nusabali

Tahun Ini, Mbed-Mbedan Didahului Tari Rejang Renteng

  • www.nusabali.com-tahun-ini-mbed-mbedan-didahului-tari-rejang-renteng

Sehari setelah perayaan Nyepi, krama Desa Adat Semate di Kelurahan Abianbase, Kecamatan Mengwi, berkumpul di Pura Desa lan Puseh, Minggu (18/3).

Desa Adat Semate Selenggarakan Tradisi Mbed-Mbedan


MANGUPURA, NusaBali
Mereka mengikuti tradisi mbed-mbedan atau sejenis tarik tambang. Tradisi ini dilaksanakan turun temurun, yang diikuti laki-laki dan perempuan dari kalangan remaja hingga dewasa.Krama Desa Adat Semata shanya setahun sekali melaksanakan tradisi mbed-mbedan atau pada saat Hari Ngembak Geni; sehari setelah Hari Raya Nyepi. Tradisi mbed-mbedan konon sudah ada sekitar tahun Saka 1396 atau 1474 Masehi pada saat pemlaspasan berdirinya pura kahyangan tiga di Desa Adat Semate.

Tradisi mbed-mbedan permainannya tak jauh berbeda bak tarik tambang. Satu kelompok berada di satu sisi dan kelompok lainnya di sisi yang lain. Kemudian kedua kelompok ini saling menarik tali.

Tali yang dipergunakan salah satunya menggunakan tumbuhan menjalar. Krama setempat menyebut ‘bun kalot’. Bun kalot dipergunakan sebagai simbolis saja, sedangkan selanjutnya menggunakan tali tambang biasa. Adapun tempat pelaksanaan tradisi mbed-mbedan yakni di depan Pura Desa lan Puseh, atau di Jalan Raya Abianbase.

“Seperti biasa, sebelum mulai tadi seluruh krama melakukan persembahyangan di pura. Kalau tahun lalu setelah sembahyang langsung mbed-mbedan. Tapi tadi (Minggu kemarin), karena ada semangat dari krama istri (kaum perempuan) digelar dulu Tari Rejang Renteng, setelah itu baru mbed-mbedan,” ujar Bendesa Adat Semate I Gede Suryadi usai pelaksanaan mbed-mbedan.

Dikatakannya, tradisi mbed-mbedan sempat ditiadakan selama bertahun-tahun, namun baru mulai dilaksanakan kembali pada 2011. Krama setempat percaya tradisi mbed-mbedan tidak saja untuk memohon keselamatan dan anugerah Hyang Bhatara, tapi juga memiliki makna menanamkan nilai-nilai persatuan antar-sesama.

Setelah melaksanakan tradisi mbed-mbedan, seluruh krama Desa Adat Semate lalu kembali ke jeroan Pura Desa lan Puseh untuk bersama-sama menikmati hidangan berupa tipat (ketupat) dan jajan bantal yang mereka bawa sendiri dari rumah. “Tipat dan bantal yang kami makan bersama-sama juga merupakan simbol kemakmuran,” imbuh Suryadi.

Menariknya usai menyantap hidangan seluruh krama satu sama lain bersalaman. “Saling bersalaman satu sama lain sebagai ungkapan saling memaafkan,” tandas Suryadi. Usai bersalaman antara warga dengan prajuru desa, warga satu per satu pulang ke rumah masing-masing. *asa

Komentar