Mega-Zulkifli Bertemu Tertutup di MPR, Bahas GBHN
Ketua Dewan Pakar Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), Megawati Soekarnoputri bersama jajaran bertemu Ketua MPR RI Zulkifli Hasan membahas Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
JAKARTA, NusaBali
Pertemuan berlangsung secara tertutup. Menurut Zulkifli, pertemuan tersebut merupakan diskusi penting lantaran membahas konstitusi dan strategi setelah 20 tahun reformasi di Indonesia dan empat kali amandemen UUD 1945.
"Kami mendiskusikan mana yang baik dan mana yang kurang serta mana yang perlu disempurnakan. Kesimpulannya, saat ini perlu GBHN agar nanti kepala negara, gubernur dan bupati memiliki visi pembangunan yang sama agar kelak jika mereka tidak menjabat lagi, program tidak berganti pula," ujar Zulkifli usai pertemuan di Gedung Nusantara IV Kompleks Parlemen, Rabu (14/3).
Untuk memberlakukan GBHN lagi, kata Zulkifli, perlu amandemen UUD 1945 secara terbatas. Ketua Fraksi PDIP di MPR RI, Ahmad Basarah menambahkan, pertemuan berlangsung dua setengah jam tersebut membahas perlu adanya amandemen terbatas, terutama mengenai eksistensi, kedudukan dan kewenangan MPR RI dalam menetapkan kembali GBHN.
"Semua sepakat mengenai itu. Ibu Mega janji akan membicarakannya dengan presiden agar beliau mau bertemu dengan Ketum Parpol di parlemen untuk menyamakan persepsi amandemen UUD 1945 secara terbatas," jelas Basarah.
Dengan pertemuan itu, diharapkan dapat melanjutkan proses amandemen terbatas UUD 1945 yang stag di Badan Pengkajian. Apalagi ada tambahan usulan agar wewenang dari DPD RI ditambah sehingga semakin bias dan proses amandemen tidak berjalan. "Mudah-mudahan dengan pertemuan itu dapat memecah kebekuan yang ada, fraksi-fraksi di MPR bergerak dan amandemen terbatas dapat dilaksanakan," ucap Basarah.
Khususnya mengenai kewenangan MPR RI dalam membuat GBHN. Basarah menjelaskan, adanya GBHN setidaknya presiden sebagai kepala negara, gubernur dan bupati/walikota dapat menjalankan roda pemerintahan tidak liar alias sesuai dengan GBHN. "Jadi saat ada pergantian pimpinan tidak ganti program. Ibaratnya tidak poco-poco, ini bisa membuat tidak ada progres," papar Basarah. *k22
Pertemuan berlangsung secara tertutup. Menurut Zulkifli, pertemuan tersebut merupakan diskusi penting lantaran membahas konstitusi dan strategi setelah 20 tahun reformasi di Indonesia dan empat kali amandemen UUD 1945.
"Kami mendiskusikan mana yang baik dan mana yang kurang serta mana yang perlu disempurnakan. Kesimpulannya, saat ini perlu GBHN agar nanti kepala negara, gubernur dan bupati memiliki visi pembangunan yang sama agar kelak jika mereka tidak menjabat lagi, program tidak berganti pula," ujar Zulkifli usai pertemuan di Gedung Nusantara IV Kompleks Parlemen, Rabu (14/3).
Untuk memberlakukan GBHN lagi, kata Zulkifli, perlu amandemen UUD 1945 secara terbatas. Ketua Fraksi PDIP di MPR RI, Ahmad Basarah menambahkan, pertemuan berlangsung dua setengah jam tersebut membahas perlu adanya amandemen terbatas, terutama mengenai eksistensi, kedudukan dan kewenangan MPR RI dalam menetapkan kembali GBHN.
"Semua sepakat mengenai itu. Ibu Mega janji akan membicarakannya dengan presiden agar beliau mau bertemu dengan Ketum Parpol di parlemen untuk menyamakan persepsi amandemen UUD 1945 secara terbatas," jelas Basarah.
Dengan pertemuan itu, diharapkan dapat melanjutkan proses amandemen terbatas UUD 1945 yang stag di Badan Pengkajian. Apalagi ada tambahan usulan agar wewenang dari DPD RI ditambah sehingga semakin bias dan proses amandemen tidak berjalan. "Mudah-mudahan dengan pertemuan itu dapat memecah kebekuan yang ada, fraksi-fraksi di MPR bergerak dan amandemen terbatas dapat dilaksanakan," ucap Basarah.
Khususnya mengenai kewenangan MPR RI dalam membuat GBHN. Basarah menjelaskan, adanya GBHN setidaknya presiden sebagai kepala negara, gubernur dan bupati/walikota dapat menjalankan roda pemerintahan tidak liar alias sesuai dengan GBHN. "Jadi saat ada pergantian pimpinan tidak ganti program. Ibaratnya tidak poco-poco, ini bisa membuat tidak ada progres," papar Basarah. *k22
1
Komentar