PHRI Dukung Larangan Paket Nyepi Bersifat Hiburan
Paket Nyepi yang ditawarkan diakui sudah tidak laku karena wisatawan memilih meninggalkan Bali menuju Lombok.
MANGUPURA, NusaBali
Bumbu-bumbu hiburan saat Perayaan Nyepi (9 Maret 2016) dilarang keras ditawarkan pihak penyedia akomodasi wisata seperti hotel maupun vila. Larangan ini merupakan hasil keputusan bersama Majelis-Majelis Agama dan Keagamaan Provinsi Bali, Selasa (16/2) lalu. Bagaimana sikap Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung atas seruan tersebut?
Kepala PHRI Badung I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, menyatakan mendukung seruan meniadakan aktivitas apapun saat Hari Raya Nyepi. Bahkan anggota PHRI, kata dia, sejak Paket Nyepi lagi ngetren, hotel-hotel sudah menaati apa yang dilarang saat pelaksanaan Nyepi, seperti hiburan musik, nyala lampu, atau kegiatan yang membikin gaduh lingkungan sekitar.
Makanya, pelarangan ini dinilai bukan hal baru. “Hotel-hotel itu sudah paham kok. Catur Berata Penyepian yakni amati geni (pantang menyalakan api), amati karya (menghentikan aktivitas kerja), amati lelanguan (menghentikan kesenangan) dan amati lelungaan (pantang bepergian). Jadi tidak masalah kami sepakat. Kami pun juga menyerukan hal itu kepada anggota PHRI, khususnya yang ada di Badung,” tegas pria berkacamata tersebut, Kamis (18/2).
Terkait Paket Nyepi yang dulu ngetren ditawarkan pihak hotel, belakangan geliatnya berkurang. Malah cenderung lesu. Suryawijaya menyebut, Paket Nyepi tak lagi laku. Karena wisatawan merasa tak bisa melakukan aktivitas apapun, untuk sekadar jalan-jalan pun tak bisa. Inilah yang menyebabkan, Paket Nyepi mulai ditinggalkan.
Sekarang malah wisatawan memilih meninggalkan Bali menjelang Nyepi. Kebanyakan memilih tujuan ke Gili Trawangan, Lombok. “Trennya begitu, sehari sebelum Nyepi, wisatawan meninggalkan Bali. Setelah Nyepi kembali lagi. Jadi sekarang sudah tidak laku lagi (Paket Nyepi, red),” katanya.
Saat Paket Nyepi sedang booming pun begitu, sebetulnya yang ditawarkan adalah rangkaian Nyepi, seperti melasti, tawur kesanga, pengrupukan. “Kalau Nyepi-nya sendiri tidak. Apa yang mau ditawarkan, karena memang aktivitas wisatawan harus dibatasi. Yang dijual itu karena sebelumnya ada upacara melasti, tawur kesanga, dan pengrupukan. Saat pengrupukan juga ada ogoh-ogoh. Itu paket nyepi sebetulnya,” ungkap Suryawijaya sembari kembali menegaskan bila tren Paket Nyepi sekarang justru tak banyak laku.
Pria yang tinggal di Dalung, Kuta Utara, menambahkan kalau pun memang ada wisatawan yang datang secara khusus, lebih banyak karena ingin merasakan Nyepi. Dan itu tidak signifikan tingkat kunjungannya.
Dari data PHRI, paling dominan wisawasan yang menyukai Paket Nyepi adalah wisatawan asal China. Mereka sengaja memanfaatkan keheningan malam/silent day untuk meditasi.
Untuk diketahui Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Prof Dr Drs IGN Sudiana MSi menegaskan, melarang paket hiburan Nyepi yang ditawarkan di hotel-hotel, terutama jika paket tersebut bertujuan untuk hiburan. Dalam artian, ketika Nyepi berlangsung para pembeli paket liburan Nyepi tidak boleh menghidupkan musik, tarian, dan sejenisnya bahkan minum-minuman keras hingga menyebabkan kegaduhan. Pihaknya mengimbau hotel dan villa, bahwa paket Nyepi yang dimaksud bukan berkaitan dengan hiburan, namun ikut merasakan Nyepi di hotel.
“Pelanggaran di luar seruan ini, akan mendapat sanksi bagi pelaksana. General Manager hotel atau villa bisa disanksi. Jika pemilik hotel merupakan orang luar, sanksinya bisa dideportasi izinnya untuk tidak tinggal di Bali lagi. Sedangkan jika orang Bali, harus jadi contoh bagi yang lain. Bila sampai terjadi kegaduhan merupakan penodaan kesucian hari raya Nyepi termasuk penodaan terhadap Agama Hindu,” tegasnya. 7asa
Komentar