BBMKG: Fenomena Equinox Siklus Alam Biasa
Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar mengajak masyarakat untuk menghindari pemahaman yang keliru tentang equinox.
MANGUPURA, NusaBali
Hal itu karena dalam beberapa hari belakangan beredar isu di masyarakat bahwa akan terjadi suhu udara panas ekstrem.Prakirawan BBMKG Wilayah III Denpasar Kadek Setiya Wati, menegaskan fenomena equinox merupakan siklus alam biasa dan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Menurutnya, teori secara umum pada 23 Maret, Matahari tepat berada di atas equator. Tapi tak berarti di Bali bakal terjadi panas yang berlebihan. Itu adalah peristiwa alam biasa yang terjadi setiap tahun.
Peristiwa Matahari berada di atas equator itu merupakan siklus alam yang terjadi setiap enam bulan yakni Maret dan September setiap tahunnya. Peredaran semu Matahari tiap tahun memang sudah seperti itu. Dimana pada 23 Maret Matahari tepat berada di atas equator dan kemudian kembali ke BBU, setelah itu kembali ke equator dan bergerak ke BBS. Ini adalah fenomena normal.
“Jika Matahari berada di atas equator kisaran suhu di daerah sepanjang equator itu mengalami peningkatan. Tapi meningkatnya tak terlalu ekstrem. Equinox adalah salah satu fenomena astronomi di mana Matahari melintasi garis khatulistiwa dan secara periodik berlangsung dua kali dalam setahun, yaitu pada 23 Maret dan 23 September,” ungkap Setiya Wati, Selasa (20/3).
Setiya Wati menjelaskan saat equinox berlangsung, di luar bagian bumi hampir relatif sama, termasuk wilayah yang berada di subtropis bagian utara maupun selatan. Keberadaan fenomena tersebut tidak selalu mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis, di mana rata-rata suhu maksimal di wilayah Indonesia bisa mencapai 32-36°C. “Equinox bukan merupakan fenomena seperti heat wave (gelombang panas) yang terjadi di Afrika dan Timur Tengah yang dapat mengakibatkan peningkatan suhu udara secara besar dan bertahan lama,” tandasnya.
Apakah suhu yang terjadi pada peristiwa equinox dapat memastikan akan terjadi la nina atau el nino? Setiya Wati mengaku peristiwa equinox tak bisa memastikan apakah akan terjadi la nina atau el nino.
Sebelumnya Kasi Observasi dan Informasi Klimatologi Jembrana Agit Setiyoko, mengaku sejumlah wilayah di Bali kini telah memasuki musim kemarau. Wilayah yang sudah memasuki musim kemarau di antaranya Jembrana bagian barat, Buleleng bagian timur, dan Klungkung bagian selatan. Sementara sejumlah daerah lainnya yang terindikasi akan memasuki musim kemarau di antaranya Nusa Penida, Denpasar, dan Tabanan bagian utara. *p
Hal itu karena dalam beberapa hari belakangan beredar isu di masyarakat bahwa akan terjadi suhu udara panas ekstrem.Prakirawan BBMKG Wilayah III Denpasar Kadek Setiya Wati, menegaskan fenomena equinox merupakan siklus alam biasa dan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Menurutnya, teori secara umum pada 23 Maret, Matahari tepat berada di atas equator. Tapi tak berarti di Bali bakal terjadi panas yang berlebihan. Itu adalah peristiwa alam biasa yang terjadi setiap tahun.
Peristiwa Matahari berada di atas equator itu merupakan siklus alam yang terjadi setiap enam bulan yakni Maret dan September setiap tahunnya. Peredaran semu Matahari tiap tahun memang sudah seperti itu. Dimana pada 23 Maret Matahari tepat berada di atas equator dan kemudian kembali ke BBU, setelah itu kembali ke equator dan bergerak ke BBS. Ini adalah fenomena normal.
“Jika Matahari berada di atas equator kisaran suhu di daerah sepanjang equator itu mengalami peningkatan. Tapi meningkatnya tak terlalu ekstrem. Equinox adalah salah satu fenomena astronomi di mana Matahari melintasi garis khatulistiwa dan secara periodik berlangsung dua kali dalam setahun, yaitu pada 23 Maret dan 23 September,” ungkap Setiya Wati, Selasa (20/3).
Setiya Wati menjelaskan saat equinox berlangsung, di luar bagian bumi hampir relatif sama, termasuk wilayah yang berada di subtropis bagian utara maupun selatan. Keberadaan fenomena tersebut tidak selalu mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis, di mana rata-rata suhu maksimal di wilayah Indonesia bisa mencapai 32-36°C. “Equinox bukan merupakan fenomena seperti heat wave (gelombang panas) yang terjadi di Afrika dan Timur Tengah yang dapat mengakibatkan peningkatan suhu udara secara besar dan bertahan lama,” tandasnya.
Apakah suhu yang terjadi pada peristiwa equinox dapat memastikan akan terjadi la nina atau el nino? Setiya Wati mengaku peristiwa equinox tak bisa memastikan apakah akan terjadi la nina atau el nino.
Sebelumnya Kasi Observasi dan Informasi Klimatologi Jembrana Agit Setiyoko, mengaku sejumlah wilayah di Bali kini telah memasuki musim kemarau. Wilayah yang sudah memasuki musim kemarau di antaranya Jembrana bagian barat, Buleleng bagian timur, dan Klungkung bagian selatan. Sementara sejumlah daerah lainnya yang terindikasi akan memasuki musim kemarau di antaranya Nusa Penida, Denpasar, dan Tabanan bagian utara. *p
1
Komentar