nusabali

Parade Ogoh-ogoh, Mahasiswa Hindu Adu Gengsi Antar Kampus

  • www.nusabali.com-parade-ogoh-ogoh-mahasiswa-hindu-adu-gengsi-antar-kampus

Begitu usai diarak dalam Parade Budaya di Jalan Malioboro Jogjakarta, 10 Maret 2018, semua ogoh-ogoh dibawa ke pura-pura untuk selanjutnya akan diarak kembali saat Pangrupukan Nyepi, 16 Maret 2018 malam

Melongok Kehidupan Umat Hindu di Jogjakarta Jelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1940


PAWAI ogoh-ogoh serangkaian Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1940 yang dibalut dalam acara Parade Budaya, telah digelar di Jalan Malioboro Jogjakarta, Sabtu (11/3) lalu. Pawai ogoh-ogoh ini menjadi ajang adu gengsi antar kampus bagi mahasiswa Hindu di Jogjakarta.

Parade Budaya ini merupakan pengalaman paling berkesan bagi mahasiswa Hindu dari berbagai kampus di Jogjakarta, jelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka yang jatuh pada Sabtu (17/3) nanti. Maklum saja, bagi mahasiswa yang sebagian besar perantau asal Bali, mengarak ogoh-ogoh di Jogjakarta memberikan sensasi tersendiri.

“Ini di Jogjakarta lho, bukan di Bali. Kalau di Bali, mungkin biasa,” ujar I Gede Febha Pratama, mahasiswa semester II Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Jogjakarta, saat ditemui NusaBali di Pura Jagatnatha Banguntapan, Jalan Pura Nomor 370 Desa Plumbon, Kecamatan Banguntapan, Bantul, Provinsi DI Jogjakarta, Kamis (8/3) malam.

Menurut Gede Febha, mahasiswa dari sejumlah kampus di Jogjakarta yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD), tahun ini berlomba membikin ogoh-ogoh untuk ditampilkan dalam Parade Budaya. “Kami membikin ogoh-ogoh sudah sekitar tiga minggu sebelum parade digelar,” ungkap Gede Febha yang malam itu didampingi rekannya, Putu Nanda Mahatma Artha.

“Kebetulan, ada salah satu rumah kontrakan anggota KMHD Mahatma yang lokasinya cukup luas di Desa Mundu Saren, Kecamatan Catur Tunggal, Sleman, Jogjakarta. Nah, di sanalah kami membuat ogoh-ogoh,” lanjut pemuda asal Desa Jagapati, Kecamatan Abiansemal, Badung yang ujar alumnus SMAN 6 Denpasar ini.

Gede Febha menambahkan, ogoh-ogoh yang dibuatnya dibiayai bersama oleh anggota KMHD Mahatma, para alumni, dan sumbangan dari Panitia Perayaan Nyepi Provinsi DI Jogjakarta. Untuk biaya pembuatan, menghabiskan dana Rp 3 juta sampai Rp 4 juta. “Dengan biaya terbatas, kami para mahasiswa antar kampus berlomba menampilkan ogoh-ogoh terbaik dalam Parade Budaya,” jelas Gede Febha Yang menjabat sebagai Humas Eksternal KMHD Mahatma.

Paparan serupa juga diungkapkan anggota KMHD dari Universitas Respati Jogjakarta, Ni Putu Nata Permata Dewi. Menurut Permata Dewi, parade ogoh-ogoh tahun ini memang lebih banyak melibatkan anak-anak muda, terutama mahasiswa yang tergabung dalam KMHD di masing-masing kampus.

“Tentu kami ingin tampil paling baik. Bisa dibilang adu gengsi-lah,” ujar gadis asal Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan yang alumnus SMAN 1 Selemadeg ini kepada NusaBali.

Walaupun pawai ogoh-ogoh tidak dilombakan, namun tidak mengurangi semangat mereka. Menurut Permata Dewi, mengiringi ogoh-ogoh yang diarak teman-teman prianya saat Parade Budaya di Jalan Malioboro Jogjakarta menjadi pengalaman sangat berkesan selama menempuh pendidikan di Kota Gudeg. “Selain menumbuhkan keakraban, juga untuk memeriahkan Hari Raya Nyepi sekaligus melestarikan adat tradisi,” jelas mahasiswa Semester II Program Studi Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati ini.

Sementara itu, Koordinator Parade Budaya Nyepi Tahun Baru Saka 1940, I Nyoman Santiawan, mengatakan pawai ogoh-ogoh seperti ini rutin digelar tiap tahun di Jalan Malioboro Jogjakarta. Parade Budaya yang menjadi daya tarik utama dalam pengarakan ogoh-ogoh di Jalan Malioboro ini sudah berlangsung sejak 2015.

Untuk Parade Budaya 2018 ini, ada 25 kelompok seni dan persatuan mahasiswa Hindu di Jogjakarta yang ambil bagian. “Ada 16 ogoh-ogoh berbagai bentuk diarak dalam parade ini,” ujar Nyoman Santiawan. Disebutkan, bukan hanya umat Hindu, Parade Budaya terkait Hari Raya Nyepi di Jogjakarta ini juga diikuti oleh kelompok seni dan perwakilan daerah dari lintas agama.  

Pawai ogoh-ogoh itu sendiri dilaksanakan di sepanjang Jalan Malioboro Jogjakarta. Arak-arakan rombongan berangkat dari Gedung DPRD Jogjakarta hingga di Alun-alun Utara dengan jarak sekitar 1 kilometer. Arak-arakan ogoh-ogoh dan sejumlah atraksi kesenian ini pun menarik perhatian warga dan wisatawan yang tengah berada di sepanjang Jalan Malioboro.

Menurut Santiawan, ribuan orang terlihat memadati pedestrian di Jalan Malioboro Jogjakarta malam itu. Bahkan, Jalan Malioboro Jogjakarta harus ditutup saat pawai tersebut digelar, sementara kendaraan yang hendak melintasi terpaksa harus mengambil jalan memutar.

Santiawan mengatakan, pawai kali ini lebih banyak melibatkan pemuda, terutama mahasiswa di dalamnya. "Yang membedakan dari sebelum-sebelumnya, tahun ini kita lebih banyak melibatkan pemuda. Tujuannya, agar kalangan pemuda lebih menjunjung persaudaraan sejati," kata Santiawan, pria asal Karangasem yang kini jadi dosen di Sekolah Tinggi Hindu Dharma (STHD) Klaten, Jawa Tengah.

Hal tersebut, kata Santiawan, senada dengan tema yang diusung dalam pawai kali ini, yaitu ‘Dengan Pawai Seni dan Budaya, Kita Memantapkan Kerukunan dan Persaudaraan Sejati’. Menurut Santiawan, pawai ogoh-ogoh ini semata-mata sebagai acara seni dan budaya saja. Sedangkan untuk ritual ogoh-ogoh yang sesungguhnya baru akan akan dilakukan sehari sebelum Nyepi (Pangrukupan Nyepi), Jumat (16/3) malam nanti, di beberapa pura di Jogjakarta. Karenanya, begitu usai diarak dalam Parade Budaya di Jalan Malioboro Jogjakarta, ogoh-ogoh dibawa ke sejumlah pura untuk diarak kembali saat Pangrupukan Nyepi nanti. *suardana

Komentar