Air Danau Meluap, Sejumlah Petani Tidak Bisa Tanam Sayur
Sejumlah petani sayur di Banjar Kembang Merta, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan, yang lahannya berdampingan dengan Danau Beratan tidak bisa menanam sayur.
TABANAN, NusaBali
Hal ini disebabkan air danau meluap karena musim hujan belakangan ini. Kendati pun dipaksakan menanam, bibit akan busuk sebab sifat tanah masih lembab.Seperti yang diungkapkan petani sayur, I Ketut Wintara, 48. Dirinya sudah sejak setahun tidak bisa bisa menanam sayur. Biasanya sayur yang dia tanam jenis selada kuning. Tetapi karena lahannya yang seluas 25 are masih terendam air dia pun menunda penanamannya.
“Saya sudah 1 tahun tak bisa tanam, airnya masih menggenangi lahan saya. Ada memang yang sudah surut tetapi masih becek, tidak bisa untuk ditanam,” ujarnya, Minggu (18/3). Dikatakannya, untuk menanam sayur apalagi jenis selada lahannya harus kering. Pun tidak boleh terlalu kering. Harus memerlukan suhu yang biasa. Tidak terlalu berair dan tidak terlalu kering.
“Selain saya, di sebelah timur lahan saya banyak petani yang tidak bisa tanam sayur, kira-kira luas keseluruhan sekitar 15 hektare. Pokoknya petani di bagian selatan kalau air danau naik, otomatis tak bisa tanam sayur,” bebernya.
Dia memperkirakan tanahnya akan kering awal Januari 2019 atau tepat di Sasih Kadasa, saat itulah cocok untuk menanam sayur. Maka dari itu saat ini lahan 25 ha dia biarkan saja menganggur dan menunggu hari baik tersebut, karena pada saat ini kawasan Baturiti masih dilanda musim hujan.
Wintara mengatakan, selama 1 tahun lahanya nganggur kerugian dia tafsir sekitar Rp 10 juta. Sebab selada panen dua bulan sekali, jika ditotalkan 1 tahun sudah 5 kali tidak panen. “Tapi untungnya saya ada lahan di atas tidak berdampingan danau, jadi tidak mengandalkan lahan yang terendam ini. Lahan saya yang di atas saya tanami brokoli dan hasilnya cukup bagus,” tuturnya.
Hal serupa juga dirasakan oleh petani Desak Ketut Koyan, 60. Sekitar 10 are lahannya tidak bisa tanami sayur. Bahkan 6 bulan lalu lahannya tersebut dia tanami selada, tetapi merugi. Selada membusuk dan hanya beberapa yang bisa dipanen. “Rugi sekitar 4 are, pohonnya menguning, tumbuh busuk karena dilanda hujan deras dan banjir bandang,” ujarnya.
Desak Koyan juga mengatakan lahan sekitar 10 are tidak bisa ditanami sayur, karena tergenang air danaui. Dan tidak mungkin dipaksakan karena akan berakibat fatal. “Saya tunggu kering saja dulu, palingan Sasih Kadasa baru bisa tanam sayur,” jelasnya.
Diakui ada tanahnya sekitar 4 are yang sudah kering, dan posisinya paling atas sehingga ketika air danau meluap tidak berdampak. Lahan yang sudah kering ini akan dia tanami selada. “Selada panen sekitar 2 bulan, mudah-mudahan tumbuhnya bagus dan tidak ada banjir bandang lagi,” harapnya.
Biasanya dari lahan 4 are ini, ketika akan panen, Desak Koyan mengaku sudah ada yang memborong. Tidak pernah dia jual sampai ke pasar. Kalau sedang mahal 4 are bisa dibeli seharga Rp 4 juta. Namun kalau sedang lesu 4 are ‘hanya’ seharga Rp 2 juta. "Kadang-kadang keuntungan sama merawat impas, apalagi dapat jual Rp 2 juta seluas 4 are rugi. Kalau Rp 4 juta dapat sedikit,” akunya. *d
Hal ini disebabkan air danau meluap karena musim hujan belakangan ini. Kendati pun dipaksakan menanam, bibit akan busuk sebab sifat tanah masih lembab.Seperti yang diungkapkan petani sayur, I Ketut Wintara, 48. Dirinya sudah sejak setahun tidak bisa bisa menanam sayur. Biasanya sayur yang dia tanam jenis selada kuning. Tetapi karena lahannya yang seluas 25 are masih terendam air dia pun menunda penanamannya.
“Saya sudah 1 tahun tak bisa tanam, airnya masih menggenangi lahan saya. Ada memang yang sudah surut tetapi masih becek, tidak bisa untuk ditanam,” ujarnya, Minggu (18/3). Dikatakannya, untuk menanam sayur apalagi jenis selada lahannya harus kering. Pun tidak boleh terlalu kering. Harus memerlukan suhu yang biasa. Tidak terlalu berair dan tidak terlalu kering.
“Selain saya, di sebelah timur lahan saya banyak petani yang tidak bisa tanam sayur, kira-kira luas keseluruhan sekitar 15 hektare. Pokoknya petani di bagian selatan kalau air danau naik, otomatis tak bisa tanam sayur,” bebernya.
Dia memperkirakan tanahnya akan kering awal Januari 2019 atau tepat di Sasih Kadasa, saat itulah cocok untuk menanam sayur. Maka dari itu saat ini lahan 25 ha dia biarkan saja menganggur dan menunggu hari baik tersebut, karena pada saat ini kawasan Baturiti masih dilanda musim hujan.
Wintara mengatakan, selama 1 tahun lahanya nganggur kerugian dia tafsir sekitar Rp 10 juta. Sebab selada panen dua bulan sekali, jika ditotalkan 1 tahun sudah 5 kali tidak panen. “Tapi untungnya saya ada lahan di atas tidak berdampingan danau, jadi tidak mengandalkan lahan yang terendam ini. Lahan saya yang di atas saya tanami brokoli dan hasilnya cukup bagus,” tuturnya.
Hal serupa juga dirasakan oleh petani Desak Ketut Koyan, 60. Sekitar 10 are lahannya tidak bisa tanami sayur. Bahkan 6 bulan lalu lahannya tersebut dia tanami selada, tetapi merugi. Selada membusuk dan hanya beberapa yang bisa dipanen. “Rugi sekitar 4 are, pohonnya menguning, tumbuh busuk karena dilanda hujan deras dan banjir bandang,” ujarnya.
Desak Koyan juga mengatakan lahan sekitar 10 are tidak bisa ditanami sayur, karena tergenang air danaui. Dan tidak mungkin dipaksakan karena akan berakibat fatal. “Saya tunggu kering saja dulu, palingan Sasih Kadasa baru bisa tanam sayur,” jelasnya.
Diakui ada tanahnya sekitar 4 are yang sudah kering, dan posisinya paling atas sehingga ketika air danau meluap tidak berdampak. Lahan yang sudah kering ini akan dia tanami selada. “Selada panen sekitar 2 bulan, mudah-mudahan tumbuhnya bagus dan tidak ada banjir bandang lagi,” harapnya.
Biasanya dari lahan 4 are ini, ketika akan panen, Desak Koyan mengaku sudah ada yang memborong. Tidak pernah dia jual sampai ke pasar. Kalau sedang mahal 4 are bisa dibeli seharga Rp 4 juta. Namun kalau sedang lesu 4 are ‘hanya’ seharga Rp 2 juta. "Kadang-kadang keuntungan sama merawat impas, apalagi dapat jual Rp 2 juta seluas 4 are rugi. Kalau Rp 4 juta dapat sedikit,” akunya. *d
Komentar