Kiat KBS-Ace Tingkatkan Kesejahteraan Petani Kopi
Salah satu keunggulan Kabupaten Bangli adalah produksi kopi Kintamani yang sudah terkenal ke seantero negeri, bahkan mancanegara.
Sinergikan dengan Pariwisata
BANGLI, NusaBali
Hanya saja, produksi olahan kopi belum dimaksimalkan menjadi pemasukan bagi daerah. Hal itu yang disampaikan oleh pengelola pabrik pengolahan kopi Arabika Mengani, Hendarto Setyobudi saat bertemu Cawagub Bali nomor urut 1, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) yang berkunjung ke lokasi di sela kampanye di Kabupaten Bangli, Senin (26/3).
Menurut Hendarto, sudah sepatutnya desa-desa di Bangli diberdayakan untuk menjadi motor penggerak industri kopi di Bali. Hendarto mengatakan saat ini rata-rata wisatawan mancanegara dan domestik ke Bali sebanyak 38.000 per hari. "38.000 wisatawan itu rata-rata lama tinggalnya adalah tiga hari. Kita ambil saja 20 persen dari 38 ribu itu minum kopi. Maka, diperlukan sekitar 8,5 ton kopi setiap harinya. Dalam setahun kebutuhan kopi di Bali adalah 3.800 ton," papar Hendarto. Dengan total luas lahan perkebunan kopi di Bali 34.000 hektare, maka tiap tahun Bali mampu memproduksi 15 ribu ton kopi. "Total petani 57.199 KK menanam kopi jenis Robusta, 16.642 KK kopi jenis Arabika. Sekitar 70.000 KK hidupnya tergantung dari kopi," ujarnya.
Hanya saja, belum juga kebutuhan kopi di Bali terpenuhi, sudah banyak yang dijual ke luar Bali. Sialnya, begitu kopi Bali diproduksi di berbagai daerah dan menjadi kopi siap saji, maka produk tersebut kembali dipasarkan di Bali dengan harga yang sudah barang tentu melambung tinggi. Alih-alih mengalami peningkatan produksi, sejak tahun 2016 hingga kini produksi kopi justru mengalami kemerosotan drastis.
Hendarto berharap jika terpilih kelak mendampingi Wayan Koster sebagai Gubernur Bali, Cok Ace bisa memberikan perhatian terhadap persoalan yang dihadapi petani dan pelaku industri kopi. "Kami mohon agar nantinya mendapat perhatian yang lebih komprehensif," harap Hendarto sembari mengatakan perusahaannya sudah mengimpor kopi sejak tahun 1825 silam itu. Menjawab hal itu, Cok Ace menilai ada mata rantai yang terputus sehingga masyarakat yang berkecimpung di industri kopi seakan tidak dapat menikmati kesejahteraan yang seharusnya mereka rasakan.
Ke depan, Cok Ace memiliki gagasan agar Bangli dan daerah penghasil kopi lainnya tak hanya dikembangkan menjadi produsen saja, melainkan disinergikan dengan sektor pariwisata. Ia mencontohkan Kota Batu di Kabupaten Malang yang sukses memadukan keduanya. Paket yang diusung PDIP, Hanura, PAN, PPP, PKPI dan PKB itu ingin hal itu bisa diterapkan di Bali, khususnya di Desa Mengani, Kecamatan Kintamani, Bangli. *
BANGLI, NusaBali
Hanya saja, produksi olahan kopi belum dimaksimalkan menjadi pemasukan bagi daerah. Hal itu yang disampaikan oleh pengelola pabrik pengolahan kopi Arabika Mengani, Hendarto Setyobudi saat bertemu Cawagub Bali nomor urut 1, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) yang berkunjung ke lokasi di sela kampanye di Kabupaten Bangli, Senin (26/3).
Menurut Hendarto, sudah sepatutnya desa-desa di Bangli diberdayakan untuk menjadi motor penggerak industri kopi di Bali. Hendarto mengatakan saat ini rata-rata wisatawan mancanegara dan domestik ke Bali sebanyak 38.000 per hari. "38.000 wisatawan itu rata-rata lama tinggalnya adalah tiga hari. Kita ambil saja 20 persen dari 38 ribu itu minum kopi. Maka, diperlukan sekitar 8,5 ton kopi setiap harinya. Dalam setahun kebutuhan kopi di Bali adalah 3.800 ton," papar Hendarto. Dengan total luas lahan perkebunan kopi di Bali 34.000 hektare, maka tiap tahun Bali mampu memproduksi 15 ribu ton kopi. "Total petani 57.199 KK menanam kopi jenis Robusta, 16.642 KK kopi jenis Arabika. Sekitar 70.000 KK hidupnya tergantung dari kopi," ujarnya.
Hanya saja, belum juga kebutuhan kopi di Bali terpenuhi, sudah banyak yang dijual ke luar Bali. Sialnya, begitu kopi Bali diproduksi di berbagai daerah dan menjadi kopi siap saji, maka produk tersebut kembali dipasarkan di Bali dengan harga yang sudah barang tentu melambung tinggi. Alih-alih mengalami peningkatan produksi, sejak tahun 2016 hingga kini produksi kopi justru mengalami kemerosotan drastis.
Hendarto berharap jika terpilih kelak mendampingi Wayan Koster sebagai Gubernur Bali, Cok Ace bisa memberikan perhatian terhadap persoalan yang dihadapi petani dan pelaku industri kopi. "Kami mohon agar nantinya mendapat perhatian yang lebih komprehensif," harap Hendarto sembari mengatakan perusahaannya sudah mengimpor kopi sejak tahun 1825 silam itu. Menjawab hal itu, Cok Ace menilai ada mata rantai yang terputus sehingga masyarakat yang berkecimpung di industri kopi seakan tidak dapat menikmati kesejahteraan yang seharusnya mereka rasakan.
Ke depan, Cok Ace memiliki gagasan agar Bangli dan daerah penghasil kopi lainnya tak hanya dikembangkan menjadi produsen saja, melainkan disinergikan dengan sektor pariwisata. Ia mencontohkan Kota Batu di Kabupaten Malang yang sukses memadukan keduanya. Paket yang diusung PDIP, Hanura, PAN, PPP, PKPI dan PKB itu ingin hal itu bisa diterapkan di Bali, khususnya di Desa Mengani, Kecamatan Kintamani, Bangli. *
1
Komentar