Pabrik Sarden Ikan Makarel Stop Produksi
Pasca ditemukan cacing, hanya pekerjakan 300 pekerja tetap
BANYUWANGI, NusaBali
Setelah ditemukannya cacing di dalam produk ikan makarel, CV Pasific Harvest memilih untuk menghentikan produksi ikan makarel. Akibatnya, ribuan buruh tidak bekerja hampir 5 hari terakhir ini.
Manajer produksi PT Pasific Harvest, Ronny Fajar Laksana, Sabtu (31/3), mengatakan ada sekitar 3.000 orang yang bekerja di pabrik yang berada di Kecamatan Muncar tersebut."Sekarang yang bekerja hanya 10 persen atau sekitar 300-an orang pekerja tetap. Yang lainnya ya kita liburkan dulu setelah kami medapatkan surat edaran terkait temuan tersebut," jelas Ronny seperti dilansir kompas.
Produksi yang saat ini dilakukan hanya untuk menghabiskan stok ikan sarden yang ada, sementara untuk ikan makarel sudah tidak lagi dilakukan. Selain itu, pihaknya juga menghentikan pembelian ikan beku dari luar negeri sehingga otomatis mereka akan berhenti produksi sementara hingga ada keputusan dari yang berwenang.
Selama ini, Ronny mengatakan, ikan yang diproses adalah ikan impor dari luar negeri, yaitu dari China dan Jepang. Mereka terpaksa menggunakan ikan impor beku karena kesulitan mendapatkan ikan dari dalam negeri sebagai bahan utama.
"Jika ada ikan dari dalam negeri, kami tidak perlu impor lagi. Lebih baik menggunakan ikan langsung dari Indonesia. Tapi kami kesulitan untuk mendapatkannya," katanya.
CV Pasific Harvest impor bahan baku ikan beku 500 ton baik jenis ikan sarden ataupun ikan makarel. Setelah diproses, ikan dalam kaleng tersebut akan dikirim ke luar negeri, antara lain wilayah Afrika, Eropa Timur, Asia Tenggara dan negara di Timur Tengah.
"Hampir 60 persen produk yang kami produksi adalah untuk kebutuhan luar negeri," pungkas Ronny.
Di sisi lain anggota Komisi IX DPR Irma Suryani menyayangkan pernyataan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek yang menyatakan cacing dalam makarel tidak berbahaya jika ikan dimasak dengan benar.
Menurut dia, berdasarkan pernyataan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), cacing tersebut bisa menimbulkan alergi dan sakit perut.
"Menyesalkan statemen Bu Menkes (Menteri Kesehatan) yang terburu-buru, karena makanan kaleng yang mengandung cacing, selain menjijikkan dan bisa bikin alergi dan sakit perut tentu tak layak konsumsi. Masih banyak makanan yang sehat dan layak konsumsi," kata Irma melalui pesan singkat, Minggu (1/4).
Ia mengatakan, agar tak membuat kegaduhan karena lebih besar mudarat daripada manfaatnya, sebaiknya Indonesia tidak melanjutkan impor ikan makarel.Ia menyatakan, selain mengandung cacing yang berbahaya bagi kesehatan, impor makarel juga tidak menguntungkan Indonesia secara perekonomian. Menurut dia, Indonesia memiliki stok ikan yang cukup sebagai bahan baku makarel.
"Impor ikan makarel tidak penting untuk diteruskan dan bukan barang bermanfaat. Justru lebih banyak membawa mudarat karena mengandung cacing. Stop saja impornya. Cari jenis ikan lain yang ada di perairan Indonesia," lanjut politisi Nasdem itu.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Nila F Moeloek mengatakan bahwa cacing pada ikan makarel kaleng yang heboh belakangan ini tidak berbahaya selama makanan itu diolah dengan benar. Menurut Nila, cacing justru mengandung protein. *
Manajer produksi PT Pasific Harvest, Ronny Fajar Laksana, Sabtu (31/3), mengatakan ada sekitar 3.000 orang yang bekerja di pabrik yang berada di Kecamatan Muncar tersebut."Sekarang yang bekerja hanya 10 persen atau sekitar 300-an orang pekerja tetap. Yang lainnya ya kita liburkan dulu setelah kami medapatkan surat edaran terkait temuan tersebut," jelas Ronny seperti dilansir kompas.
Produksi yang saat ini dilakukan hanya untuk menghabiskan stok ikan sarden yang ada, sementara untuk ikan makarel sudah tidak lagi dilakukan. Selain itu, pihaknya juga menghentikan pembelian ikan beku dari luar negeri sehingga otomatis mereka akan berhenti produksi sementara hingga ada keputusan dari yang berwenang.
Selama ini, Ronny mengatakan, ikan yang diproses adalah ikan impor dari luar negeri, yaitu dari China dan Jepang. Mereka terpaksa menggunakan ikan impor beku karena kesulitan mendapatkan ikan dari dalam negeri sebagai bahan utama.
"Jika ada ikan dari dalam negeri, kami tidak perlu impor lagi. Lebih baik menggunakan ikan langsung dari Indonesia. Tapi kami kesulitan untuk mendapatkannya," katanya.
CV Pasific Harvest impor bahan baku ikan beku 500 ton baik jenis ikan sarden ataupun ikan makarel. Setelah diproses, ikan dalam kaleng tersebut akan dikirim ke luar negeri, antara lain wilayah Afrika, Eropa Timur, Asia Tenggara dan negara di Timur Tengah.
"Hampir 60 persen produk yang kami produksi adalah untuk kebutuhan luar negeri," pungkas Ronny.
Di sisi lain anggota Komisi IX DPR Irma Suryani menyayangkan pernyataan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek yang menyatakan cacing dalam makarel tidak berbahaya jika ikan dimasak dengan benar.
Menurut dia, berdasarkan pernyataan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), cacing tersebut bisa menimbulkan alergi dan sakit perut.
"Menyesalkan statemen Bu Menkes (Menteri Kesehatan) yang terburu-buru, karena makanan kaleng yang mengandung cacing, selain menjijikkan dan bisa bikin alergi dan sakit perut tentu tak layak konsumsi. Masih banyak makanan yang sehat dan layak konsumsi," kata Irma melalui pesan singkat, Minggu (1/4).
Ia mengatakan, agar tak membuat kegaduhan karena lebih besar mudarat daripada manfaatnya, sebaiknya Indonesia tidak melanjutkan impor ikan makarel.Ia menyatakan, selain mengandung cacing yang berbahaya bagi kesehatan, impor makarel juga tidak menguntungkan Indonesia secara perekonomian. Menurut dia, Indonesia memiliki stok ikan yang cukup sebagai bahan baku makarel.
"Impor ikan makarel tidak penting untuk diteruskan dan bukan barang bermanfaat. Justru lebih banyak membawa mudarat karena mengandung cacing. Stop saja impornya. Cari jenis ikan lain yang ada di perairan Indonesia," lanjut politisi Nasdem itu.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Nila F Moeloek mengatakan bahwa cacing pada ikan makarel kaleng yang heboh belakangan ini tidak berbahaya selama makanan itu diolah dengan benar. Menurut Nila, cacing justru mengandung protein. *
1
Komentar