nusabali

Lancar, 'Pemilu' Kelian Desa Pakraman Banyuning

  • www.nusabali.com-lancar-pemilu-kelian-desa-pakraman-banyuning

Meski sempat ditentang dan diadukan ke DPRD Buleleng dan DPRD Bali, pemilihan kelian berlangsung lancar dan demokratis.

SINGARAJA,NusaBali
Krama Desa Pakraman Banyuning, Kelurahan Banyuning, Kecamatan Buleleng, akhirnya memiliki Kelian Adat yang dipilih secara langsung.  ‘Pemilu’ kelian ini dilakukan lewat pemungutan suara 10-11 Maret 2018. Hasilnya, menetapkan calon nomor urut 1, Made Sedaya sebagai Kelian Desa Pakraman Banyuning periode 2018-2023.

Desa Pakraman Banyuning memiliki empat banjar adat, masing-masing Banjar Adat Banyuning Kangin, Kauh, Tengah, dan Kaja. Dalam pemilihan terdapat empat calon masing-masing, Made Sedaya,  Ketut Damuh, Made Astawa, dan Putu Jawa Sumena. Pemilihan secara langsung ini, baru pertamakali digelar, setelah Kelian sebelumnya dipilih melalui paruman adat.

Pemungutan suara di hari pertama Sabtu, dilakukan untuk Banjar Adat Banyuning Kauh dan Tengah, sejak pukul 09.00 hingga 16.00 Wita. Kotak suara kemudian disimpan di Kantor Lurah Banyuning, dan dijaga aparat keamanan dan pecalang. Kemudian di hari terakhir Minggu, pemungutan suara dilanjutkan untuk Banjar Adat Banyuning Kangin dan Kaja yang dipusatkan di Kantor Lurah Banyuning.

Tercatat jumlah krama yang datang memberikan hak suara selama dua hari sebanyak 527 jiwa. Penghitungan dilakukan setelah batas akhir pemungutan suara pukul 16.00 Wita. Penghitungan suara ini  berlangsung hampir dua jam lebih, karena panitia sangat berhati-hati mengecek jumlah surat suara agar sesuai dengan jumlah krama yang hadir memberikan hak pilih.

Kelian Desa Pakraman Banyuning terpilih Made Sedaya ditemui usai penghitungan suara mengatakan program kerja utamanya adalah merevisi awig-awig desa yang telah berusia 30 tahun, guna menyesuaikan dengan perkembangan zaman, salah satunya mengenai pemilihan Kelian Desa Pakraman yang dulu tercatat berdasar garis keturunan, kini menjadi dipilih secara langsung.

Program berikutnya adalah menata aset-aset Desa Pakraman, kemudian menyatukan persepsi mengenai Upacara Nyepi Adat. “Untuk Nyepi Adat, memang ada dua, pada Sasih Ketiga dan Sasih Kapat. Nanti tiyang kembalikan pada pararem, apapun keputusan pararem, itu yang tiang laksanakan. Dan nanti tiyang juga akan merangkul semua tokoh dan krama. Karena tanpa dukungan semua krama, tentu program kerja tidak bisa berjalan,” kata Kelian Sedaya, yang juga mantan Lurah Banyuning.

Sementara Ketua Panitia Pemilihan Kelian Desa Banyuning, Putu Saka Bawa mengatakan, pemilihan berlangsung sangat demokratis. “Ini baru pertamakali Kelian Desa Pakraman Banyuning dipilih secara langsung oleh krama,” kata Dosen Fakultas Hukum Unud.

Disinggung gerakan sejumlah tokoh yang mengatasnamakan diri Forum Peduli  Banyuning, Saka Bawa enggan mengomentari karena bukan kapasitasnya. Namun Saka Bawa menjelaskan, pembentukan panitia hingga pemilihan secara langsung bermula adanya surat dari Forum yang mempertanyakan kelanjutan agenda pemilihan. Karena sebelum dirinya ditunjuk sebagai panitia, sudah pernah ada panitia pemilihan kelian. Namun kala itu, panitia disebutkan tidak bisa melaksanakan pemilihan karena mengaucu pada awig-awig, dimana kelian dipilih dari garis keturunan.

Nah karena mentok, akhirnya Kelian Banjar Adat, Kelian Subak, para Pamangku, dan Kepala Lingkungan memintanya menjadi panitia. “Saya yang ditunjuk melanjutkan kepanitian, mengembalikan mekanisme pemilihan kelian. Karena jika masih mengacu pada awig-awig, pasti akan mentok lagi, makanya krama meminta pemilihan dilaksanakan secara langsung,” terangnya.

Menurut Saka Bawa, semestinya permasalahan adat dibawa ke Majelis Madia Desa Pakraman (MMDP), bukan ke lembaga DPRD. Dan semestinya juga anggota DPRD itu paham, kalau persoalan adat diarahkan ke MMDP. “Saya merasa tidak terima juga, kalau Banyuning itu dibilang tidak kondusif,” ujarnya.

Sebelumnya sejumlah tokoh mengatasnamakan dirinya Forum Peduli Banyuning mempermasalahan pemilihan Kelian Desa Pakraman digelar secara langsung. Alasannya, pemilihan secara langsung itu bertentangan dengan awig-awig dimana Bendesa Adat itu berasal dari garis keturunan. *k19

Komentar