Lulusan SMK Lebih Banyak Tak Terserap Industri Kerja
Persentase lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang tak terserap dunia kerja lebih besar dibanding SMA.
MANGUPURA, NusaBali
Lulusan SMK yang tidak terserap dunia kerja sebesar 12 persen, sementara SMA hanya 9 persen. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya di sela acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) SMK Pariwisata ke-4 di BNDCC, Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Kamis (22/3). Rakornas dihadiri oleh kepala sekolah SMK se-Indonesia, Badan Nasional Sertifikasi Profesi, serta asosiasi profesi, dan asosiasi industri pariwisata. Menpar Arief Yahya mengaku meski terjadi perbedaan antara lulusan SMA dan SMK namun tak perlu dikhawatirkan. Untuk mengatasinya perlu dilakukan terobosan dengan mengoptimalkan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Selain itu juga mengembangkan pedoman magang pada industri patiwisata.
“Jumlah lulusan SMK yang tak terserap pada industri kerja sekitar 12 persen. Sedangkan jumlah lulusan SMA adalah 9 persen. Keunggulan kita sebenarnya adalah tak terjadi kesenjangan yang jauh berbeda antara keterampilan dan hasil lulusan. Untuk meningkatkan mutu hasil lulusan, ada tiga hal yang harus diperhatikan yakni kurikulumnya harus bagus, sertifikasi keahlian, dan kompetensi. SMK tak bisa berdiri sendiri tetapi harus bekerja sama dengan pemerintah, industri, dan akademisi,” tuturnya.
Dijelaskan tahun 2016 yang bekerja pada usaha akomodasi tamatan SMK pariwisata sebanyak 29,17 persen, sisanya pendidikan non kejuruan patiwisata. Pada usaha hotel berbintang pekerja pendidikan SMA merupakan yang terbanyak mencapai 59,3 persen. Dari data tersebut menunjukkan masih rendahnya daya serap hotel berbintang dan industri akomodasi terhadap tenaga kerja SMK pariwisata. Oleh karenanya perlu dilakukan peningkatam kerjasama antara SMK pariwisata dengan asosiasi profesi pariwisata sebagai pembina pengelolaan sarana praktik.
“Saya belum mempunyai data valid terkait lulusan SMK yang tak terserap industri kerja pariwisata itu. Saya menduga dari 12 persen itu tak ada yang lulusan SMK pariwisata. Kalau utuk perguruan tinggi pariwisata 100 persen terserap industri atau tak ada yang menganggur. Saya berharap agar Rakornas ini dapat menghasilkan program konkret untuk meningkatkan lulusan SMK terserap pada usaha pariwisata,” tandasnya.
Pada kesempatan itu Menpar menyerahkan sertifikat ahli perhotelan level 8 (setara S2) kepada 18 orang anggota Indonesian Hotel General Manager Association ( IHGMA) dari berbagai daerah di Indoneaia termasuk dari Bali. Setifikat ini diperoleh melalui Program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL).
Sedangkan Wakil Ketua Komisi X DPR RI yang membidangi Pendidikan, Kebudayaan, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Pemuda, Olahraga, dan Perpustakaan, Ferdiansyah, mengatakan SMK belum memiliki kurikulum yang tuntas termasuk di bidang kepariwisataan. Ada tiga hal yang harus dituntaskan, adalah mengenai pengantar kepariwisataan, dasar program keahlian, dan pengantar dasar program dan paket. “Ada beberapa hal menarik yang perlu didiskusikan secara mendalam. Salah satunya dalam kurikulum yakni seni kerajinan dan pariwisata dijadikan satu. Saya mendukung program one GM hotel one SMK pariwisata yang direncanakan oleh asosiasi SMK. Itu nanti dikolaborasikan dengan IHGMA dan IHGM,” kata Ferdiansyah. *p
“Jumlah lulusan SMK yang tak terserap pada industri kerja sekitar 12 persen. Sedangkan jumlah lulusan SMA adalah 9 persen. Keunggulan kita sebenarnya adalah tak terjadi kesenjangan yang jauh berbeda antara keterampilan dan hasil lulusan. Untuk meningkatkan mutu hasil lulusan, ada tiga hal yang harus diperhatikan yakni kurikulumnya harus bagus, sertifikasi keahlian, dan kompetensi. SMK tak bisa berdiri sendiri tetapi harus bekerja sama dengan pemerintah, industri, dan akademisi,” tuturnya.
Dijelaskan tahun 2016 yang bekerja pada usaha akomodasi tamatan SMK pariwisata sebanyak 29,17 persen, sisanya pendidikan non kejuruan patiwisata. Pada usaha hotel berbintang pekerja pendidikan SMA merupakan yang terbanyak mencapai 59,3 persen. Dari data tersebut menunjukkan masih rendahnya daya serap hotel berbintang dan industri akomodasi terhadap tenaga kerja SMK pariwisata. Oleh karenanya perlu dilakukan peningkatam kerjasama antara SMK pariwisata dengan asosiasi profesi pariwisata sebagai pembina pengelolaan sarana praktik.
“Saya belum mempunyai data valid terkait lulusan SMK yang tak terserap industri kerja pariwisata itu. Saya menduga dari 12 persen itu tak ada yang lulusan SMK pariwisata. Kalau utuk perguruan tinggi pariwisata 100 persen terserap industri atau tak ada yang menganggur. Saya berharap agar Rakornas ini dapat menghasilkan program konkret untuk meningkatkan lulusan SMK terserap pada usaha pariwisata,” tandasnya.
Pada kesempatan itu Menpar menyerahkan sertifikat ahli perhotelan level 8 (setara S2) kepada 18 orang anggota Indonesian Hotel General Manager Association ( IHGMA) dari berbagai daerah di Indoneaia termasuk dari Bali. Setifikat ini diperoleh melalui Program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL).
Sedangkan Wakil Ketua Komisi X DPR RI yang membidangi Pendidikan, Kebudayaan, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Pemuda, Olahraga, dan Perpustakaan, Ferdiansyah, mengatakan SMK belum memiliki kurikulum yang tuntas termasuk di bidang kepariwisataan. Ada tiga hal yang harus dituntaskan, adalah mengenai pengantar kepariwisataan, dasar program keahlian, dan pengantar dasar program dan paket. “Ada beberapa hal menarik yang perlu didiskusikan secara mendalam. Salah satunya dalam kurikulum yakni seni kerajinan dan pariwisata dijadikan satu. Saya mendukung program one GM hotel one SMK pariwisata yang direncanakan oleh asosiasi SMK. Itu nanti dikolaborasikan dengan IHGMA dan IHGM,” kata Ferdiansyah. *p
1
Komentar