nusabali

Dari Kerja Rodi Hingga Sensasi Mistis

  • www.nusabali.com-dari-kerja-rodi-hingga-sensasi-mistis

Masyarakat diminta masuk untuk berlindung ke dalam goa, sedangkan hasil panennya dibawa oleh penjajah.

Pesona Goa Jepang di Desa Banjarangkan, Klungkung


SEMARAPURA, NusaBali
Objek Wisata Goa Jepang di Desa/Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, merupakan saksi bisu era penjajahan Jepang sehingga dikenal dengan Goa Jepang. Goa ini dijadikan tempat berlindung oleh masyarakat saat zaman penjajahan Jepang 1942. Hingga kini Goa Jepang masih tertata apik, bahkan Pemkab Klungkung menata areal goa ini untuk menghidupkan kembali sebagai objek wisata.

Pemkab juga tengah memproses agar Goa Jepang ini agar bisa dijadikan salah satu cagar budaya di Kabupaten Klungkung. Setelah proses penataan selesai, masyarakat setempat khususnya di wilayah Desa Banjarangkan, berharap turut dilibatkan mengenai pengembangan destinasi Objek Wisata Goa Jepang ke depannya. Supaya bisa saling mengisi antara Pemkab dan masyarakat.

Menurut beberapa sumber, Goa Jepang di Desa/Kecamatan Banjarangkan dibuat oleh tentara Jepang pada tahun 1941-1942. Tujuannya adalah sebagai lokasi perlindungan dalam upaya mempertahankan diri dari serangan tentara sekutu di masa perang dunia kedua. Goa yang dibangun di sebelah barat Tukad Bubuh ini memiliki 16 lubang dengan kedalaman 14 meter. Lubang yang satu dengan yang lain, saling dihubungkan oleh sebuah lorong memanjang dari utara ke selatan.

Bendesa Pakraman Banjarangkan Anak Agung Gede Dharma Putra mengatakan di Desa Banjarangkan sendiri saat ini terdapat dua desa pakraman, yakni Desa Pakraman Banjarangkan dan Desa Pakraman Koripan Tengah yang merupakan pemekaran dari Desa Pakraman Banjarangkan beberapa waktu lalu. Ke depannya pihaknya akan berkoordinasi dengan prajuru adat Desa Pakraman Koripan Tengah, mengenai langkah apa yang bisa dilakukan dari pihak adat terhadap destinasi Objek Wisata Goa Jepang. “Tentunya Pemkab yang saat ini tengah menata Goa Jepang, akan tetap terintegrasi dengan desa dinas dan desa pakraman setempat,” harapnya saat ditemui Sabtu (10/2). Sehingga upaya ini bisa memberikan kontribuasi positif baik kepada daerah maupuan masyarakat sekitar.

Lebih lanjut disampaikan, secara historis Goa Jepang sendiri dibangun pada era penjajahan Jepang. Sesuai penuturan dari para penglingsir dan informasi yang beredar, ada dua versi. Pertama Goa Jepang dijadikan sebagai tempat perlindungan saat terjadi zaman penjajahan. Versi kedua, Goa Jepang dibangun oleh penjajah Jepang, namun yang disuruh bekerja untuk menggali goa tersebut masyarakat sekitar. Dengan sistim kerta paksa atau kerja rodi.

“Sejarah secara pastinya kami belum tahu, tapi informasi dari tetua (panglingsir) yang sempat merasakan era penjajahan Jepang mengatakan seperti itu,” ujar Agung Dharma, didampingi Kelian Adat Banjar Koripan Kangin, Anak Agung Gede Oka Mertha,kepada NusaBali.

Setelah Goa itu selesai dibangun, lanjut dia, penjajah Jepang sempat menyusun skenario. Yakni, saat masyarakat membawa hasil panen dari wilayah Kecamatan Dawan ke Kecamatan Banjarangkan, dan sebaliknya, tiba-tiba distop saat melewati Goa Jepang, disebutkan ada sebuah insiden di depannya. Selanjutnya masyarakat diminta masuk untuk berlindung ke dalam goa, sedangkan hasil panennya dibawa oleh penjajah.

Sampai saat ini Goa Jepang masih tetap lestari dan sesuai alaminya. Selain itu secara sisi niskala Goa Jepang ini juga diyakini dihuni oleh sosok makhluk gaib, di antaranya kerap ditemukan anak-anak di areal goa, bahkan sempat muncul sosok pria misterius menggunakan topi dari kukusan. “Beberapa orang sempat melihat sosok itu,” ujarnya.

Jelas Agung Gede Oka, ada pengendara sepeda motor tiba-tiba merasa membonceng beban berat saat melintas di Goa Jepang, ternyata ada sosok makhluk yang duduk di belakangnya. Setelah lewat goa beban kendaraaan kembali ringan. Untuk itu saat melintas di Goa Jepang diminta untuk menyalakan suara klakson kendaraan.

Lebih lanjut disampaikan, di areal Goa Jepang dikelilingi oleh pura, yakni di bagian atas goa ada Pura Puseh Sukaluwih, di sisi utara ada Pura Masayu, kemudian di bawahnya ada sebuah air klebutan (mata air) dan palinggih. Biasanya air itu juga digunakan saat ada prosesi upacara yadnya, termasuk melukat. “Karena dikeliling Palinggih, mungkin saja sesuai keyakinan sosok gaib yang sempat dijumpai warga unen-unen di sana,” katanya.

Sementara itu, Pemkab Klungkung menata Goa Jepang secara bertahap diawali penataan areal parkir. Penataan tahap awal ini tidak termasuk penataan areal goa karena harus menunggu kajian geologi untuk memastikan bebatuan yang ada dan koordinasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Wilayah Bali, NTB dan NTT. “Penataan awal tidak menyentuh goa. Kita menunggu kajian geologi dulu untuk memastikan bebatuan di sini,” ujar Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta beberapa waktu lalu.

Untuk penataan tersebut, Bupati menyatakan perlu dukungan semua pihak, baik tokoh masyarakat, budayawan dan pakar-pakar yang tahu tentang goa jepang. Sehingga penataan yang dilakukan sesuai dengan peruntukan dan sesuai dengan sejarah Goa Jepang itu sendiri. “Dalam penataan ini kita lakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat, budayawan dan para pakar yang tahu tentang sejarah goa jepang ini,” terangnya. *wan

Komentar