KESEHATAN : Atasi Miopi dengan LASIK
Penanganan miopi melalui LASIK di RSMBM saat ini belum bisa menggunakan BPJS karena penyakit atau gangguan ini masih tergolong sebagai gaya hidup.
DENPASAR, NusaBali
Gangguan pengelihatan rabun jauh atau miopi bisa jadi merupakan dampak gaya hidup di era digital. Gaya hidup yang lebih sering menggunakan gadget berpotensi kepada hal tersebut. Untuk melayani pasien dengan gangguan tersebut, Rumah Sakit Mata Bali Mandara (RSMBM) pun telah memiliki teknologi terbaru yang bernama LASIK (Laser Assisted in Situ Keratomileusis).
Teknologi ini merupakan yang pertama di Bali dan dinilai aman untuk menangani permasalahan pasien myopi. Menurut anggota staf medis fungsional RSMBM, dr I Ketut Semara Budiyasa SpM, LASIK merupakan suatu prosedur pembedahan untuk mengatasi gangguan refraksi terutama rabun jauh dan astigmatisme (mata minus dengan atau tanpa silinder). "Cara kerja LASIK dengan menggunakan laser untuk mengubah bentuk kornea, sehingga memperbaiki fokus cahaya yang masuk ke mata yang memungkinkan penglihatan menjadi lebih jelas," ungkapnya, saat ditemui baru-baru ini.
Hasil operasi LASIK umumnya bersifat permanen bila dilakukan pada mata dengan perkembangan yang sudah maksimal dan gangguan refraksi yang stabil. Namun, pada beberapa pasien, miopi bisa saja kembali muncul, misalnya pasien yang dioperasi di bawah usia 21 tahun. “Melalui tindakan LASIK penglihatan mata pasien bisa kembali tajam seperti normal tanpa kaca mata, tapi bila minus atau silindernya tinggi dan ketebalan kornea yang terbatas dapat meminimalkan ketebalan kaca mata. Namun, LASIK ini tidak bisa digunakan untuk peneritas presbyopia (rabun dekat),” kata dr Semara.
Operasi LASIK, kata dr Semara, dapat dilakukan pada penderita miopi di atas usia 21 tahun. Penetapan standar usia ini disepakati karena usia 21 tahun perkembangan bola mata sudah optimal dan perubahan kekuatan refraksi mata sudah stabil. “Akan tetapi hal ini bukanlah sesuatu yang mutlak, sebaiknya pasien yang berminat untuk menjalani tindakan LASIK berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter mata untuk dapat memperoleh informasi dan hasil yang maksimal,” ungkapnya.
Dia juga menambahkan, batasan maksimal minus pasien saat dioperasi sangat tergantung pada ketebalan kornea pasien. Ketebalan kornea normal umumnya sekitar 500-600 mikron, semakin tebal minus dan silindris maka semakin tebal pula kornea yang harus dilaser agar tercapai fokus maksimal yang diharapkan. “Umumnya mata dengan minus 1 sampai minus 13 masih dapat ditangani, sedangkan batasan silindris sampai minus 5 karena ada batasan maksimal ketebalan kornea yang harus dipertahankan agar tetap aman dan tidak menimbulkan efek samping dan komplikasi,” imbuhnya.
Namun, terkait penanganan LASIK di RSMBM, pihaknya mengatakan hingga saat ini belum bisa menggunakan BPJS. Hal ini karena penanganan semacam itu masih tergolong sebagai gaya hidup, sehingga tidak bisa ditanggung oleh jaminan BPJS.
Dia pun berharap masyarakat bisa memperhatikan pola hidup untuk menjaga kesehatan mata. Ia mengimbau masyarakat bisa melakukan kontrol ke dokter mata secara teratur, minimal 6 bulan sekali, mempergunakan kacamata secara kontinyu, dan jika ada perubahan ukuran kacamata segera mengganti kacamatanya.7 ind
Gangguan pengelihatan rabun jauh atau miopi bisa jadi merupakan dampak gaya hidup di era digital. Gaya hidup yang lebih sering menggunakan gadget berpotensi kepada hal tersebut. Untuk melayani pasien dengan gangguan tersebut, Rumah Sakit Mata Bali Mandara (RSMBM) pun telah memiliki teknologi terbaru yang bernama LASIK (Laser Assisted in Situ Keratomileusis).
Teknologi ini merupakan yang pertama di Bali dan dinilai aman untuk menangani permasalahan pasien myopi. Menurut anggota staf medis fungsional RSMBM, dr I Ketut Semara Budiyasa SpM, LASIK merupakan suatu prosedur pembedahan untuk mengatasi gangguan refraksi terutama rabun jauh dan astigmatisme (mata minus dengan atau tanpa silinder). "Cara kerja LASIK dengan menggunakan laser untuk mengubah bentuk kornea, sehingga memperbaiki fokus cahaya yang masuk ke mata yang memungkinkan penglihatan menjadi lebih jelas," ungkapnya, saat ditemui baru-baru ini.
Hasil operasi LASIK umumnya bersifat permanen bila dilakukan pada mata dengan perkembangan yang sudah maksimal dan gangguan refraksi yang stabil. Namun, pada beberapa pasien, miopi bisa saja kembali muncul, misalnya pasien yang dioperasi di bawah usia 21 tahun. “Melalui tindakan LASIK penglihatan mata pasien bisa kembali tajam seperti normal tanpa kaca mata, tapi bila minus atau silindernya tinggi dan ketebalan kornea yang terbatas dapat meminimalkan ketebalan kaca mata. Namun, LASIK ini tidak bisa digunakan untuk peneritas presbyopia (rabun dekat),” kata dr Semara.
Operasi LASIK, kata dr Semara, dapat dilakukan pada penderita miopi di atas usia 21 tahun. Penetapan standar usia ini disepakati karena usia 21 tahun perkembangan bola mata sudah optimal dan perubahan kekuatan refraksi mata sudah stabil. “Akan tetapi hal ini bukanlah sesuatu yang mutlak, sebaiknya pasien yang berminat untuk menjalani tindakan LASIK berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter mata untuk dapat memperoleh informasi dan hasil yang maksimal,” ungkapnya.
Dia juga menambahkan, batasan maksimal minus pasien saat dioperasi sangat tergantung pada ketebalan kornea pasien. Ketebalan kornea normal umumnya sekitar 500-600 mikron, semakin tebal minus dan silindris maka semakin tebal pula kornea yang harus dilaser agar tercapai fokus maksimal yang diharapkan. “Umumnya mata dengan minus 1 sampai minus 13 masih dapat ditangani, sedangkan batasan silindris sampai minus 5 karena ada batasan maksimal ketebalan kornea yang harus dipertahankan agar tetap aman dan tidak menimbulkan efek samping dan komplikasi,” imbuhnya.
Namun, terkait penanganan LASIK di RSMBM, pihaknya mengatakan hingga saat ini belum bisa menggunakan BPJS. Hal ini karena penanganan semacam itu masih tergolong sebagai gaya hidup, sehingga tidak bisa ditanggung oleh jaminan BPJS.
Dia pun berharap masyarakat bisa memperhatikan pola hidup untuk menjaga kesehatan mata. Ia mengimbau masyarakat bisa melakukan kontrol ke dokter mata secara teratur, minimal 6 bulan sekali, mempergunakan kacamata secara kontinyu, dan jika ada perubahan ukuran kacamata segera mengganti kacamatanya.7 ind
dr I Ketut Semara Budiyasa SpM
1
Komentar