nusabali

Magoak-Goakan, Remaja Putri Bermandi Lumpur

  • www.nusabali.com-magoak-goakan-remaja-putri-bermandi-lumpur

Ribuan warga Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Minggu (18/3) sore memenuhi beberapa titik keramaian. Salah satunya di petak persawahan wilayah Banjar Dinas Bangah, Desa Panji.

Ngembak Geni di Desa Panji


SINGARAJA, NusaBali
Mereka tidak sabar menyaksikan tradisi magoak-goakan yang dilaksanakan setiap tahunnya tepat pada Ngembak Geni atau sehari sesudah Nyepi.Di tengah petak sawah yang sudah disiapkan sebelumnya, dengan kondisi becek dan berlumpur, sudah siap pemuda Sekaha Teruna Satya Warga, Banjar Dinas Kelod Kauh, Desa Panji, yang menggunakan pakaian serba hitam. Tidak hanya pemuda laki-laki saja yang beraksi pada tradisi yang tidak pernah absen setiap tahunnya. Tetapi juga barisan remaja putri.

Saat kepala goak bersuara Gaaaak dengan lantang, permainan pun dimulai. Pasukan goak yang berbaris panjang saling memegang pinggang di depannya terus bergerak, menghindari serangan komandan pasukan yang akan mencari pasukan goak paling akhir. Keseruan itu pun tidak menghalangi mereka untuk berbasah-basahan dipenuhi lumpur karena sawah yang disiapkan becek dan penuh dengan air.

Sesekali beberapa remaja wanita yang kebetulan melintas di depan jalan arena goak,  akan ditarik dan dilibatkan langsung dalam permainan itu. Sorak-sorai masyarakat pun suka cita menyaksikan permainan magoak-goakan tersebut. Apalagi keikut sertaan remaja putri itu diikuti dengan drama digendong dan dicemplungkan ke lumpur.

Mereka yang tertangkap pasukan goak harus ikut bermain meramaikan tradisi tersebut. Kelian Banjar Dinas Kelod Kauh, Desa Panji, Nyoman Marsa Jaya ditemui di lokasi menjelaskan tradisi  magoak-goakan sudah ada sejak kerajaan Ki Barak Panji Sakti. Saat itu pasukan perang Panji Sakti disebut dengan pasukan goak. Panji Sakti sedang berjaya di masa itu menaklukkan sejumlah kerajaan yang ada di sekelilingnya. Salah satunya adalah Blambangan. Sebelum itu ia pun menguji kecakapan pasukan goaknya melalui permainan magoak-goakan yang dipimpin oleh sang patih.

Ekor pasukan goak yang berhasil ditangkap patih kemudian akan diberikan hadiah oleh sana raja sebagai bentuk kesetiaan pengabdian serta semangat juang dalam pertempuran. Begitupun pasukan goak yang ekornya berhasil ditangkap sang patih harus mengikuti seluruh titah raja. “Tradisi ini masih kami lakukan turun temurun dari leluhur kami, sebagai pengormatan Ki BaraK Panji Sakti yang pernah menjadi raja Buleleng,” kata dia.

Tradisi itu pun hingga kini diwarisi oleh Desa Panji yang merupakan tempat penetapnya Ki Barak Panji Sakti saat diasingkan dari kerajaan Klungkung pada usia 15 tahun. Tradisi magoak-goakan ini pun disebut sebagai warisan budaya yang sangat kental dengan sejarah Buleleng.

Selain sebagai penghormatan kepada Ki Barak Panji Sakti tradisi magoak-goakan yang dilaksanakan oleh warga Panji hingga saat ini juga disebut sebagai pelestarian budaya. Generasi muda Panji secara bangga dan setia tetap melaksnaakan tradisi ini secara turun-temurun. Dipilihnya ngembak geni setelah nyepi bukan tanpa alasan. Menurutnya saat akan menaklukkan Blambangan, Ki Barak Panji Sakti dan pasukannya berangkat setelah tahun baru Saka.

Meski tidak ada ritual khusus dalam pementasan tradisi ini, namun pihak desa tetap melakukan upacara piuning di lokasi acara untuk kelancaran dan keselamatan. Namun jika tarian magoak-goakan ini dipentaskan dalam kesatuan yang utuh, dalam artian lengkap dengan lelampahan cerita menjelang menggempur Blambangan, baru akan dilakukan upacara matur piuning di Pura Pajenengan yang masih ada di Desa Panji.

Sementara itu seluruh remaja yang terhimpun dalam sekaa truni di masing-masing Bajar terlihat antusias megikuti tradisi tersebut. Bahkan banyak di antaranya adalah gadis remaja yang tidak takut dengan lumpur. Seperti yang diakui Nyoma Ichi Umadeta Dewi, 16, yang mengaku tidak pernah absen dari tradisi yang sangat dibanggakannya. Bahkan sebagai remaja putri ia pun tidak takut untuk bermain lumpur untuk melestarikan budayanya.

“Kami sangat senang ikut magoak-goakan meski becek dan akhirnya basah, tapi ini keseruan yang kami punya di desa kami, yang harus kami lestarikan,” kata dia. ia pun berharap tradisi ini akan terus ada, sehingga anak cucu dan keturunan selanjutnya dapat merasakan serunya magoak-goakan. Selain di areal persawahan tradisi magoak-goakan juga berlangsung di Lapangan Desa Panji. *k23

Komentar