Pengrupukan, Krama Bebalang Nedunang Sesuhunan
Krama Banjar Bebalang, Kelurahan Bebalang, Kecamatan Bangli, sejak beberapa tahun belakangan ini tidak mengarak ogoh-ogoh saat malam Pengrupukan.
BANGLI, NusaBali
Sebab di H-1 Hari Raya Nyepi itu, krama Banjar Bebalang nedunang sesuhunan Ratu Mas Alit yang berupa barong. Ritual nedunang Ratu Mas Alit usai pelaksanaan tawur di catuspata (simpang empat) Banjar Bebalang.
Bendesa Adat Bebalang, I Nengah Mudana, menjelaskan sejak tahun 2.000 krama Bebalang tidak membuat ogoh-ogoh. Alasannya untuk mencegah konflik dengan krama lain saat mengarak ogoh-ogoh karena terjadi senggolan dan lainnya. “Sempat ada gesekan dengan banjar lain saat mengarak ogoh-ogoh. Setelah menggelar paruman, krama menyepakati tidak lagi membuat ogoh-ogoh,” jelas Nengah Mudana, Senin (12/3).
Sebagai gantinya, pada malam Pengrupukan, krama Banjar Bebalang nedunang Ratu Mas Alit. “Ida sesuhunan kapundut mengelilingi Desa Pakraman Bebalang untuk nyomia (menetralisir) bhuta kala,” terangnya. Dikatakan, Ratu Mas Alit malinggih di Pura Puseh. Sebelum katedunang, krama banjar telah usai menggelar mabuu-buu dan ritual lainnya di rumah tangga. “Krama Banjar Bebalang punya awig-awig untuk meniadakan pengarakan ogoh-ogoh. Kalau di banjar adat lain di wewidangan Desa Pakraman Bebalang yang mewilayahi 6 banjar adat ada yang buat ogoh-ogoh. Kami tidak bisa batasi kreatifitas krama,” imbuh Nengah Mudana.
Mencegah terjadi gesekan yang berujung konflik pada saat pengarakan ogoh-ogoh, Bendesa Adat Bebalang telah tentukan jalur untuk dilewati. “Kami serahkan ke masing-masing prajuru banjar untuk pengawasan,” ujarnya. Dikatakan, yang buat ogoh-ogoh di Banjar Tegal. Jumlahnya ada 6 yang dibuat sekaa tempekan dan sekaa demen. Saat Pengurupukan akan diarak secara bersamaan dan beriringan. “Mengarak ogoh-ogoh tidak sampai melewati batas wilayah. Jika mau lewat, tidak boleh bersamaan dengan banjar lain sehingga tidak ada tabrakan,” tegasnya. *e
Sebab di H-1 Hari Raya Nyepi itu, krama Banjar Bebalang nedunang sesuhunan Ratu Mas Alit yang berupa barong. Ritual nedunang Ratu Mas Alit usai pelaksanaan tawur di catuspata (simpang empat) Banjar Bebalang.
Bendesa Adat Bebalang, I Nengah Mudana, menjelaskan sejak tahun 2.000 krama Bebalang tidak membuat ogoh-ogoh. Alasannya untuk mencegah konflik dengan krama lain saat mengarak ogoh-ogoh karena terjadi senggolan dan lainnya. “Sempat ada gesekan dengan banjar lain saat mengarak ogoh-ogoh. Setelah menggelar paruman, krama menyepakati tidak lagi membuat ogoh-ogoh,” jelas Nengah Mudana, Senin (12/3).
Sebagai gantinya, pada malam Pengrupukan, krama Banjar Bebalang nedunang Ratu Mas Alit. “Ida sesuhunan kapundut mengelilingi Desa Pakraman Bebalang untuk nyomia (menetralisir) bhuta kala,” terangnya. Dikatakan, Ratu Mas Alit malinggih di Pura Puseh. Sebelum katedunang, krama banjar telah usai menggelar mabuu-buu dan ritual lainnya di rumah tangga. “Krama Banjar Bebalang punya awig-awig untuk meniadakan pengarakan ogoh-ogoh. Kalau di banjar adat lain di wewidangan Desa Pakraman Bebalang yang mewilayahi 6 banjar adat ada yang buat ogoh-ogoh. Kami tidak bisa batasi kreatifitas krama,” imbuh Nengah Mudana.
Mencegah terjadi gesekan yang berujung konflik pada saat pengarakan ogoh-ogoh, Bendesa Adat Bebalang telah tentukan jalur untuk dilewati. “Kami serahkan ke masing-masing prajuru banjar untuk pengawasan,” ujarnya. Dikatakan, yang buat ogoh-ogoh di Banjar Tegal. Jumlahnya ada 6 yang dibuat sekaa tempekan dan sekaa demen. Saat Pengurupukan akan diarak secara bersamaan dan beriringan. “Mengarak ogoh-ogoh tidak sampai melewati batas wilayah. Jika mau lewat, tidak boleh bersamaan dengan banjar lain sehingga tidak ada tabrakan,” tegasnya. *e
Komentar