nusabali

Air dan Listrik Dibantu Tetangga, Kerja Serabutan untuk Hidup

  • www.nusabali.com-air-dan-listrik-dibantu-tetangga-kerja-serabutan-untuk-hidup

Di rumah Ni Made Murni di Banjar Babakan, Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan ada Merajan lengkap dengan palinggih, tetapi tidak terurus. Beberapa palinggih ditumbuhi rumput, dan bangunan palinggih Piasan sudah rusak di bagian atap.

Ni Made Murni Hidup Sebatang Kara, Atap Rumah Bocor dan Tanpa Kamar Mandi  


TABANAN, NusaBali
Di tengah orang-orang yang berkumpul bersama keluarga dan tinggal di rumah yang layak serta kebutuhan ekonomi tercukupi, masih ada orang yang belum beruntung merasakan hal tersebut. Seperti yang dialami oleh Ni Made Murni, 56, warga Banjar Babakan, Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan. Di usianya yang mulai uzur, dia hidup sebatang kara. Mirisnya, bajang yang tidak pernah kawin (daha tua) ini tinggal di rumah yang tidak terawat, bangunan rumahnya sudah lapuk bahkan atapnya bocor.

Atap rumah peninggalan orangtuanya yang bocor dia tutup dengan terpal. Terpal warna biru yang dipakai untuk menutup atap tersebut merupakan bantuan mahasiswa KKN. Bagi Murni, hal itu sudah cukup baginya untuk tempat dia berteduh melepas lelah seusai kerja serabutan, agar memperoleh uang untuk bertahan hidup.

Murni merupakan anak kedua pasangan suami istri I Made Perut, veteran, dan Ni Made Tumbuh. Keduanya sudah meninggal sejak 20 tahun silam. Sebenarnya Murni bersaudara tiga orang, namun adiknya yang perempuan sudah menikah. Sedangkan kakak laki-lakinya telah tiada sebelum orangtuanya meninggal. Oleh karena itu sampai saat ini Murni hidup seorang diri.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Murni yang jebolan kelas V SD ini bekerja serabutan. Apapun pekerjaan yang menghasilkan uang dia kerjakan. Namun dia lebih sering ikut bersama kelompok petani memanen padi di sawah orang lain. Dari hasil itu dia mendapatkan upah padi. Padi ini untuk menghidupi dirinya, sehingga dia tidak harus membeli beras.

Untuk lauk dan sayur, Murni mengandalkan dari kebun sekitarnya. Sekadar lauk untuk menemani nasi, Murni selalu mencari daun singkong yang tumbuh di pekarangannya, dan sayur paku. “Saya setiap hari makan itu, jarang membeli lauk,” imbuhnya saat ditemui di rumahnya, Rabu (28/3).

Rumah ukuran 5 meter x 2 meter yang dibangun di atas tanah seluas 4 are dia urus sendiri. Karena seorang diri ditambah usianya yang mulai uzur, rumah sangat tidak terawat. Bagian kamarnya sudah tua, dinding rumahnya yang terbuat dari batu bata diplester tanah sudah mengelupas. Pun plafon yang terbuat dari bambu sudah mulai lapuk.

Bahkan yang paling miris atap bangunan tersebut telah bocor dan ditutupi terpal. Namun kalau hujan turun tetap saja ada air yang menetes. “Terpal ini dibantu oleh mahasiswa KKN. Kalau hujan turun tetap bocor, tetapi airnya tidak keras masuk kamar,” ujarnya.

Diturukannya, dia punya dua orang saudara kandung. Kakaknya laki-laki telah meninggal, dan adiknya sudah menikah ke Desa Bajera, Kecamatan Selemadeg. Adiknya pun jarang menengok dirinya. Ketika ada Hari Raya Galungan dan hari besar, barulah dia dijenguk. “Saudara dari ayah saya rumahnya dekat sini, tetapi tidak begitu dekat sama saya,” imbuhnya.

Untung saja ada seorang tetangganya yang selalu memperhatikan Murni ketika meminta bantuan khususnya untuk makan, termasuk kebutuhan memenuhi air bersih untuk memasak. Murni selalu dibayari oleh tetangganya yang bernama I Gusti Ngurah Wiadnyana. “Kilometer air saya jadi satu, jadi saya tidak pernah membayar. Kadang-kadang malu untuk meminta terus, saya usahakan juga untuk bayar,” ucap Murni yang kemarin baru datang dari memanen padi di sawah.

Kondisi rumah murni selain ada bangunan kamar, juga terdapat bangunan dapur yang kondisinya semi permanen. Bangunan baru sekitar satu tahun ini dia peroleh dari orang yang sempat mengontrak sawahnya sekitar 4 are dalam jangka waktu beberapa bulan. Lalu dia dikasih bahan-bahan untuk membangun dapur yang ukurannya sekitar 3 meter x 3 meter.

Selain itu ada pula bangunan jineng. Namun karena bocor, jineng ini tidak difungsikan. Pun ada bangunan Merajan yang lengkap dengan palinggihnya, tetapi kondisinya tidak terurus. Beberapa palinggih ditumbuhi rumput panjang, dan bangunan palinggih Piasan sudah rusak di bagian atap. Sebelumnya ada juga Bale Delod, tetapi kondisinya sudah tidak layak huni. Bangunan tersebut sudah roboh, saat ini hanya terlihat bekas pondasinya saja.

Di rumah Murni tidak ada kamar mandi. Air PAM yang disambungkan dari tetangganya itu memang dimaksudkan untuk keperluan memasak, minum, dan mandi. Tetapi untuk mandi, Murni mandi di halaman rumah karena tidak punya kamar mandi. Sedangkan untuk buang air besar dia lakukan di tegalan (teba) timur rumahnya.

Sedangkan untuk penerangan, Murni juga menerima bantuan. Meteran listrik masih tradisional hanya kitir pembayaran jadi satu dengan balai banjar yang ada di Banjar Babakan. Sehingga jika Murni tidak punya uang untuk membayar listrik, pihak Banjar Babakan yang membayarkan. Namun begitu Murni juga berusaha untuk memenuhi kewajiban dalam membayar agar kesannya tidak meminta terus. “Kalau saya punya uang saya bayar, biasanya per bulan membayar Rp 13 ribu,” akunya.

Karena kondisinya itu, Murni sudah mendapatkan bantuan pemerintah berupa kartu KIS, KKS, dan Kartu Perlindungan Sosial namun tanggal berlakunya tahun 2013–2014. “Untuk beras saya juga sudah dapat, tetapi tidak setiap bulan karena dapatnya bergiliran,” jelasnya.

Murni menuruturkan, sejak kepergian sang ayah dan ibunya, keluarganya menjadi tidak berdaya. Sang ibu Ni Made Tumbuh meninggal karena penyakit tumor di perut, sedangkan sang ayah yang seorang veteran meninggal karena memang usianya sudah tua. “Sudah rabun bapak saya, dan usianya sudah tua, duluan ibu saya meninggal,” imbuhnya.

Sementara itu tetangga Murni, I Gusti Ngurah Wiadnyana, mengatakan memang Murni adalah keluarga tidak mampu. Tetapi dari banjar sudah memperhatikan Murni. Mulai dari keringanan untuk ngayah ataupun membayar iuran di banjar ketika ada pujawali. “Saat ini Murni tetap membanjar, baik bayar iuran tetapi setengah, tidak dipaksakan,” kata Wiadnyana yang membantu menyambungkan air bersih ke rumah Murni.

Dia tidak tahu mengapa bantuan bedah rumah belum didapatkan oleh Murni, padahal kondisi rumah Murni sudah tidak layak huni. Dan tanahnya merupakan milik sendiri. Wiadnyana berasumsi mungkin karena Murni mempunyai tanah sawah sehingga bantuan tersebut belum didapatkan. Camat Marga I Gusti Agung Alit Adiatmika mengatakan terkait kondisi rumah Murni memang dia baru tahu. Tetapi untuk bantuan KIS, KKS, sudah didapatkan. Rencananya karena Murni sebatangkara, jika dia mau akan diajak tinggal di panti jompo yang merupakan program dari Dinas Sosial Tabanan yang beralamat di Rumah Dinas Banjar Wanasara, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan. “Kalau Murni mau akan diarahkan tinggal di panti jompo, karena dia sebatang kara,” jelasnya.

Namun jika tidak mau, akan diusahakan mencari bantuan CSR untuk bedah rumah. Kalau pun itu tidak didapat, akan disumbang bahan-bahan bangunan yang di-back up bersama TNI. “Kalau bantuan rumah dari pemerintah Tabanan sudah ada target, jadi tidak mungkin itu diubah. Besok kami cek ke lapangan untuk melihat kondisi riilnya,” tegas Adiatmika.

Sedangkan Kepala Dinas Sosial Tabanan I Nyoman Gede Gunawan, terkait dengan kondisi rumah Murni memang belum ada laporan masuk. Kalau pun ada proposal masuk pasti akan diperhatikan. “Ini memang belum ada laporan masuk. Terkait dengan bantuan rumah, bantuan salah satu bank akan diprioritaskan kepada Murni,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Komisi I DPRD Tabanan I Putu Eka Putra Nurcahyadi mengatakan terkait kondisi warganya dengan kondisi rumahnya memprihatinkan, baru dia ketahui. Dan selama ini diakui belum ada laporan. “Saya sudah dengar infonya, besok sebelum sidak kami akan turun cek langsung,” tegasnya. *d

Komentar