggi. Dari sektor pariwisata, Bali menyumbang devisa negara hingga Rp 40 triliun per tahun. Nah, kalau ada inovasi retribusi daerah, pendapatan daerah yang bersumber dari pariwisata itu bisa kita dapatkan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Itulah yang menjadi fokus temuan desertasi saya ini,” katanya.
Dengan demikian, lanjut Rochineng, perlu dilakukan revisi terhadap UU Nomor 23 Tahun 2014 dan UU Nomor 28 Tahun 2009, agar harmonis dengan filosofi pemberian otonomi seluas-seluasnya kepada daerah sesuai amanat UUD 1945. “Kalau dari desertasi saya ini berhasil melakukan revisi atau harmonisasi terhadap UU yang tak harmonis tersebut, tidak hanya bermanfaat bagi Bali, tapi daerah lain yang secara nasional tak memiliki sumber daya alam (SDA) namun punya potensi budaya dan pariwisata.”
Menurut Rochineng, selama ini dana perimbangan yang dibagikan pusat ke daerah mutlak dibagikan berdasarkan SDA, tanpa mempertimbangkan aspek pariwisata budaya sebagai penerima bagian dari dana perimbangan tersebut. “Padahal, kita (Bali) dari potensi pariwisata bisa menyumbang devisa cukup besar hingga Rp 40 triliun per tahun,” tegas birokrat kelahiran Seririt, 10 September 1958 ini.
Dari perhitungan dana perimbangan yang didistribusikan pusat ke masing-masing daerah, kata Rochineng, 30 persen disetorkan ke daerah penghasil dan 70 persen dibawa ke pusat. “Nah, kalau di Bali, dari Rp 40 triliun yang dihasilkan, 30 persennya kan kan kita bisa dapat Rp 12 triliun. Kalau UU tersebut berhasil diharmonisasi tentu akan sangat bermanfaat besar buat Bali dan kesejahteraan masyarakatnya. Kemiskinan di Bali bisa terentaskan ke 1 persen, Bali bisa ranking 1 tingkat nasional angka kemiskinan terendah (saat ini Bali peringkat dua nasional, di bawah DKI Jakarta, Red),” imbuhnya.
Sementara itu, dalam laporannya di acara Wisuda ke-125 Unud, Sabtu lalu, Wakil Rektor Bidang Akademik Unud, Prof I Nyoman Gde Antara menyebutkan jumlah wisudawan mencapai 1.065. Rinciannya, 726 wisudawan Sarjana (termasuk D4), 50 orang Profesi, 44 orang Dokter Spesialis, 206 orang Magister, 3 orang Diploma, dan 36 orang Doktor. ‘Keseluruhan wisudawan yang telah dilepas hingga upacara Wisuda ke-125 ini sudah mencapai 84.322 orang,” papar Prof Antara.
Sedangkan Rektor Unud, Prof Dr dr AA Raka Sudewi, mengungkapkan alma-maternya selalu berusaha untuk menghasilkan lulusan-lulusan terbaik yang unggul, mandiri, dan berbudaya. Prof Sudewi menyebut pihaknya tetap memberikan ruang kegiatan untuk mengembangkan soft skill kepada para mahasiswa, baik melalui Pusat Pengembangan Kewirausahaan dan Karier maupun Inkubator Bisnis Universitas Udayana.
"Kami ingin para lulusan Unud tidak saja menjadi pencari kerja atau job seekers, tapi juga bisa menciptakan lapangan kerja," ujar akademisi perempuan pertama yang jadi Rektor Unud ketika mengalahkan Prof Dr Drh Made Damriyasa MS setahun lalu ini. *edy
1
Komentar